Iklan merupakan cara bagi pelaku usaha untuk menyebarluaskan barang atau jasanya kepada masyarakat luas agar meningkatkan minat anggota masyarakat tersebut untuk membeli barang atau jasa yang dimaksud.
Iklan dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk namun tidak terbatas pada visual, audio, dan audiovisual.
Nah, iklan sendiri memiliki banyak manfaat, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. Bagi pelaku usaha, iklan bisa menjadi medium yang meningkatkan penjualan produk mereka apabila berhasil meningkatkan minat konsumen untuk membeli.
Bagi konsumen, iklan menjadi sarana yang penting untuk mendapatkan informasi seputar produk yang akan dikonsumsinya, sekaligus menjadi sarana untuk membandingkan produk yang satu dengan yang lainnya.
Pada intinya, iklan merupakan aspek yang penting dalam transaksi jual beli barang maupun jasa, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha.
Karena alasan tersebut di atas, sangat penting agar hadirnya iklan diatur dengan dasar hukum dan peraturan yang tegas. Seringkali, iklan yang mengandung pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataannya malah menyesatkan calon konsumen, yang akhirnya mengabaikan aspek perlindungan konsumen.
Untuk menghindari hal ini, iklan juga diatur lho dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, iklan diatur dalam Pasal 7, 8 serta 9 dalam Undang-Undang tersebut. Menurut Pasal 7, kewajiban pelaku usaha termasuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.
Pasal 8 menegaskan bahwa pelaku usaha dilarang memperjual belikan barang atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa.
Baca juga: Seluk Beluk Prosedur Pembubaran Koperasi.
Pasal 9 lalu merincikan lebih jauh lagi terkait jenis-jenis iklan yang dilarang. Menurut pasal tersebut, pelaku usaha dilarang mengiklankan suatu barang atau jasa seolah-olah:
Pasal 10 lalu menegaskan bahwa pelaku usaha dilarang membuat pernyataan-pernyataan menyesatkan dalam iklannya mengenai harga, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi, tawaran potongan harga, hadiah menarik yang ditawarkan, serta bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.
Pasal 11 menyatakan bahwa iklan dilarang untuk:
Menurut Pasal 12, iklan dilarang untuk menginformasikan bahwa produk memiliki harga khusus dalam waktu dan jumlah tertentu jika pelaku usaha tidak bermaksud untuk menjualnya dengan harga khusus dalam waktu dan jumlah tertentu tersebut.
Pasal 13 juga mengatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mengiklankan suatu produk dengan cara menjanjikan hadiah berupa produk lain namun bermaksud untuk tidak memberikannya sebagaimana yang dijanjikan.
Baca juga: Kupas Tuntas Mengenai Persekutuan Perdata, Cek Ketentuan Lengkapnya Disini!
Untuk obat-obatan, suplemen, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan, iklan dilarang untuk menjanjikan pemberian hadiah berupa produk lain. Ini ditegaskan dalam Pasal 13.
Larangan-larangan mengenai iklan tertentu juga berlaku bagi pelaku usaha periklanan. Pelaku usaha periklanan, menurut Pasal 17, dilarang untuk memproduksi iklan yang menyesatkan dari segi kualitas dan kuantitas yang ditawarkan, harga produk, jaminan/garansi, dan sebagainya.
Pasal 20 juga menegaskan bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.
Demikian hal-hal terkait iklan yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha, khususnya dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen. Selaras Law Firm membantu kamu yang memiliki permasalahan dibidang usaha, yuk konsultasikan permasalahan hukum kamu dengan konsultan hukum terbaik kami sekarang juga!
Sumber:
Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.
Sumber Gambar:
https://unsplash.com/
Editor: Siti Faridah, S.H.
]]>