Oleh: M Ilham Akbar Lemmy, S.H.
Hallo Sobat Selaras Law Firm!
Dalam dinamika perkembangan hukum pidana saat ini, pemerintah melakukan berbagai pendekatan dalam menyelesaikan suatu masalah/perkara dengan tujuan terciptanya suatu keadilan bagi para pihak melalui Restorative Justice.
Baca Juga: Penyelesaian Sengketa Perdata Tidak Harus Ke Pengadilan, Ada Cara Lain!
Pendekatan tersebut masuk kedalam bagian tindakan preventif/ pencegahan dalam menekan jumlah tindak pidana.
Agar Sobat Selaras lebih paham, yuk kita simak pembahasan dibawah ini mengenai restorative justice!
Definisi Restorative Justice
Menurut pendapat Umbreit menjelaskan bahwa restorative justice adalah sebuah tanggapan terhadap tindak pidana yang berpusatkan pada korban yang mengijinkan korban, pelaku tindak pidana, keluarga mereka, dan para perwakilan dari masyarakat untuk menangani kerusakan dan kerugian yang diakibatkan oleh tindak pidana.
Dari definisi tersebut dapat diambil kesimpulan bahwa penyelesaian dalam suatu tindak pidana dengan menggunakan restorative justice lebih mengutamakan terjadinya kesepakatan antara pihak yang berperkara.
Sedangkan menurut kriminolog Adrianus Meliala, model hukuman restoratif diperkenalkan karena sistem peradilan pidana dan pemidanaan yang sekarang berlaku menimbulkan masalah.
Dalam sistem kepenjaraan sekarang tujuan pemberian hukuman adalah penjeraan, pembalasan dendam, dan pemberian derita sebagai konsekuensi perbuatannya. Indikator penghukuman diukur dari sejauh mana narapidana (napi) tunduk pada peraturan penjara. Jadi, pendekatannya lebih ke keamanan (security approach).
Baca Juga: Jenis-Jenis Alat Bukti Dalam Hukum Acara Perdata.
Prinsip dasar keadilan restorative (restorative justice) adalah adanya pemulihan kepada korban yang menderita akibat kejahatan dengan memberikan ganti rugi kepada korban, perdamaian, pelaku melakukan kerja sosial maupun kesepakatan-kesepakatan lainnya.
Restorative justice dapat digunakan terhadap anak atau perempuan yang sedang berhadapan dengan hukum, anak yang menjadi korban atau saksi tindak pidana, hingga pecandu atau penyalahgunaan narkotika.
Syarat-Syarat Melakukan Restorative Justice
Berdasarkan Peraturan Jaksa Agung No. 15 Tahun 2020, syarat dalam melakukan restorative justice, yaitu:
- Tindak pidana yang baru pertama kali dilakukan
- Kerugian dibawah Rp 2,5 juta
- Adanya kesepakatan antara pelaku dan korban
- Tindak pidana hanya diancam dengan pidana denda atau dianca, dengan pidana penjara tidak lebih dari 5 tahun
- Tersangka mengembalikan barang yang diperoleh dari tindak pidana kepada korban
- Tersangka mengganti kerugian korban
- Tersangka mengganti biaya yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana dan atau memperbaiki kerusakan yang ditimbulkan dari akibat tindak pidana
Tetapi terdapat pengecualian dalam penerapan restorative justice pada keamanan negara, martabat Presiden dan Wakil Presiden, negara sahabat, kepala negara sahabat serta wakilnya, ketertiban umum, dan kesusilaan.
Dasar Hukum Pelaksanaan Restorative Justice
- Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Pasal 310;
- Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP) Pasal 205;
- Peraturan Mahkamah Agung RI Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP);
- Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP06/E/EJP/10/2013, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Keadilan Restoratif (Restorative Justice);
- Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 301/DJU/HK01/3/2015 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Ringan; dan
- SK Dirjen Badilum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Umum.
Pada pokoknya dapat diterapkan untuk pengenaan Pasal 364, 373, 379, 384, 407 dan Pasal 482 KUHP dengan nilai kerugian tidak lebih dari Rp2.500.000,00 (dua juta lima ratus ribu rupiah), yang bukan merupakan tindak pidana pengulangan
Demikian pembahasan terkait “Restorative Justice Dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Ringan” Jika sobat Selaras Law Firm ingin konsultasi atau membutuhkan pendampingan hukum bisa langsung saja hubungi kami.
Nantikan artikel menarik yang dapat menambah pengetahuan sobat Selaras Law Firm selanjutnya!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (KUHAP).
Peraturan Mahkamah Agung Nomor 2 Tahun 2012 tentang Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP).
Nota Kesepakatan Bersama Ketua Mahkamah Agung RI, Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia RI, Jaksa Agung RI, Kepala Kepolisian Negara RI Nomor 131/KMA/SKB/X/2012, Nomor M.HH-07.HM.03.02 Tahun 2012, Nomor KEP06/E/EJP/10/2013, Nomor B/39/X/2012 tanggal 17 Oktober 2012 tentang Pelaksanaan Penerapan Penyesuaian Batasan Tindak Pidana Ringan dan Jumlah Denda, Pemeriksaan Cepat Serta Penerapan Keadilan Restoratif.
Surat Direktur Jenderal Badan Peradilan Umum Nomor 301/DJU/HK01/3/2015 tentang Penyelesaian Tindak Pidana Ringan.
SK Dirjen Badilum Nomor 1691/DJU/SK/PS.00/12/2020 tanggal 22 Desember 2020 tentang Pedoman Penerapan Restorative Justice di Lingkungan Peradilan Umum.
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.