Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/feed-rss2.php on line 8
Kepailitan adalah – Selaras Law Firm https://selaraslawfirm.com Selaras Law Firm Tue, 10 May 2022 12:16:02 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.2 https://selaraslawfirm.com/wp-content/uploads/2021/11/cropped-icon-32x32.png Kepailitan adalah – Selaras Law Firm https://selaraslawfirm.com 32 32 Yuk Kenali Penyebab Berakhirnya Kepailitan! https://selaraslawfirm.com/yuk-kenali-penyebab-berakhirnya-kepailitan/ https://selaraslawfirm.com/yuk-kenali-penyebab-berakhirnya-kepailitan/#comments Tue, 10 May 2022 12:16:02 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=746 Oleh: Fatimatul Uluwiyah, S.H.

Keadaan pailit atau bangrut merupakan keadaaan yang dapat terjadi pada siapa saja, mulai dari orang perorangan maupun badan hukum (legal entity).

Dalam ilmu hukum dikenal adagium Ubi Societas Ibi Ius, yang berarti dimana ada masyarakat disitu ada hukum, maka sejatinya hukum akan selalu ada, termasuk juga hukum kepailitan yang diberlakukan kepada semua subjek hukum baik itu orang perorangan maupun badan hukum.

Kepailitan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, hampir setiap subjek hukum yang berkecimpung dalam dunia bisnis akan mengenal keadaan pailit atau bangkrut baik dalam persentase mikro maupun makro.

Maka akan sangat penting bagi subjek hukum untuk mengetahui seputar hukum kepailitan seperti penyebab, proses, dan penyelesaiannya. Pada pembahasan ini akan dijelaskan penjelasan seputar hukum kepailitan meliputi sebab-sebab berakhirnya kepailitan!

Baca juga: Pailit: Yuk Lebih Jauh Pahami tentang Perusahaan Pailit.

Penyebab Berakhirnya Kepailitan

Kepailitan sebagai suatu proses yang didalamnya terdapat runtutan-runtutan langkah yang telah diatur undang-undang. Proses yang diatur tersebut dari mulai permohonan putusan sampai dengan adanya putusan pailit.

Dalam sebuah permasalahan hukum tentu tidak hanya dianalisis mengenai penyebab awalnya saja, karena sejatinya sesuatu yang memiliki awal pasti akan ada akhirnya. Dalam kepailitan terdapat beberapa penyebab yang melatarbelakangi berakhirnya kepailitan, antara lain:

1. Akur Atau Perdamaian

Kepailitan dapat berakhir apabila kedua pihak dapat selesai apabila terjadi perdamaian di kedua pihak, sebagaimana dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber dari HIR (Herzien Inlandsch Reglement) yang menyatakan bahwa dalam menyelesaikan perkara hakim wajib mengusahakan perdamaian terlebih dahulu.

Tetapi hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Hakim, mengingat pada proses ini memang tidak dimungkinkan karena perdamaian atau yang lebih dikenal dengan mediasi pada hukum acara perdata minimal dilakukan selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari, sedangkan hakim harus memberikan putusan kepailitan maksimal 60 hari.

Pasal 144 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian pada semua kreditur.

Rencana perdamaian tersebut diterima apabila disetujui oleh ½ jumlah kreditur yang hadir dalam rapat minimal dihadiri oleh 2/3 jumlah kreditur konkuren yang ada, sebagaimana disebutkan pada Pasal 144 – 163 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Pasal 166 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan kepailitan dapat berakhir apabila pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan pasti, apabila rencana perdamaian yang ditawarkan tersebut ditolak atau tidak dapat diterima, maka debitur pailit tidak dapat menawarkan perdamaian lagi.

2. Insolvensi

Insolvensi terjadi bilamana dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan perdamaian, atau dapat pula ditawarkan perdamaian, namun tidak terjadi kesepakatan karena tidak terpenuhinya perdamaian.

Dengan adanya insolvensi, Kurator dapat mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit,yaitu:

  1. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang debitor Pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Pengawas;
  2. Melanjutkan pengelolaan perusahaan debitor Pailit apabila dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Pengawas;
  3. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut;
  4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.

Apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir.Namun, pada saat berakhirnya pembagian ternyata masih terdapat harta kekayaan debitor, maka atas perintah Pengadilan Niaga, kurator akan membereskan dan melakukan pembagian atas daftar-daftar bagian yang sudah pernah dibuat dahulu.

3. Rehabilitasi

Pasal 215 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa, debitor pailit atau para ahli waris berhak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi kepada pengadilan yang semula memeriksa kepailitan yang bersangkutan.

Permohonan rehabilitasi akan diterima apabila pemohon dapat melampirkan bukti yang menyatakan bahwa para kreditor yang diakui sudah menerima pembayaran piutang seluruhnya. Terhadap putusan pengadilan ini tidak boleh diajukan kasasi.

Putusan mengenai pengabulan rehabilitasi harus diucapkan dalam sidang terbuka umum dan dicatat dalam register umum yang memuat:

  1. Ikhtisar putusan pengadilan;
  2. Uraian singkat mengenai isi putusan;
  3. Rehabilitasi.

4. Putusan Pailit Dibatalkan Oleh Tingkat Pengadilan Yang Lebih Tinggi

Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 196 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bahwa Terhadap putusan pengadilan, kurator atau setiap kreditur dapat mengajukan permohonan kasasi.

Selain dapat diajukan upaya hukum kasasi, putusan pailit juga dapat diajukan upaya hukum peninjaun kembali. Upaya ini dapat diajukan apabila ada pihak yang belum puas dengan hasil putusan hukum Pengadilan sebelumnya.

5. Pencabutan Atas Anjuran Hakim Pengawas

Hakim pengawas bertugas bersama-sama dengan kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Dalam hal pencabutan pailit atas anjuran hakim pengawas, sebagaimana dimaksud pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan bahwa pengadilan wajib mendengar pendapat dari hakim pengawas, sebelum mengambil putusan mengenai pengurusan dan pemberesan harta pailit.

Pengadilan Niaga atas anjuran dari Hakim pengawas dapat mencabut kepailitan dengan memperhatikan keadaan harta pailit. Keadaan ini terjadi bila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.

Setelah semua putusan Hakim Pengadilan dan Hakim Pengawas disetujui oleh semua pihak, berakhirnya kepailitan akan dianggap sah dan seluruh tanggungannya dianggap lunas.

Dapat disimpulkan menurut penjelasan diatas, bahwa Penyebab Berakhirnya Kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terdapat 5 alternatif, yang pertama perdamaian, apabila perdamaian tidak dapat ditempuh maka insolvensi dapat ditempuh sebagai alternatif dalam pemberesan harta pailit, selain itu dapat melalui rehabilitasi.

Selain itu, Penyebab Berakhirnya Kepailitan dapat terjadi karena adanya pembatalan Putusan Pailit dari Pengadilan yang lebih Tinggi, kemudian pencabutan status pailit atas anjuran dari Hakim Pengawas.

Baca juga: Penutupan Perusahaan: Sebab-Sebab Pembubaran Perseroan.

Bagi anda yang memiliki usaha, mencegah terjadinya pailit merupakan tugas anda, apabila terdapat keluhan seputar permasalahan hukum dalam usaha anda, segera konsultasikan dengan penasehat hukum yang tepat melalui Kontak – Selaras Law Firm!

Sumber:

Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.

Hanif, Rifqani Nur Fauziah. 2021. “Sebab-Sebab Berakhirnya Kepailitan”. Artikel DJKN. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Diakses melalui https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13930/Sebab-sebab-Berakhirnya-Kepailitan.html#:~:text=Kepailitan%20dapat%20berakhir%20dengan%20cara,telah%20menerima%20pembayaran%20utang%20seluruhnya pada 25 Maret 2022.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

]]>
https://selaraslawfirm.com/yuk-kenali-penyebab-berakhirnya-kepailitan/feed/ 1
Perusahaan Pailit? Yuk Kenali Lebih Jauh Penyebab Perusahaan Pailit https://selaraslawfirm.com/perusahaan-pailit-yuk-kenali-lebih-jauh-penyebab-perusahaan-pailit/ https://selaraslawfirm.com/perusahaan-pailit-yuk-kenali-lebih-jauh-penyebab-perusahaan-pailit/#respond Fri, 11 Feb 2022 12:40:11 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=462 Oleh: Hesti Zahrona Nurul Rohmah, S.H.

Tahukah Kamu bahwa salah satu penyebab berakhirnya operasional perusahaan adalah karena pailit?

Nah, berikut ini Kita akan mendalami lebih lanjut terkait konsep dari kepailitan. Simak sampai akhir ya Sobat!

Pailit dan Kepailitan

Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran.

Sedangkan kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang dimiliki maupun kekayaan yang akan dimiliki oleh debitur di kemudian hari.

Syarat Perusahaan Pailit

Nah, menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, syarat untuk seorang debitur/perusahaan dimohonkan pailit adalah sebagai berikut:

  1. Terdapat minimal 2 orang kreditur;
  2. Debitur tidak membayar lunas sedikitnya satu utang ; dan
  3. Utang tersebut telah jatuh waktu dan dapat ditagih.

Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan dengan percepatan waktu penagihannya, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.

Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut bahwa utang yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, adalah utang pokok atau bunganya.

Sesungguhnya, kepailitan menjadi solusi bagi debitur untuk dapat keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpitnya, dikarenakan debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi membayar utang-utang kepada para krediturnya.

Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 di Indonesia mengandung prinsip pari passu pro rate parte yang berarti harta kekayaan merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional (pro rate parte) di antara mereka, kecuali bagi kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan. Prinsip-prinsip ini diatur dalam Pasal 176 dan Pasal 189 ayat (4) KUHPerdata.

Perlu diketahui juga mengenai eksistensi dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang memiliki tujuan tersendiri, yakni sebagai berikut:

  1. Mengatur tingkat prioritas dan urutan masing-masing piutang kreditur;
  2. Mengatur tata cara agar seorang debitur dapat dinyatakan pailit;
  3. Mengatur bagaimana tata cara menentukan kebenaran adanya piutang kreditur;
  4. Mengatur sahnya piutang atau tagihan kreditur;
  5. Mengatur tata cara pencocokan atau verifikasi dari tagihan kreditur;
  6. Mengatur bagaimana tata cara membagi hasil penjualan harta kekayaan debitur sesuai prioritas dan urutan masing masing kreditur;
  7. Mengatur tata cara pendamaian yang ditempuh oleh debitur dengan para kreditur dan sesudah pernyataan pailit.

Lebih lanjut, baik debitur dan kreditur sama-sama memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan kepailitan kepada Ketua Pengadilan Niaga. Kemudian, Panitera akan mendaftarkan pada tanggal permohonan kepada pemohon diberikan tanda diterima.

Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

Paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.

Sidang pemeriksaan diselengarakan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.

Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.

Akibat Hukum Debitur Dinyatakan Pailit

Undang-Undang a quo juga menentukan asas-asas dalam kepailitan, yaitu  asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan dan asas integrasi. Kemudian, akibat hukum ketika seorang debitur dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:

  1. Sejak dibacakannya putusan kepailitan, ia kehilangan hak untuk melakukan pengurusan dan penugasan atas harta bendanya (persona Standi in ludicio)
  2. Pengurusan dan penguasaan harta pailit itu akan beralih ke tangan kurator, dan kurator akan bertindak selaku pengampu.
  3. Si pailit masih diperkenankan untuk melakukan perbuatan perbuatan hukum di bidang harta kekayaan
  4. Kurator harus pula memperhatikan keadaan si Pailit, artinya apabila dianggap perlu, demi kebutuhan hidup si pailit, maka kurator harus membayar tunjangan hidup si pailit

Nah, kini Sobat sudah memahami terkait seluk beluk kepailitan bukan?

Jangan lupa! Untuk kalian yang mengalami kesulitan terkait operasional pendirian atau pembubaran perusahaan, segera hubungi Selaras Law Firm ya!

Sumber:

Dedy Tri Hartono, “Perlindungan Hukum kreditur Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan”, Jurnal Ilmu Hukum, Edisi 1, Volume 4, 2016, hlm. 2.

Lambok Marisi Jakobus Sidabutar, “Hukum Kepailitan dalam Eksekusi Harta Benda Korporasi sebagai Pembayaran Uang Pengganti”, Jurnal Anti Korupsi Integritas, Volume 5, Nomor 2, hlm. 78.

Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, norma, dan Praktik di Peradilan, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 1.

Niru Anita Sinaga, “Hukum Kepailitan Dan Permasalahannya Di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume 7, Nomor 1, 2016, hlm. 162.

Sumber Gambar:

www.pexels.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

]]>
https://selaraslawfirm.com/perusahaan-pailit-yuk-kenali-lebih-jauh-penyebab-perusahaan-pailit/feed/ 0