Oleh: Rafi Rahmat Ghozali
Apakah kamu saat ini ingin mendirikan sebuah Firma? dan kamu ingin mengetahui perbedaannya dengan Persekutuan Perdata?
Sobat ternyata terdapat perbedaan bentuk tanggungjawab yang cukup signifikan loh antara Firma dengan Persekutuan Perdata.
Di dalam Firma, seluruh perjanjian terhadap pihak ketiga sejatinya mengikat seluruh sekutu. Hal ini menjadi bertolak belakang dengan Persekutuan Perdata yang membutuhkan kuasa terlebih dahulu.
Mengenai ketentuan lengkapnya, Yuk kita bahas mengenai pertanggungjawaban antara bentuk usaha Firma dengan Persekutuan Perdata!
Bentuk Pertanggungjawaban Firma Menurut Undang-Undang
Berbicara mengenai bentuk pertanggungjawaban Firma apabila mengaitkan dengan Pasal 17 Kitab Undang-Undang Hukum Dagang (“KUHD”) yang berbunyi sebagai berikut:
Ayat (1) “Tiap-tiap sekutu kecuali yang tidak diperkenankan, mempunyai wewenang untuk bertindak, mengeluarkan dan menerima uang atas nama persekutuan, dan mengikat persekutuan kepada pihak ketiga, dan pihak ketiga kepada persekutuan.”
Ayat (2) “Tindakan-tindakan yang tidak bersangkutan dengan persekutuan, atau yang bagi para sekutu menurut perjanjian tidak berwenang untuk mengadakannya, tidak dimasukkan dalam ketentuan ini.”
Berdasarkan penjelasan ketentuan tersebut, bahwa para sekutu di dalam Firma sejatinya mendapatkan kewenangan untuk melakukan tindakan hukum atas nama Firma.
Adapun penjelasan tindakan hukum disini menurut Pasal 17 KUHD dapat diartikan sebagai kewenangan untuk mengelola perusahaan, mencatat atau mengadministrasikan kekayaan perusahaan, dan didalam maupun diluar pengadilan dapat melakukan perbuatan hukum mengatasnamakan perusahaan.
Terhadap jenis tindakan hukum yang dilakukan, juga diatur melalui alinea kedua Pasal 17 KUHD yang dapat diartikan bahwa para sekutu tidak berwenang untuk melakukan tindakan hukum yang mengikat Firma apabila tindakan yang dilakukan tidak ada sangkut pautnya dengan bidang usaha Firma. Lebih lanjut mengenai bidang usaha Firma, mengacu kepada Anggaran Dasar Firma (“AD Firma”).
Baca juga: Penutupan Perusahaan: Prosedur Pembubaran Firma
Berkaitan dengan tindakan hukum yang dapat mengikat para sekutu, menurut Pasal 18 KUHD berbunyi sebagai berikut:
“Dalam persekutuan dengan Firma tiap-tiap sekutu bertanggung jawab secara tanggung renteng untuk seluruhnya atas perikatan-perikatan persekutuannya.”
Sehingga apabila perbuatan hukum yang dilakukan oleh para sekutu adalah merupakan tindakan yang tidak bertentangan dengan AD Firma, Undang-Undang, dan ketertiban umum maka sesuai dengan Pasal 18 KUHD para sekutu wajib bertanggung jawab secara tanggung menanggung.
Dikarenakan di dalam KUHD tidak menjelaskan lebih lanjut mengenai istilah tanggung menanggung, maka sesuai dengan Pasal 1 KUHD berlakulah ketentuan yang termaktub di dalam Pasal 1280 KUHPerdata sebagai berikut:
“Di pihak para debitur terjadi suatu perikatan tanggung-menanggung, manakala mereka semua wajib melaksanakan satu hal yang sama, sedemikian rupa sehingga salah satu dapat dituntut untuk seluruhnya, dan pelunasan oleh salah satu dapat membebaskan debitur lainnya terhadap kreditur.”
Sehingga dapat disimpulkan mengenai pertanggungjawaban di dalam Firma terhadap sekutu yang tidak dikecualikan, sejatinya otomatis mengikat seluruh sekutu terhadap perjanjian yang telah disepakati dengan pihak ketiga secara tanggung menanggung.
Bentuk Pertanggungjawaban Persekutuan Perdata Menurut Undang-Undang
Lain halnya dengan bentuk pertanggungjawaban Persekutuan Perdata apabila mengaitkan dengan Pasal 1642 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (“KUHPerdata”) yang berbunyi sebagai berikut:
“Perjanjian yang mengikatkan suatu perbuatan atas tanggungan perseroan hanya mengikat peserta yang mengadakan perjanjian demikian, dan tidak mengikat peserta lain kecuali jika mereka ini telah memberi kuasa untuk itu kepada peserta yang membuat perjanjian tersebut atau bila dengan tindakan termaksud ternyata perseroan memperoleh untung.”
Selain itu, terhadap pertanggungjawaban juga dijelaskan melalui Pasal 1 Peraturan Menteri Hukum dan HAM No. 17 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata (“Permenkumham No.17/2018”) yang berbunyi sebagai berikut:
“Persekutuan Perdata adalah persekutuan yang menjalankan profesi secara terus menerus dan setiap sekutunya bertindak atas nama sendiri serta bertanggung jawab sendiri terhadap pihak ketiga.”
Berdasarkan penjelasan ketentuan tersebut, bahwa sekutu di dalam Persekutuan Perdata tidaklah bertanggungjawab untuk sepenuhnya terhadap kewajiban yang dimiliki Persekutuan Perdata dan masing-masing sekutu tidak dapat mengikatkan sekutu-sekutu lainnya.
Terhadap ketentuan ini mengartikan bahwa setiap sekutu hanya bertindak untuk mewakili dirinya sendiri artinya sekutu tidak mempunyai hak untuk melakukan tindakan hukum yang mewakili Persekutuan Perdata.
Kondisi ini akan berbeda apabila ketentuan lanjutan dari Pasal 1642 KUHPerdata yaitu dalam hal salah seorang sekutu diberikan kuasa tertentu untuk membuat perjanjian atas nama persekutuan kepada pihak ketiga atau telah menggunakan manfaat yang lahir dari adanya perjanjian tersebut.
Baca juga: Pendirian Perusahaan: Ketentuan Perjanjian Dalam Pendirian Perseroan Terbatas
Apabila ketentuan ini terpenuhi, maka sekutu lainnya terikat dengan segala hak dan kewajiban yang lahir dari perjanjian dengan pihak ketiga tersebut.
Dengan demikian hal yang dapat disimpulkan serta dijadikan pemahaman, bahwa di dalam Firma sejatinya para sekutu secara keseluruhan bertanggung jawab atas seluruh kewajiban Firma terhadap pihak ketiga tanpa memerlukan kuasa terlebih dahulu seperti yang dikenal di dalam Persekutuan Perdata.
Selain itu apabila Persekutuan Perdata memiliki ketentuan mengenai kuasa, di dalam Firma dikenal adanya sekutu yang dikecualikan yang justru tidak memiliki kewenangan untuk mengikatkan para sekutu di dalam persekutuan.
Untuk mengetahui informasi-informasi penting lainnya mengenai pendirian perusahaan, Sobat bisa menghubungi kami di Selaras Law Firm. Tunggu apalagi? Yuk, konsultasikan masalahmu sekarang juga!
Sumber:
Indonesia, Menteri Hukum dan HAM. Peraturan Menteri Hukum dan HAM tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata. Nomor PM 18 Tahun 2018.
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata [Burgelijk Wetboek]. Diterjemahkan oleh R. Subekti. Jakarta: Balai Pustaka,1957.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang. R. Subekti. Jakarta: Balai Pustaka,1959.
Sardjono, Agus. et al. Pengantar Hukum Dagang. Ed.1. Cet. 5. Depok: PT RajaGrafindo Persada, 2019.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.