Oleh: Marcelia Puspa Andini<\/span><\/p>\n Hallo<\/span><\/i>, Sobat<\/span> Selaras<\/span><\/a>!<\/span><\/p>\n \u201c<\/span>Facta Sunt Potentiora Verbis<\/span><\/i> (perbuatan atau fakta jauh lebih kuat dari kata-kata)\u201d<\/span><\/p>\n –<\/span> Adagium Hukum<\/span><\/p>\n Lie detector merupakan alat yang menerapkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti psikologi, kedokteran, biologi, fisika, komputer dan lainnya.<\/span><\/p>\n Alat ini sangat berguna di kalangan penegak hukum karena penggunaannya yang sebagai pengungkap dari berbagai fakta.<\/span><\/p>\n Lantas apakah penggunaan <\/span>lie detector<\/span><\/i> tersebut dapat dijadikan alat bukti dalam perkara pidana pembunuhan berencana?<\/span><\/p>\n Secara umum, <\/span>Lie detector<\/span><\/i> adalah sebuah alat yang merupakan gabungan dari beberapa alat kesehatan yang digunakan untuk mendeteksi seseorang, apakah berkata bohong atau jujur dengan menggunakan mesin <\/span>polygraph<\/span><\/i>.<\/span><\/p>\n Dalam melakukan pemeriksaan lie detector terdapat syarat formal dan teknis yang perlu dipenuhi.<\/span><\/p>\n \u00a0Persyaratan formal antara lain:<\/span><\/p>\n Sedangkan persyaratan teknis antara lain:<\/span><\/p>\n Ketentuan yang tertera di atas memberikan perluasan dari tempat pelaksanaan pemeriksaan lie detector yakni dapat mendatangi TKP, sehingga tidak terbatas dilaksanakan pada Labfor Polri dan\/atau satuan kewilayahan saja.\u00a0<\/span><\/p>\n Baca juga:<\/b> Pengakuan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia<\/b><\/a>.<\/b><\/p>\n Pada prinsipnya, metode pendeteksi kebohongan bekerja dengan berdasar pada perubahan respon fisiologis tubuh manusia yang diakibatkan oleh usahanya untuk menutupi kebohongannya.<\/span><\/p>\n Akan tetapi, mendeteksi kebohongan juga dapat dilakukan dengan beberapa metode lainnya. Beberapa dari metode pendeteksi kebohongan tersebut ialah berdasarkan:<\/span><\/p>\n Metode pengujian kebohongan adalah sebuah pendekatan yang dilakukan dengan mengamati respon tubuh yang dijadikan dasar analisa untuk menilai seseorang apakah sedang berbohong atau tidak.<\/span><\/p>\n Secara umum, orang yang sedang berbohong akan mengalami tekanan (stress) dan manifestasi stress bisa ditanggap dalam banyak bentuk seperti produksi keringat, perubahan bentuk tulisan tangan, panas pada kulit, perubahan suara, gesture dan lainnya.<\/span><\/p>\n Setiap metode uji kebohongan memiliki kekuatan dan kelemahan masing-masing. Secara umum, kelemahan metode deteksi kebohongan adalah pada saat proses penilaian terutama proses yang evaluasinya dilakukan secara manual.<\/span><\/p>\n Uji kebohongan ini dapat memberikan hasil yang lebih optimal dan sangat baik apabila pengujiannya dilakukan dengan menggabungkan beberapa metode.<\/span><\/p>\n Penggunaan lie detector dalam kasus tindak pidana khususnya pembunuhan berencana memiliki urgensi yang mana diantaranya yaitu:<\/span><\/p>\n Jadi penggunaan lie detector sebagai alat pendukung proses pemeriksaan dalam tahap penyidikan memiliki urgensi dalam mengungkap kasus tindak pidana pembunuhan berencana yang mana hasil lie detector ini akan dikaitkan dengan alat bukti yang telah ada sebelumnya guna mendapatkan suatu persesuaian fakta yang sebenarnya.<\/span><\/p>\n Berdasarkan Pasal 184 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana (\u201cKUHAP\u201d), alat bukti sah adalah:<\/span><\/p>\n Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (\u201cUU ITE\u201d) telah mengakomodir pengaturan mengenai alat bukti digital\/elektronik yang mana termasuk di dalamnya ialah hasil dari lie detector.<\/span><\/p>\n Dalam Pasal 5 UU ITE, yang dimaksud dengan alat bukti untuk tindak pidana terkait UU ITE adalah alat bukti yang diatur dalam peraturan perundang-undangan (Pasal 184 ayat (1) KUHAP) dan alat bukti lain termasuk informasi elektronik maupun dokumen elektronik. Jika dilihat dari bentuknya, lie detector termasuk dalam alat bukti dokumen elektronik.\u00a0<\/span><\/p>\n Berkenaan dengan penggunaan lie detector sebagai alat bukti, kita dapat mengacu kepada UU ITE yang merupakan dasar hukum dalam penggunaan sistem elektronik\/informasi sebagai alat bukti di pengadilan.\u00a0<\/span><\/p>\n Lie detector dapat dikatakan sebagai alat bukti yang sah menurut hukum acara yang berlaku di Indonesia apabila hasil pemeriksaan atas keabsahan dari tes lie detector diberikan oleh seorang ahli\/keterangan ahli laboratorium forensik komputer.<\/span><\/p>\n Berdasarkan penjelasan pada Pasal 184 KUHAP, telah jelas bahwa KUHAP hanya mengatur tentang 5 (lima) alat bukti yang sah dan diluar dari alat-alat bukti tersebut tidak dibenarkan untuk dipergunakan sebagai alat bukti dalam membuktikan kesalahan pelaku tindak pidana.<\/span><\/p>\n Namun untuk memberikan kepastian hukum dan perlindungan hukum yang berkenaan dengan penggunaan lie detector sebagai alat bukti petunjuk, hakim dapat melakukan suatu penafsiran ekstensif yang merupakan pemikiran secara meluas dari peraturan perundang-undang yang berlaku positif (dalam hal ini alat bukti petunjuk diperluas sehingga lie detector dapat dijadikan alat bukti yang sah pada proses peradilan pidana).\u00a0<\/span><\/p>\n Penafsiran ekstensif yang dilakukan hakim tidak hanya sebatas pada peraturan-peraturan yang ada di dalam KUHAP melainkan dapat juga mengacu kepada UU ITE yang merupakan dasar hukum dalam penggunaan sistem elektronik.<\/span><\/p>\n UU ITE ini lebih memberikan kepastian hukum karena ruang lingkup berlakunya lebih luas, selain itu UU ITE juga mengakui hasil penggunaan sistem elektronik, khususnya mengenai hasil tes pengujian lie detector sebagai alat bukti yang sah, yaitu sebagai alat bukti petunjuk.<\/span><\/p>\n Nahh<\/span><\/i> itu dia pembahasan mengenai \u201c<\/span>Urgensi dan Kedudukan Lie Detector sebagai Alat Bukti dalam Perkara Pidana<\/b>\u201d. Apabila Sobat<\/span> Selaras<\/span><\/a> ingin mengetahui hal-hal seputar hukum lainnya, Sobat<\/span> Selaras<\/span><\/a> dapat menghubungi kami atau baca artikel-artikel menarik kami lainnya di<\/span> Selaras Law Firm<\/span><\/a> ya!<\/span><\/p>\n Dasar Hukum:<\/b><\/p>\n Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana\u00a0<\/span><\/p>\n Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik<\/span><\/p>\n Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 10 Tahun 2009<\/span><\/p>\n Sumber:<\/b><\/p>\n I Gede Aris Gunadi, Agus Harjoko. \u201cTelaah Metode-metode Pendeteksi Kebohongan\u201d. IJCCS, Volume 6, Nomor 2, 2012.<\/span><\/i><\/p>\n Vinca Fransisca Yusefin dan Sri Mulyati Chalil, \u201cPenggunaan Lie Detector (Alat Pendeteksi Kebohongan) dalam Proses Penyidikan Terhadap Tindak Pidana Dihubungkan dengan Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana\u201d. Jurnal Ilmu Hukum, Volume 17, Nomor 2, 2018.<\/span><\/i><\/p>\n Yahya harahap. Pembahasan Permasalahan dan Penerapan KUHAP Pemeriksaan Sidang Pengadilan, Banding, Kasasi, dan Peninjauan Kembali. Jakarta: Sinar Grafika, 2012.<\/span><\/i><\/p>\n Sumber Gambar: hellosehat.com<\/p>\n Editor: Bambang Sukoco, S.H.<\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":" Oleh: Marcelia Puspa Andini Hallo, Sobat Selaras! \u201cFacta Sunt Potentiora Verbis (perbuatan atau fakta jauh lebih kuat dari kata-kata)\u201d – Adagium Hukum Lie detector merupakan alat yang menerapkan berbagai cabang ilmu pengetahuan seperti psikologi, kedokteran, biologi, fisika, komputer dan lainnya. Alat ini sangat berguna di kalangan penegak hukum karena penggunaannya yang sebagai pengungkap dari berbagai […]<\/p>\n","protected":false},"author":5,"featured_media":1616,"comment_status":"closed","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"site-sidebar-layout":"default","site-content-layout":"default","ast-site-content-layout":"","site-content-style":"default","site-sidebar-style":"default","ast-global-header-display":"","ast-banner-title-visibility":"","ast-main-header-display":"","ast-hfb-above-header-display":"","ast-hfb-below-header-display":"","ast-hfb-mobile-header-display":"","site-post-title":"","ast-breadcrumbs-content":"","ast-featured-img":"","footer-sml-layout":"","theme-transparent-header-meta":"default","adv-header-id-meta":"","stick-header-meta":"","header-above-stick-meta":"","header-main-stick-meta":"","header-below-stick-meta":"","astra-migrate-meta-layouts":"default","ast-page-background-enabled":"default","ast-page-background-meta":{"desktop":{"background-color":"","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"tablet":{"background-color":"","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"mobile":{"background-color":"","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""}},"ast-content-background-meta":{"desktop":{"background-color":"var(--ast-global-color-5)","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"tablet":{"background-color":"var(--ast-global-color-5)","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"mobile":{"background-color":"var(--ast-global-color-5)","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""}},"_joinchat":[],"footnotes":""},"categories":[23],"tags":[1191,1192,1190],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1615"}],"collection":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/users\/5"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=1615"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1615\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":1617,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/1615\/revisions\/1617"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/media\/1616"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=1615"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=1615"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=1615"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}Pengertian Lie Detector<\/b><\/h4>\n
Syarat Formal dan Teknis Pemeriksaan Polygraph<\/b><\/h4>\n
\n
\n
\n
\n
\n
Metode Pendeteksi Kebohongan<\/b><\/h4>\n
\n
Urgensi Penggunaan Lie Detector<\/b><\/h4>\n
\n
Alat Bukti dalam Perkara Pidana<\/b><\/h4>\n
\n
Kedudukan Lie Detector sebagai Alat Bukti dalam Perkara Pidana<\/b><\/h4>\n