Tahukah Kamu bahwa salah satu penyebab berakhirnya operasional perusahaan adalah karena pailit?
Nah, berikut ini Kita akan mendalami lebih lanjut terkait konsep dari kepailitan. Simak sampai akhir ya Sobat!
Pailit merupakan suatu keadaan di mana debitur tidak mampu untuk melakukan pembayaran-pembayaran terhadap utang-utang dari para krediturnya. Keadaan tidak mampu membayar lazimnya disebabkan karena kesulitan kondisi keuangan (financial distress) dari usaha debitur yang telah mengalami kemunduran.
Sedangkan kepailitan merupakan suatu putusan yang dikeluarkan oleh Pengadilan yang mengakibatkan sita umum atas seluruh kekayaan yang dimiliki maupun kekayaan yang akan dimiliki oleh debitur di kemudian hari.
Nah, menurut Pasal 2 ayat (1) Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, syarat untuk seorang debitur/perusahaan dimohonkan pailit adalah sebagai berikut:
Penjelasan Pasal 2 ayat (1) UUK dan PKPU menerangkan bahwa yang dimaksud dengan utang yang telah jatuh waktu dan dapat ditagih adalah kewajiban untuk membayar utang yang telah jatuh waktu, baik karena telah diperjanjikan dengan percepatan waktu penagihannya, karena pengenaan sanksi atau denda oleh instansi yang berwenang, maupun karena putusan pengadilan, arbiter, atau majelis arbitrase.
Namun, tidak dijelaskan lebih lanjut bahwa utang yang tidak dibayar oleh debitur sebagaimana dimaksud dalam ketentuan ini, adalah utang pokok atau bunganya.
Sesungguhnya, kepailitan menjadi solusi bagi debitur untuk dapat keluar dari persoalan utang piutang yang menghimpitnya, dikarenakan debitur tersebut sudah tidak mempunyai kemampuan lagi membayar utang-utang kepada para krediturnya.
Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 di Indonesia mengandung prinsip pari passu pro rate parte yang berarti harta kekayaan merupakan jaminan bersama untuk para kreditur dan hasilnya harus dibagikan secara proporsional (pro rate parte) di antara mereka, kecuali bagi kreditur yang menurut undang-undang harus didahulukan. Prinsip-prinsip ini diatur dalam Pasal 176 dan Pasal 189 ayat (4) KUHPerdata.
Perlu diketahui juga mengenai eksistensi dari Undang-Undang No. 37 Tahun 2004 yang memiliki tujuan tersendiri, yakni sebagai berikut:
Lebih lanjut, baik debitur dan kreditur sama-sama memiliki kewenangan untuk mengajukan permohonan kepailitan kepada Ketua Pengadilan Niaga. Kemudian, Panitera akan mendaftarkan pada tanggal permohonan kepada pemohon diberikan tanda diterima.
Panitera menyampaikan permohonan pernyataan pailit kepada Ketua Pengadilan paling lambat 2 (dua) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Paling lambat 3 (tiga) hari setelah tanggal permohonan pernyataan pailit didaftarkan, Pengadilan mempelajari permohonan dan menetapkan hari sidang.
Sidang pemeriksaan diselengarakan paling lambat 20 (dua puluh) hari setelah tanggal permohonan didaftarkan.
Permohonan pernyataan pailit harus dikabulkan apabila terdapat fakta atau keadaan yang terbukti secara sederhana bahwa persyaratan untuk dinyatakan pailit sebagaimana dimaksud dalam Pasal 2 ayat (1) telah dipenuhi.
Undang-Undang a quo juga menentukan asas-asas dalam kepailitan, yaitu asas keseimbangan, asas kelangsungan usaha, asas keadilan dan asas integrasi. Kemudian, akibat hukum ketika seorang debitur dinyatakan pailit adalah sebagai berikut:
Nah, kini Sobat sudah memahami terkait seluk beluk kepailitan bukan?
Jangan lupa! Untuk kalian yang mengalami kesulitan terkait operasional pendirian atau pembubaran perusahaan, segera hubungi Selaras Law Firm ya!
Sumber:
Dedy Tri Hartono, “Perlindungan Hukum kreditur Berdasarkan Undang-Undang Kepailitan”, Jurnal Ilmu Hukum, Edisi 1, Volume 4, 2016, hlm. 2.
Lambok Marisi Jakobus Sidabutar, “Hukum Kepailitan dalam Eksekusi Harta Benda Korporasi sebagai Pembayaran Uang Pengganti”, Jurnal Anti Korupsi Integritas, Volume 5, Nomor 2, hlm. 78.
Hadi Shubhan, Hukum Kepailitan: Prinsip, norma, dan Praktik di Peradilan, Jakarta: Kencana, 2009, hlm. 1.
Niru Anita Sinaga, “Hukum Kepailitan Dan Permasalahannya Di Indonesia”, Jurnal Ilmiah Hukum Dirgantara, Volume 7, Nomor 1, 2016, hlm. 162.
Sumber Gambar:
www.pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.
]]>