Oleh: M Ilham Akbar Lemmy, S.H.
Hallo Sobat Selaras Law Firm!
Kembali lagi dengan kami yang akan selalu memberikan informasi edukasi hukum. Sobat biasanya sering mendengar penyelesaian sengketa/masalah perdata tentu melalui Pengadilan. Ternyata sengketa perdata tidak hanya dapat diselesaikan di pengadilan namun juga bisa diselesaikan di luar pengadilan.
Kali ini kita akan membahas mengenai penyelesaian sengketa dalam perdata namun dilakukan diluar Pengadilan. Mekanisme ajudikasi diluar pengadilan (non Litigasi) disebut dengan Arbitrase.
Dari pada penasaran yukk kita bahas lebih lanjut mengenai Arbitrase, here check this out!
Baca Juga: Perjanjian Tanpa Meterai, Apakah Sah?
Definisi Arbitrase
Awal mula dari kata arbitrase berasal dari kata arbitrare (latin), arbitrage (belanda), arbitration (inggris), schiedspruch (jerman), dan arbitrage (prancis), yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan sesuatu menurut kebijaksanaan atau damai oleh arbiter atau wasit.
Menurut Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa Umum Pasal 1 angka 1, arbitrase adalah: “cara penyelesaian suatu sengketa perdata di luar peradilan umum yang didasarkan pada perjanjian arbitrase yang dibuat secara tertulis oleh para pihak yang bersengketa.
Sementara Menurut R. Subekti arbitrase adalah:
“Penyelesaiain suatu perselisihan (perkara) oleh seseorang atau beberapa orang wasit (arbiter) yang bersama sama di tunjuk oleh para pihak yang berperkara dengan tidak diselesaikan lewat Pengadilan”.
Dapat disimpulkan definisi arbitrase yaitu proses penyelesaian diantara para pihak yang mengadakan perjanjian untuk menunjukan seseorang atau lebih sebagai arbiter dalam memutus perkara yang sifat putusannya adalah final dan mengikat.
Objek Arbitrase
Objek perjanjian arbitrase (sengketa yang akan diselesaikan diluar pengadilan melalui lembaga arbitrase dan atau lembaga alternatif penyelesaian sengketa lainya) menurut pasal 5 ayat (1), Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999 Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, hanyalah sengketa di bidang perdagangan dan mengenai hak menurut hukum dan peraturan perundang-undangan dikuasai sepenuhnya oleh para pihak yang bersengketa.
Baca Juga: Pembuktian Perjanjian Secara Lisan Apabila Terjadi Sengketa
Adapun kegiatan dalam dunia perdagangan itu antara lain: perniagaan, perbankan, keuangan, penanaman modal, industri, dan hak milik intelektual.
Sementara itu pasal 5 ayat (2), undang-undang nomor 30 tahun 1999, Tentang Arbitrase Dan Alternatif Penyelesaian Sengketa, menjelaskan bahwa sengketa-sengketa yang tidak dapat diselesaikan melalui arbitrase adalah sengketa yang menurut perundang-undangan tidak dapat diadakan perdamaian sebagaimana diatur dalam KUHPerdata buku III bab ke 18 pasal 1851 s/d 1854.
Keunggulan dan Kekurangan Arbitrase
Dari aspek keunggulan, ada beberapa hal yang menjadi keunggulan dalam penyelesaian sengketa melalui Arbitrase, yaitu:
- Kerahasiaan/Confidentiality.
- Fleksibilitas dalam prosedur, dan persyaratan administratif.
- Hak pemilihan / penunjukan arbiter berada di tangan para pihak.
- Pilihan hukum, forum dan prosedur penyelesaian berada di tangan para pihak dan dituangkan dalam perjanjian (klausula arbitrase).
- Putusan arbitrase final dan mengikat
- Penyelesaian relatif cepat.
Sementara jika kekurangan penyelesaian sengketa arbitrase yaitu:
- Putusan arbitrase ditentukan oleh kemampuan teknis arbiter untuk memberikan keputusan yang memuaskan dan sesuai dengan rasa keadilan para pihak.
- Apabila pihak yang salah tidak mau mau melaksanakan putusan arbitrase, maka diperlukan perintah dari pengadilan untuk melakukan eksekusi atas putusan tersebut.
- Pada prakteknya pengakuan dan pelaksanaan putusan arbitrase asing masih menjadi hal yang sulit
- Pada umumnya pihak-pihak yang bersengketa di arbitrase adalah perusahaan-perusahaan yang besar, oleh karena itu, untuk mempertemukan kehendak para pihak yang bersengketa dan membawanya ke arbitrase tidaklah mudah.
- Lembaga arbitrase tidak mempunyai wewenang untuk mengeksekusi perkara arbitrase.
- Kurangnya kepatuhan para pihak terhadap hasil-hasil penyelesaian yang dicapai dalam arbitrase sehingga seringkali mengingkari dengan berbagai cara.
Asas Dalam Arbitrase
Asas Separability/ doktrin pemisahan dari sebuah perjanjian arbitrase. Di dalam Pasal 10 Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999, pada Pasal 10 telah mengatur bahwa perjanjian arbitrase “tidak menjadi batal” disebabkan oleh keadaan tersebut di bawah ini:
- meninggalnya salah satu pihak;
- bangkrutnya salah satu pihak;
- novasi;
- insolvensi salah satu pihak;
- pewarisan;
- berlakunya syarat-syarat hapusnya perikatan pokok;
- bilamana pelaksanaan perjanjian tersebut dialihtugaskan pada pihak ketiga dengan persetujuan pihak yang melakukan perjanjian arbitrase tersebut; atau
- berakhirnya atau batalnya perjanjian pokok.
Demikian pembahasan terkait “Penyelesaian Sengketa Perdata Tidak Harus Ke Pengadilan, Ada Cara Lain!” Jika sobat Selaras Law Firm ingin konsultasi atau membuat membutuhkan pendampingan hukum bisa langsung saja hubungi kami.
Nantikan artikel menarik yang dapat menambah pengetahuan sobat Selaras Law Firm selanjutnya!
Sumber:
Undang-Undang Nomor 30 Tahun 1999 Tentang Arbitrase dan Alternatif Penyelesaian Sengketa
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1847 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.