Oleh: Anies Mahanani, S.H
Halo Sobat Selaras!
“Cinta itu laksana lembah yang dalam nan misteri, begitulah pernikahan” – Imelda Rahma
Perkawinan merupakan salah satu hal penting dalam kehidupan manusia, dalam masyarakat. Ketika dua orang sudah memantapkan untuk melangkah ke jenjang pernikahan, keduanya berarti sudah yakin satu dengan yang lainnya. Menjalani pernikahan bukan hal yang mudah untuk dilakukan.
Dalam sebuah perkawinan masyarakat kita mengenal adanya percampuran harta perkawinan. Calon pasangan suami istri tidak pernah meributkan masalah itu karena mereka saling percaya dan memahami satu sama lain. Terhadap percampuran harta bersama tersebut terkadang menjadi sebuah masalah tersendiri karena tidak jarang dapat menimbulkan perselisihan.
Untuk mengantisipasi masalah tersebut, yuk simak tentang Perjanjian Pra-nikah!
Pengertian Perjanjian Pra-nikah
Dengan adanya era globalisasi seperti sekarang ini, turut mempengaruhi secara cepat banyak pasangan muda yang membuat Surat Perjanjian Pra-nikah. Hal ini jelas sedikit mengurangi rasa saling percaya dan memahami pasangan mereka masing-masing.
Seiring perkembangan zaman, dengan perkembangan ekonomi yang ada maka Perjanjian Pra-nikah dapat dijadikan alternatif atau pegangan bagi pasangan yang hendak melangsungkan perkawinan untuk memecahkan masalah-masalah harta kekayaan dalam perkawinan jika timbul sengketa maupun perselisihan antara suami dan istri. Dalam hukum positif Indonesia perkawinan sendiri diatur pada Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Baca Juga: Waris Menurut Hukum Perdata
Perjanjian Pra-nikah sendiri merupakan perjanjian (persetujuan) yang dibuat oleh calon suami istri sebelum atau pada saat perkawinan dilangsungkan untuk mengatur akibat-akibat perkawinan terhadap harta kekayaan mereka. Istilah Perjanjian Pra-nikah ini juga terdapat di dalam KUH Perdata, Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan dan Kompilasi Hukum Islam.
Dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan Pasal 29 Ayat (2) menyebutkan batasan yang tidak boleh dilanggar dalam membuat Perjanjian Pra-nikah yaitu perjanjian tersebut tidak dapat disahkan bilamana melanggar batas-batas hukum, agama dan kesusilaan.
Sehingga, Isi Perjanjian Pra-nikah itu bebas asalkan tidak bertentangan dengan kesusilaan dan ketertiban umum. Perjanjian pernikahan tidak boleh dibuat karena sebab (causa) palsu dan terlarang.
Perjanjian pernikahan akan mulai berlaku sebelum pernikahan dilangsungkan, tidak boleh ditentukan saat lain untuk itu. Dalam KUHPerdata Pasal 147 menyatakan bahwa perjanjian pernikahan harus dibuat dengan akta notaris sebelum pernikahan berlangsung, dan akan menjadi batal bila tidak dibuat secara demikian. Pengesahan pengadilan diperlukan apabila ada pihak ketiga yang tercantum dalam perjanjian tersebut (hal ini berdasarkan pada KUHPerdata Pasal 152.
Keabsahan dan Kekuatan Hukum Perjanjian Pra-Nikah
Perjanjian Pra-nikah dapat mengantisipasi adanya sengketa yang timbul apabila di kemudian hari perkawinan berakhir. Terkait sahnya suatu Perjanjian Pernikahan, maka pendaftaran/ pengesahan/ pencatatan Perjanjian Pra-nikah tidak lagi dilakukan di Kepaniteraan Pengadilan Negeri, tetapi dilakukan di KUA untuk pasangan Muslim dan di Catatan Sipil untuk Non-Muslim dengan cara dicatatkan pada buku nikah/akta nikah sebagaimana diatur dalam ketentuan Pasal 29 ayat (1) Undang Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Baca Juga: Hukum Perkawinan Beda Agama Dalam Beberapa Agama dan Contoh Kasus Beserta Penjelasannya.
Perjanjian Pra-nikah harus didaftarkan, supaya unsur publisitas dari perjanjian yang telah dibuat terpenuhi. Pendaftaran atau pencatatan prenuptial agreement dilakukan agar pihak ketiga (diluar pasangan suami istri tersebut) mengetahui dan tunduk pada aturan yang dibuat di dalam perjanjian pisah harta yang dituangkan dalam akta pisah harta. Apabila tidak didaftarkan, maka perjanjian pisah harta hanya berlaku/mengikat bagi para pihak yang ada di dalam akta, atau pembuat akta perjanjian pisah harta, atau suami istri yang bersangkutan.
Perjanjian Pra-nikah telah dilakukan uji materiil atas ketentuan tentang Perjanjian Perkawinan sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Perkawinan. Pada tanggal 21 Maret 2016 Mahkamah Konstitusi telah mengeluarkan Putusan Nomor 69/PUU-XIII/2015 terhadap beberapa pasal dalam Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan yaitu Pasal 29 serta Pasal 35.
Dengan putusan itu, perjanjian tak lagi bermakna perjanjian yang dibuat sebelum perkawinan (prenuptial agreement) tetapi juga bisa dibuat setelah perkawinan berlangsung. Kini, pembuatan perjanjian perkawinan disesuaikan dengan kebutuhan hukum masing-masing pasangan.
Akibat Hukum Perjanjian Pra-nikah
Merujuk pada pembahasan di atas, Perjanjian Pra-nikah dibuat secara tertulis dan disahkan oleh Pegawai Pencatat Perkawinan atau Notaris. Perjanjian Pra-nikah ini berlaku sebagai undang-undang bagi mereka yang membuatnya, juga berlaku bagi pihak ketiga sepanjang pihak ketiga ini tersangkut. Akibat hukum Perjanjian Pra-nikah adalah terikatnya para pihak selama mereka berada dalam suatu ikatan perkawinan.
Urgensi dilakukannya Perjanjian Pra-nikah adalah membantu untuk kedepannya jika terjadi hal-hal yang tidak diinginkan misalnya perceraian. Dengan adanya Prenup tersebut, maka akan menjadi jelas dan mudah tanpa harus berkecimpung dalam masalah terutama harta gono gini dan masalah lainnya, karena sudah adanya kesepakatan yang jelas dan mempunyai kekuatan hukum.
Perjanjian Pra-nikah sesungguhnya adalah melindungi kedua belah pihak setelah terlaksananya pernikahan, sehingga masing-masing yang melaksanakan perjanjian tidak mudah untuk melakukan pelanggaran-pelanggaran.
Demikian beberapa hal yang perlu diperhatikan agar Perjanjian Pra-nikah memiliki kekuatan hukum. Jika masih bingung dan ingin mengetahui lebih detailnya, sobat Selaras dapat mengakses artikel lain atau konsultasi dengan tim kami. Konsultasikan masalah hukum anda dengan menghubungi tim Selaras!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang No. 16 Tahun 2019 tentang Perubahan Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 69/PUU-XIII/2015.
Diva Lufiana, 2022, “Apa Itu Perjanjian Pranikah?”, diakses di (https://www.kompas.com/tren/read/2022/09/30/203000065/apa-itu-perjanjian-pranikah-?page=all).
Sumber Gambar:
Pexels.com
Editor:
Bambang Sukoco, SH.