Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831

Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/rest-api/class-wp-rest-server.php on line 1831
{"id":753,"date":"2022-05-12T01:12:48","date_gmt":"2022-05-12T01:12:48","guid":{"rendered":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/?p=753"},"modified":"2022-05-12T01:12:48","modified_gmt":"2022-05-12T01:12:48","slug":"memahami-pengertian-insolvensi-dalam-kepailitan","status":"publish","type":"post","link":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/memahami-pengertian-insolvensi-dalam-kepailitan\/","title":{"rendered":"Memahami Pengertian Insolvensi Dalam Kepailitan"},"content":{"rendered":"

Oleh: Fatimatul Uluwiyah<\/p>\n

Insolvensi merupakan salah satu istilah yang sering dikaitkan dengan pailit. Pailit merupakan keadaan dimana perusahaan selaku debitor tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor karena bangrut\/ pailit, sedikit berbeda dengan keadaan insolvensi yaitu suatu kondisi dimana perusahaan tidak bisa membayar seluruh hutangnya pada kreditur.<\/p><\/blockquote>\n

Keadaan insolvensi ini kerap kali menjadi alasan suatu perusahaan mengalami kepailitan dan berakhir pada penutupan perusahaan.\u00a0Sebenarnya apakah yang dimaksud dengan keadaan insolvensi ini?<\/p>\n

Simak penjelasan mengenai insolvensi berikut ini!<\/p>\n

Pengertian Insolvensi<\/b><\/h3>\n

Dalam penjelasan Pasal 57 (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang, yang dimaksud dengan insolvensi adalah keadaan tidak mampu membayar.<\/p>\n

Sedangkan menurut Jack P. Friedman adalah ketidaksanggupan untuk memenuhi kewajiban finansial ketika jatuh waktu seperti layaknya dalam bisnis atau kelalaian kewajiban dibandingkan dengan asetnya dalam waktu tertentu.<\/p>\n

Dasar insolvensi diartikan sebagai berhenti membayar sebagaimana terdapat dalam Pasal 1 Ayat (1) hal ini dikemukakan oleh Faillissmentsverodening. Tidak ada pertimbangan oleh hakim bahwa debitor baru satu kali atau dua kali tidak membayar utangnya yang telah jatuh temponya dapat dijatuhkan pailit.<\/p>\n

Sedangkan menurut pendapat Tirta Atmidjaja bahwasanya debitor yang baru sekali saja menolak pembayaran maka hal itu belumlah merupakan suatu keadaan berhenti membayar.<\/p>\n

Definisi dari Otoritas Jasa Keuangan dalam OJK-Pedia menyebutkan bahwa\u00a0insolvency<\/i>\u00a0yaitu\u00a0ketidakmampuan seseorang atau badan untuk membayar utang tepat pada waktunya atau keadaan yang menunjukkan jumlah kewajiban melebihi harta.<\/p>\n

Bila mengacu pada definisi Sutan Remy Sjahdeini yang pada intinya menyebutkan bahwa insolvensi adalah suatu keadaan dimana perusahaan selaku debitor tidak dapat membayar semua hutang pada seluruh kreditornya, bukan tidak hanya bisa melunasi salah satu kreditornya.<\/p>\n

Insolvensi ini terjadi apabila dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan perdamaian, ataupun bisa juga perdamaian yang dipecahkan karena tidak dipenuhi sebagaimana yang telah disetujui.<\/p>\n

Dalam hal ini terjadi apabila bila dalam rapat pencocokan utang piutang tidak ditawarkan perdamaian atau bila perdamaian yang ditawarkan telah ditolak. Maka kurator atau seorang kreditor yang hadir dalam rapat tersebut dapat mengusulkan agar perusahaan debitor pailit dilanjutkan.<\/p>\n

Untuk itu dapat dipahami bahwa keadaan insolvensi bisa dilihat dengan memperhatikankedua tanda, yaitu gagalnya debitor untuk dapat membayar atas seluruh hutang yang dibebankan atasnya, dan nilai hutang dari debitor lebih besar nilainya daripada seluruh aset kekayaan yang dimilikinya.<\/p>\n

Baca juga:\u00a0<\/b>Perbedaan Likuidasi dan Pailit Dalam Penutupan Perusahaan<\/b><\/a><\/p>\n

Jenis-Jenis Insolvensi<\/b><\/h3>\n

Menurut kajian teoritik dalam perspektif kepailitan pada umumnya terdapat dua jenis insolvensi yang dikenal, yaitu:<\/p>\n

1. Balance Sheet Insolvency<\/i><\/h4>\n

Keadaan ini merupakan ketidakmampuan debitor untuk membayar utang-utangnya dimana nilai semua utang melebihi nilai semua asetnya, atau biasa disebut sebagai nilai utang debitor melebihi nilai asetnya.<\/p>\n

2. Cash Flow Insolvency<\/i><\/h4>\n

Keadaan ini merupakan finansial dimana debitor tidak mampu membayar utang-utangnya akibat adanya keadaan sesaat dari keuangan debitor karena debitor tidak dapat membayar utang-utangnya setelah jatuh waktu dan dapat ditagih. Atau karena pada saat itu debitor tidak memiliki atau tidak cukup memiliki likuiditas untuk membayar utang atau utang-utangnya tersebut.<\/p>\n

Dengan timbulnya keadaan insolvensi ini maka kurator dapat memulai mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit, yaitu:<\/p>\n

    \n
  1. Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang debitor pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Pengawas.<\/li>\n
  2. Melanjutkan pengelolaan perusahaan debitor pailit apabila dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Pengawas.<\/li>\n
  3. Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut.<\/li>\n
  4. Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.<\/li>\n<\/ol>\n

    Setelah langkah-langkah berikut diselesaikan oleh kurator, terdapat dua kemungkinan yang dapat terjadi, yang pertama apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir. Debitur kemudian akan kembali dalam keadaan semula, dan tidak lagi berada di bawah pengawasan Kurator.<\/p>\n

    Kemudian kemungkinan yang kedua ini terjadi apabila pada saat berakhirnya pembagian ternyata masih terdapat harta kekayaan debitor, maka atas perintah Pengadilan Niaga, kurator akan membereskan dan melakukan pembagian atas daftar-daftar bagian yang sudah pernah dibuat dahulu.<\/p>\n

    Baca juga:\u00a0<\/b>Yuk Lebih Jauh Pahami tentang Perusahaan Pailit.<\/b>\u00a0<\/a><\/p>\n

    Seluruh utang yang dimaksud di atas merupakan keseluruhan dari semua jenis kreditur yang memberikan pinjaman kepada perusahaan selaku debitor, yang meliputi kreditor konkuren, kreditor preferen, maupun kreditor separatis.<\/p>\n

    Salah satu cara dapat menjadi acuan untuk mengetahui apakah debitor dikatakan dalam keadaan insolvensi atau belum adalah dengan menjumlahkan nilai atau jumlah utang debitor kepada semua pihak yang menjadi kreditor.<\/p>\n

    Untuk selanjutnya dapat dikomparasikan dengan jumlah nilai kekayaan atau aset perusahaan yang dimiliki, sehingga apabila didapat nilai aset debitor lebih rendah dari jumlah utang pada kreditor, maka dapat dikatakan bahwa debitor dalam keadaan insolven, sehingga bagi debitor harus lebih berhati-hati dalam mengelola aset dan segera melakukan perkembangan.<\/p>\n

    Perlu digaris bawahi bahwasannya dalam Pasal 2 Ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang disebutkan bahwa debitur yang mengalami insolvensi tidak bisa dikatakan pailit ataupun dipailitkan.<\/p>\n

    Baca Juga:\u00a0<\/b>Perbedaan Kreditur Konkuren, Kreditur Separatis, Dan Kreditur Preferen Dalam Pemberesan Harta Kekayaan<\/b><\/a>.<\/b><\/p>\n

    Sekarang sahabat Selaras Law Firm<\/a> jadi lebih tahu kan mengenai istilah insolvensi, apabila anda memiliki permasalahan seputar hukum dapat langsung menghubungi kami di\u00a0Kontak \u2013 Selaras Law Firm<\/a>, semoga bermanfaat!<\/p>\n

    Sumber:<\/b><\/p>\n

    Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.<\/p>\n

    Ahmad Ulama. 2018. \u201cKepailitan Perseorangan Yang Terikat Perkawinan<\/i>\u201d. Jakarta. Uin Syarif Hidayatulloh.<\/p>\n

    Rifqani Nur Fauziah Hanif. 2021 \u201cSebab-Sebab Berakhirnya Kepailitan<\/i>\u201d Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Diakses melalui\u00a0Sebab-sebab Berakhirnya Kepailitan<\/a>\u00a0pada 07 Maret 2022.<\/p>\n

    OJK-Pedia. 2017 Diakses melalui\u00a0https:\/\/www.ojk.go.id\/id\/ojk-pedia\/default.aspx<\/a>\u00a0pada 08 Maret 2022.<\/p>\n

    Sumber Gambar:<\/strong><\/p>\n

    unsplash.com<\/p>\n

    Editor: Siti Faridah, S.H.<\/strong><\/p>\n","protected":false},"excerpt":{"rendered":"

    Oleh: Fatimatul Uluwiyah Insolvensi merupakan salah satu istilah yang sering dikaitkan dengan pailit. Pailit merupakan keadaan dimana perusahaan selaku debitor tidak dapat membayar hutangnya kepada kreditor karena bangrut\/ pailit, sedikit berbeda dengan keadaan insolvensi yaitu suatu kondisi dimana perusahaan tidak bisa membayar seluruh hutangnya pada kreditur. Keadaan insolvensi ini kerap kali menjadi alasan suatu perusahaan […]<\/p>\n","protected":false},"author":2,"featured_media":755,"comment_status":"open","ping_status":"closed","sticky":false,"template":"","format":"standard","meta":{"site-sidebar-layout":"default","site-content-layout":"default","ast-site-content-layout":"","site-content-style":"default","site-sidebar-style":"default","ast-global-header-display":"","ast-banner-title-visibility":"","ast-main-header-display":"","ast-hfb-above-header-display":"","ast-hfb-below-header-display":"","ast-hfb-mobile-header-display":"","site-post-title":"","ast-breadcrumbs-content":"","ast-featured-img":"","footer-sml-layout":"","theme-transparent-header-meta":"","adv-header-id-meta":"","stick-header-meta":"","header-above-stick-meta":"","header-main-stick-meta":"","header-below-stick-meta":"","astra-migrate-meta-layouts":"default","ast-page-background-enabled":"default","ast-page-background-meta":{"desktop":{"background-color":"","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"tablet":{"background-color":"","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"mobile":{"background-color":"","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""}},"ast-content-background-meta":{"desktop":{"background-color":"var(--ast-global-color-5)","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"tablet":{"background-color":"var(--ast-global-color-5)","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""},"mobile":{"background-color":"var(--ast-global-color-5)","background-image":"","background-repeat":"repeat","background-position":"center center","background-size":"auto","background-attachment":"scroll","background-type":"","background-media":"","overlay-type":"","overlay-color":"","overlay-gradient":""}},"_joinchat":[],"footnotes":""},"categories":[11],"tags":[407,406,405,408],"_links":{"self":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/753"}],"collection":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts"}],"about":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/types\/post"}],"author":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/users\/2"}],"replies":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/comments?post=753"}],"version-history":[{"count":1,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/753\/revisions"}],"predecessor-version":[{"id":756,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/posts\/753\/revisions\/756"}],"wp:featuredmedia":[{"embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/media\/755"}],"wp:attachment":[{"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/media?parent=753"}],"wp:term":[{"taxonomy":"category","embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/categories?post=753"},{"taxonomy":"post_tag","embeddable":true,"href":"https:\/\/selaraslawfirm.com\/wp-json\/wp\/v2\/tags?post=753"}],"curies":[{"name":"wp","href":"https:\/\/api.w.org\/{rel}","templated":true}]}}