Oleh: Laila Afiyani, S.H.<\/p>\n
\u201cPerjanjian lisensi merupakan suatu ikatan antara kedua belah pihak berupa pemberian izin untuk memanfaatkan suatu Hak Atas Kekayaan Intelektual.\u201d<\/i><\/p><\/blockquote>\n
Sobat pasti sudah bukan hal asing lagi mendengar tentang lisensi terhadap Hak Kekayaan Intelektual\u00a0 (\u201cHKI\u201d) khususnya Lisensi Merek<\/a>\u00a0bukan?<\/p>\n
Nah<\/i>, pada artikel kali ini penulis akan menyinggung sedikit bahkan mengingatkan lagi seputar Lisensi\u00a0Merek<\/a>\u00a0itu sendiri akan tetapi memiliki\u00a0scope<\/i>\u00a0pembahasan yang semakin melebar yaitu mengenai lisensi merek internasional.<\/p>\n
Sebenarnya bagaimana\u00a0sih<\/i>\u00a0pemilihan hukum dalam\u00a0Lisensi Merek<\/a>\u00a0internasional itu?<\/p>\n
Penasaran? Yuk, Simak ulasan selanjutnya yang akan dijelaskan dibawah ini!<\/p>\n
Pemberian Lisensi Merek<\/b><\/h3>\n
Pemberian lisensi ini dapat diberikan oleh pemberi lisensi kepada penerima lisensi agar penerima lisensi dapat melakukan suatu bentuk kegiatan usaha, baik dalam bentuk teknologi atau pengetahuan, maupun dalam bentuk hal lain, yang dapat dipergunakan untuk memproduksi, menghasilkan, menjual, atau memasarkan barang (berwujud) tertentu, maupun yang akan digunakan untuk melaksanakan suatu kegiatan jasa tertentu, dengan mempergunakan HKI tersebut.<\/p>\n
Baca juga:\u00a0<\/b>Alur Pendaftaran Hak Paten: Berikut Penjelasan Singkatnya!<\/b><\/a><\/p>\n
Sebagai salah satu kontrak bisnis, perjanjian lisensi merek mengandung beberapa prinsip hukum kontrak yang menjadi pijakan bagi para pihak.<\/p>\n
Prinsip-prinsip hukum tersebut terdapat dalam\u00a0Burgelijk Wetboek\u00a0<\/i>(BW) yakni:<\/h4>\n
1. Prinsip Kebebasan Berkontrak<\/h5>\n
Prinsip ini menegaskan bahwa perjanjian lisensi merek dibuat berdasarkan kebebasan berkontrak\u00a0(freedom of contract).\u00a0<\/i><\/p>\n
Para pihak diberi kebebasan untuk merumuskan isi perjanjian lisensi sesuai dengan kehendaknya masing-masing yang menyangkut besaran royalti, waktu pembayaran royalti, penyelesaian sengketa dan berakhirnya perjanjian lisensi.<\/p>\n
2. Prinsip Konsensualisme<\/h5>\n
Prinsip ini berdasarkan pada ketentuan pasal 1320 BW yang menatur mengenai syarat-syarat sahnya perjanjian yaitu:<\/p>\n
\n
- Adanya kesepakatan para pihak<\/li>\n
- Adanya kecakapan untuk membuat perikatan<\/li>\n
- Suatu hal tertentu\/objek perjanjian<\/li>\n
- Kausa yang diperbolehkan.<\/li>\n<\/ul>\n
3. Prinsip Kesamaan Derajat<\/h5>\n
Jika dilihat dari hak dan kewajiban antara pemberi dan penerima lisensi memiliki kedudukan yang sama (sederajat). Kedudukan yang sederajat itu antara lain terbukti bahwa untuk memutuskan kontrak secara sepihak tidak hanya dimiliki oleh pemberi lisensi tetapi juga penerima lisensi.<\/p>\n
Jadi dalam kontrak lisensi manakala pemberi lisensi tidak dapat memenuhi kewajiban dengan baik, penerima lisensi dapat meminta pembatalan perjanjian dan begitu juga sebaliknya.<\/p>\n
Mengingat perjanjian lisensi sifatnya internasional, maka prinsip persamaan derajat ini sangat penting karena prinsip ini menempatkan para pihak dalam kedudukan yang sama, tanpa membedakan perbedaan warna kulit, bangsa, kekayaan, kekuasaan dan sebagainya.<\/p>\n
4. Prinsip Saling Menguntungkan<\/h5>\n
Prinsip ini menghendaki bahwa para pihak harus memperoleh nilai ekonomis (keuntungan) atas perjanjian yang dibuatnya.<\/p>\n
Pemberi lisensi memperoleh pembayaran royalti yang diterima dari penerima lisensi yang merupakan keuntungan tersendiri bagi pemberi lisensi karena nilai ekonomi yang terkandung dalam merek.<\/p>\n
5. Prinsip Itikad Baik<\/h5>\n
Asas Itikad baik dalam perjanjian lisensi merek tersirat dalam Pasal 48 UU Merek. Asas Itikad baik ini merupakan asas yang sangat penting, mengingat salah satu perselisihan yang timbul dalam kontrak disebabkan pelanggaran kontrak perjanjian lisensi.<\/p>\n
Perjanjian Lisensi Antar Negara<\/b><\/h3>\n
Meskipun telah diakui adanya kebebasan para pihak dalam melakukan pilihan hukum, terhadap kebebasan itu masih tetap ada pembatasan atau kontrol terhadap suatu kebebasan pilihan dalam perjanjian lisensi sebelum menentukan hukum mana yang harus diberlakukan bila terjadi sengketa dalam suatu perjanjian.<\/p>\n
Khususnya perjanjian lisensi antara kedua belah pihak yang berbeda kewarganegaraan, dalam menentukan pilihan hukum para pihak menentukan atau tidak dalam isi kontrak secara tegas pilihan hukum yang akan dipergunakan jika terjadi sengketa di kemudian hari.<\/p>\n
Dalam praktek terdapat 4 macam pilihan hukum yaitu:<\/p>\n
\n
- Pilihan hukum secara tegas;<\/i><\/li>\n
- Pilihan hukum secara diam-diam;<\/i><\/li>\n
- Pilihan hukum secara dianggap;<\/i><\/li>\n
- Pilihan hukum secara\u00a0hypothesich.<\/i><\/li>\n<\/ol>\n
Hukum dari tempat perjanjian lisensi dalam menentukan hukum mana yang akan digunakan dapat dengan cara prinsip\u00a0Lex Loci<\/i>\u00a0Contractus<\/i>, yaitu hukum yang akan berlaku adalah hukum tempat dimana kontrak tersebut dibuat.<\/p>\n
Cara lainnya adalah dengan menggunakan prinsip\u00a0Lex Loci Solutionis<\/i>, hukum dari tempat dilaksanakannya kontrak tersebutlah yang digunakan dalam usaha penyelesaian sengketa terhadap kontrak yang dibuat oleh para pihak tersebut.<\/p>\n
Dalam hukum yang paling dominan dilaksanakannya dalam perjanjian lisensi, teori lain yang dapat digunakan dalam menyelesaikan sengketa perjanjian lisensi adalah\u00a0The Most Characteristic Connection Theory<\/i>\u00a0dimana hukum yang akan dipakai dalam hukum dari pihak yang memiliki titik taut yang paling karakteristik dari suatu kontrak atau pelaksanaannya.<\/p>\n
Penentuan pilihan hukum yang dipakai dalam suatu kasus tentang kontrak internasional yang salah satunya mengenai perjanjian lisensi yang para pihaknya berbeda kewarganegaraan adalah pertama-tama hukum pilihan para pihak.<\/p>\n