Oleh: Adib Gusti Arigoh<\/b><\/p>\n
Halo sobat <\/span><\/i>selaras<\/span><\/i><\/a>!<\/span><\/i><\/p>\n Apakah kalian pernah mendengar tentang daya paksa dan pembelaan paksa sebagai alasan penghapus pidana? Kedua terminologi tersebut memang terlihat mirip ya, namun sebenarnya daya paksa dan bela paksa adalah kedua hal yang berbeda. Yuk, mari kita bahas!<\/span><\/p>\n Daya paksa atau <\/span>Overmacht <\/span><\/i>adalah keadaan dimana seseorang terpaksa melakukan tindak pidana karena paksaan orang lain. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 48 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (\u201c<\/span>KUHP<\/b>\u201d) yang berbunyi:<\/span><\/p>\n \u201c<\/span>Barang siapa melakukan perbuatan karena pengaruh daya paksa, tidak dapat dipidana.\u201d<\/span><\/i><\/p><\/blockquote>\n Sebagai contoh dari keadaan daya paksa adalah notaris membuat surat-akta otentik, Talon, atau Surat utang palsu karena ditodongkan senjata kepadanya. Notaris tersebut tidak memiliki pilihan selain melakukan apa yang penodong tersebut inginkan.\u00a0<\/span><\/p>\n Baca Juga: <\/b>Batasan dalam Asas Kebebasan Berkontrak<\/b><\/a>.<\/b><\/p>\n Dalam keadaan normal, perbuatan notaris tersebut merupakan tindak pidana karena melakukan tindak pidana pemalsuan surat sebagaimana yang disebutkan dalam pasal 264 ayat (1) KUHP yang berbunyi:<\/span><\/p>\n 1. Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun jika dilakukan terhadap:<\/span><\/p>\n Namun, dalam kondisi yang terpaksa melakukan tindak pidana pemalsuan surat tersebut, notaris dianggap hapus unsur kesalahannya. Hal ini terjadi karena ia baik secara batin, dan fisik dibawah tekanan yang besar.<\/span><\/p>\n Menurut R.Sugandhi, S.H. makna \u201ckarena pengaruh paksa\u201d dalam pasal 48 KUHP mencakup pengaruh daya paksa batin, rohani, ataupu jasmani. Daya paksa yang dimaksud tidak mungkin ditentang karena pelaku memiliki kekuasaan (dominasi) yang lebih besar pada saat mengancam korban.<\/span><\/p>\n Pembelaan paksa atau <\/span>noodweer<\/span><\/i> adalah pembelaan dengan terpaksa yang dilakukan orang untuk menyelamatkan atau melindungi dirinya, dan dalam melakukan hal tersebut ia melakukan tindakan yang dapat dipidana. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 49 ayat (1) dan ayat (2) KUHP yang berbunyi:<\/span><\/p>\n (1) Tidak dipidana, barang siapa melakukan perbuatan pembelaan terpaksa untuk diri sendiri maupun untuk orang lain, kehormatan kesusilaan atau harta Benda sendiri maupun orang lain, karena ada serangan ancaman serangan yang sangat dekat pada saat itu yang melawan hukum.<\/span><\/p>\n (2) Pembelaan terpaksa yang melampaui batas, yang langsung disebabkan oleh guncangan jiwa yang hebat karena serangan atau ancaman serangan atau ancaman serangan itu tidak dipidana.<\/span><\/p>\n Sebagai contoh pembelaan paksa adalah seorang wanita yang melawan saat hendak diperkosa oleh orang lain. Pada saat melakukan perlawan ternyata pelaku pemerkosaan tersebut mengalami patah tangan dan luka-luka dan akhirnya meninggal saat dilarikan ke rumah sakit. Dalam situasi tersebut, wanita itu tidak dapat dipidana karena melindungi kehormatan kesusilaan dirinya sehingga memiliki alasan pemaaf.<\/span><\/p>\n Dalam keadaan normal, tindakan wanita tersebut merupakan tindak pidana penganiayaan. Sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 351 ayat (1), ayat (2) dan ayat (3) KUHP:<\/span><\/p>\n (1) Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah.<\/span><\/p>\n (2) Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana penjara paling lama lima ratus rupiah<\/span><\/p>\n (3) Jika mengakibatkan mati, diancam dengan penjara paling lama tujuh tahun<\/span><\/p>\n Nah, karena ia melakukan pembelaan paksa agar dirinya terlindungi saat itu juga, wanita tersebut tidak dapat dipidana meskipun telah memenuhi unsur-unsur dalam Pasal 351 KUHP diatas.<\/span><\/p>\n1. Daya paksa<\/b><\/h3>\n
\n
2. Pembelaan Paksa<\/b><\/h3>\n