oleh: Zainurohmah
“Tidak cukup penjara, tidak cukup polisi, dan tidak cukup pengadilan untuk menegakkan hukum bila tidak didukung oleh rakyat.”
– Hubert Humphrey.
Quotes di atas sangat relate dengan penegakan hukum di Indonesia. Berbagai upaya penegakan hukum yang dilakukan sepertinya belum cukup manjur untuk menyadarkan masyarakat. Salah satu buktinya dapat kita lihat dari penghuni lapas di Indonesia yang melebihi kapasitas. Bahkan, untuk tahun 2022 jumlah narapidana yang menghuni lapas mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya.
Sepanjang 2021, penghuni lapas sebanyak 273.435 narapidana. Akan tetapi, per September 2022, penghuni lapas telah mencapai sekitar 275.167 narapidana padahal kapasitas lapas hanya 132.107 narapidana. Itu berarti ada overcrowded sebanyak 108 persen.
Nah, ngomong-ngomong tentang lapas, sebenernya Sobat Selaras Law Firm sudah tahu belum sih apa lapas itu?
Merujuk pada Pasal 1 Angka 18 Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan, lapas merupakan singkatan dari lembaga pemasyarakatan, yaitu lembaga atau tempat yang menjalankan fungsi pembinaan terhadap narapidana.
Baca juga: Perlindungan Produk Berpotensi Hak Kekayaan Intelektual Melalui Indikasi Geografis.
Sedangkan, narapidana adalah terpidana yang sedang menjalani pidana penjara untuk waktu tertentu dan seumur hidup atau terpidana mati yang sedang menunggu pelaksanaan putusan, yang sedang menjalani pembinaan di lembaga pemasyarakatan.
Perbedaan Sistem Penjara dengan Sistem Pemasyarakatan
Perasaan tadi lagi bahas penjara, kok tiba-tiba jadi bahas pemasyarakatan sih?
Sobat Selaras Law Firm nggak usah bingung ya, karena sebenernya antara sistem kepenjaraan dengan sistem pemasyarakatan itu ada korelasinya loh.
Mari kita bahas mulai dari tujuan pemidanaan terlebih dahulu.
Untuk tujuan dari pidana penjara sendiri, disamping menimbulkan rasa derita pada narapidana karena dihilangkannya kemerdekaan bergerak, tetapi juga untuk membimbing narapidana agar bertobat dan mendidik supaya ia menjadi anggota masyarakat sosialis Indonesia yang berguna. Itu berarti secara singkat bahwa tujuan pidana penjara ialah pemasyarakatan.
Keduanya sama-sama sejalan dengan tujuan pemidanaan. Lalu, apa aja sih tujuan dari pemidanaan?
Menurut Wirjono Prodjodikoro, tujuan pemidanaan yaitu:
- Untuk menakut-nakuti orang jangan sampai melakukan kejahatan baik secara menakut-nakuti orang banyak (general preventif) maupun menakut-nakuti orang tertentu yang sudah melakukan kejahatan agar dikemudian hari tidak melakukan kejahatan lagi (speciale preventif), atau
- Untuk mendidik atau memperbaiki orang-orang yang melakukan kejahatan agar menjadi orang-orang yang baik tabiatnya sehingga bermanfaat bagi masyarakat.
Sesuai dengan politik hukum pidana, maka tujuan pemidanaan harus diarahkan kepada perlindungan masyarakat dari kesejahteraan serta keseimbangan dan keselarasan hidup dalam masyarakat dengan memperhatikan kepentingan masyarakat/negara, korban dan pelaku.
Atas dasar dan tujuan tersebut, maka pemidanaan harus mengandung unsur-unsur yang bersifat:
- Kemanusiaan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut, menjunjung tinggi harkat dan martabat seseorang.
- Edukatif, dalam arti bahwa pemidanaan itu mampu membuat orang sadar sepenuhnya atas perbuatan yang dilakukan dan menyebabkan ia mempunyai sikap jiwa yang positif dan konstruktif bagi usaha penanggulangan kejahatan.
- Keadilan, dalam arti bahwa pemidanaan tersebut dirasakan adil (baik oleh terhukum maupun oleh korban ataupun oleh masyarakat).
Baca juga: Peraturan Terhadap Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Bagi Orang Asing di Indonesia
Di Indonesia sendiri, sejak tahun 1964 telah ada peralihan sistem pemidanaan dari sistem penjara menjadi “Lembaga Pemasyarakatan”. Prinsip-prinsip perlakuan terhadap para pelanggar hukum, terpidana dan narapidana sudah berubah dari prinsip-prinsip kepenjaraan menjadi prinsip-prinsip pemasyarakatan, yang kemudian disebut dengan Sistem Pemasyarakatan.
Menurut Pasal 1 UU Pemasyarakatan, sistem pemasyarakatan adalah suatu tatanan mengenai arah dan batas serta metode pelaksanaan fungsi pemasyarakatan secara terpadu.
Sistem pemasyarakatan lebih menonjolkan sisi pembinaan, bukan pembalasan, agar terpidana dapat memahami dan menyadari kesalahannya, sehingga setelah dikembalikan kepada masyarakat tidak akan mengulangi perbuatan yang melanggar hukum kembali. Pidana tidak dikenakan demi pidana itu sendiri, melainkan untuk suatu tujuan yang bermanfaat, ialah untuk “melindungi masyarakat atau untuk pengayoman”.
Demikian pembahsan terkait “Sistem Penjara vs Sistem Pemasyarakatan? Yuk Kenali Perbedaannya!” apabila Sobat Selaras Law Firm ingin mengetahui informasinya lebih lanjut dapat segera menghubungi kami di SelarasLawFirm. Nantikan artikel menarik selanjutnya!
Sumber:
Undang-Undang No. 22 Tahun 2022 Tentang Pemasyarakatan.
Wirjono Prodjodikoro. (1981). Hukum Acara Pidana di Indonesia, Bandung:Sumur Bandung.
Balqis, W. G. (2021). Pelepasan Bersyarat dalam Perspektif Tujuan Pemidanaan. Jurnal Nalar Keadilan, 1(2), 82–94.
Wiryono, S. (2022). Kemenkumham Akui Lapas di Indonesia Sudah Tak Manusiawi. Diakses melalui laman https://nasional.kompas.com/read/2022/09/21/16325091/kemenkumham-akui-lapas-di-indonesia-sudah-tak-manusiawi pada tanggal 2 Oktober 2022.
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.