Oleh: Chaira Machmudya Salsabila, S.H.<\/p>\n
Sobat pasti pernah mendapati adanya ketentuan-ketentuan dalam transaksi jual-beli yang Anda lakukan di platform e-commerce<\/i>\u00a0atau dalam kegiatan jual-beli barang dan jasa lainnya.<\/p>\n
Dalam transaksi di\u00a0e-commerce\u00a0<\/i>misalnya, sering sekali penjual memberi persyaratan bagi pembeli seperti kalimat di bawah ini:<\/p>\n \u201cPenjual tidak bertanggung jawab atas segala jenis kerusakan atau kehilangan barang terkait yang terjadi selama proses pengiriman.\u201d<\/i><\/p>\n \u201cBarang yang sudah dibeli tidak dapat dikembalikan kepada penjual.\u201d<\/i><\/p><\/blockquote>\n Atau bahkan dalam karcis parkir kendaraan di gedung-gedung atau pusat perbelanjaan, seringkali ada kalimat seperti ini:<\/p>\n \u201cKami tidak bertanggungjawab atas segala bentuk kerusakan atau kehilangan kendaraan Anda.\u201d<\/i><\/p><\/blockquote>\n Bentuk kalimat di atas merupakan contoh-contoh dari klausula baku. Klausula baku merupakan klausula yang umumnya terdapat dalam perjanjian jual-beli yang dicantumkan sepihak oleh pelaku usaha dalam ketentuan pembelian, faktur, bon, maupun karcis seperti yang disebutkan dalam contoh tadi.<\/p>\n Pada umumnya, klausula baku bersifat tidak dapat dinegosiasikan oleh konsumen, yang artinya konsumen wajib menyetujui klausula baku tersebut apabila menyetujui untuk membeli barang atau jasa terkait.<\/p>\n Lantas, apakah klausula baku memang diperbolehkan menurut hukum di Indonesia? Bagaimanakah pengaturannya? Yuk kita simak pembahasannya di bawah ini!<\/p>\n Menurut Pasal 1 angka 10 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, klausula baku adalah setiap aturan atau ketentuan yang telah dipersiapkan dan ditetapkan terlebih dahulu secara sepihak oleh pelaku usaha yang dituangkan dalam suatu dokumen dan\/atau perjanjian yang mengikat dan wajib dipenuhi oleh konsumen.<\/p>\n Menurut Pasal 18 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen,\u00a0 pelaku usaha dilarang membuat klausula baku yang mengandung unsur-unsur berikut di bawah ini dalam menawarkan barang atau jasa yang diperdagangkannya:<\/p>\n Selain itu, pelaku usaha juga dilarang untuk mencantumkan klausula baku yang letak atau bentuknya sulit terlihat atau tidak dapat dibaca secara jelas, atau yang pengungkapannya sulit dimengerti.<\/p>\n Apabila unsur-unsur diatas terpenuhi, maka klausula baku tersebut batal demi hukum.<\/p>\n Demikian pembahasan singkat mengenai klausula baku serta pengaturannya menurut hukum di Indonesia. Semoga bermanfaat bagi Sobat! Apabila Sobat memiliki permasalahan hukum, segera konsultasikan ke Selaras Law Firm sekarang juga!<\/p>\n Sumber:<\/b><\/p>\n Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.<\/p>\nKlausula Baku Menurut UU Perlindungan Konsumen<\/b><\/h3>\n
Ciri-Ciri Klausula Baku<\/b><\/h3>\n
Ada Beberapa Ciri Dari Suatu Perjanjian Atau Klausula Baku, Yaitu:<\/h4>\n
\n
Larangan Klausula Baku<\/b><\/h3>\n
\n