Oleh: Fatimatul Uluwiyah, S.H.
Keadaan pailit atau bangrut merupakan keadaaan yang dapat terjadi pada siapa saja, mulai dari orang perorangan maupun badan hukum (legal entity).
Dalam ilmu hukum dikenal adagium Ubi Societas Ibi Ius, yang berarti dimana ada masyarakat disitu ada hukum, maka sejatinya hukum akan selalu ada, termasuk juga hukum kepailitan yang diberlakukan kepada semua subjek hukum baik itu orang perorangan maupun badan hukum.
Kepailitan telah menjadi bagian yang tak terpisahkan dari masyarakat, hampir setiap subjek hukum yang berkecimpung dalam dunia bisnis akan mengenal keadaan pailit atau bangkrut baik dalam persentase mikro maupun makro.
Maka akan sangat penting bagi subjek hukum untuk mengetahui seputar hukum kepailitan seperti penyebab, proses, dan penyelesaiannya. Pada pembahasan ini akan dijelaskan penjelasan seputar hukum kepailitan meliputi sebab-sebab berakhirnya kepailitan!
Baca juga: Pailit: Yuk Lebih Jauh Pahami tentang Perusahaan Pailit.
Penyebab Berakhirnya Kepailitan
Kepailitan sebagai suatu proses yang didalamnya terdapat runtutan-runtutan langkah yang telah diatur undang-undang. Proses yang diatur tersebut dari mulai permohonan putusan sampai dengan adanya putusan pailit.
Dalam sebuah permasalahan hukum tentu tidak hanya dianalisis mengenai penyebab awalnya saja, karena sejatinya sesuatu yang memiliki awal pasti akan ada akhirnya. Dalam kepailitan terdapat beberapa penyebab yang melatarbelakangi berakhirnya kepailitan, antara lain:
1. Akur Atau Perdamaian
Kepailitan dapat berakhir apabila kedua pihak dapat selesai apabila terjadi perdamaian di kedua pihak, sebagaimana dalam Hukum Acara Perdata yang bersumber dari HIR (Herzien Inlandsch Reglement) yang menyatakan bahwa dalam menyelesaikan perkara hakim wajib mengusahakan perdamaian terlebih dahulu.
Tetapi hal tersebut tidak dilaksanakan oleh Hakim, mengingat pada proses ini memang tidak dimungkinkan karena perdamaian atau yang lebih dikenal dengan mediasi pada hukum acara perdata minimal dilakukan selama 40 hari dan dapat diperpanjang selama 14 hari, sedangkan hakim harus memberikan putusan kepailitan maksimal 60 hari.
Pasal 144 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menyebutkan bahwa debitur pailit berhak untuk menawarkan perdamaian pada semua kreditur.
Rencana perdamaian tersebut diterima apabila disetujui oleh ½ jumlah kreditur yang hadir dalam rapat minimal dihadiri oleh 2/3 jumlah kreditur konkuren yang ada, sebagaimana disebutkan pada Pasal 144 – 163 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Pasal 166 Undang-undang Nomor 37 Tahun 2004 menyebutkan kepailitan dapat berakhir apabila pengesahan perdamaian telah memperoleh kekuatan pasti, apabila rencana perdamaian yang ditawarkan tersebut ditolak atau tidak dapat diterima, maka debitur pailit tidak dapat menawarkan perdamaian lagi.
2. Insolvensi
Insolvensi terjadi bilamana dalam suatu kepailitan tidak ditawarkan perdamaian, atau dapat pula ditawarkan perdamaian, namun tidak terjadi kesepakatan karena tidak terpenuhinya perdamaian.
Dengan adanya insolvensi, Kurator dapat mengambil tindakan yang menyangkut pemberesan harta pailit,yaitu:
- Melakukan pelelangan atas seluruh harta pailit dan melakukan penagihan terhadap piutang-piutang debitor Pailit yang mungkin ada di tangan pihak ketiga, di mana penjualan terhadap harta pailit itu dapat saja dilakukan di bawah tangan sepanjang mendapat persetujuan dari Hakim Pengawas;
- Melanjutkan pengelolaan perusahaan debitor Pailit apabila dipandang menguntungkan, namun pengelolaan itu harus mendapat persetujuan Hakim Pengawas;
- Membuat daftar pembagian yang berisi: jumlah uang yang diterima dan dikeluarkan selama kepailitan, nama-nama kreditor dan jumlah tagihan yang disahkan, pembayaran yang akan dilakukan terhadap tagihan tersebut;
- Melakukan pembagian atas seluruh harta pailit yang telah dilelang atau diuangkan itu.
Apabila insolvensi sudah selesai dan para kreditor sudah menerima piutangnya sesuai dengan yang disetujui, kepailitan itu dinyatakan berakhir.
Namun, pada saat berakhirnya pembagian ternyata masih terdapat harta kekayaan debitor, maka atas perintah Pengadilan Niaga, kurator akan membereskan dan melakukan pembagian atas daftar-daftar bagian yang sudah pernah dibuat dahulu.
3. Rehabilitasi
Pasal 215 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang menentukan bahwa, debitor pailit atau para ahli waris berhak untuk mengajukan permohonan rehabilitasi kepada pengadilan yang semula memeriksa kepailitan yang bersangkutan.
Permohonan rehabilitasi akan diterima apabila pemohon dapat melampirkan bukti yang menyatakan bahwa para kreditor yang diakui sudah menerima pembayaran piutang seluruhnya. Terhadap putusan pengadilan ini tidak boleh diajukan kasasi.
Putusan mengenai pengabulan rehabilitasi harus diucapkan dalam sidang terbuka umum dan dicatat dalam register umum yang memuat:
- Ikhtisar putusan pengadilan;
- Uraian singkat mengenai isi putusan;
- Rehabilitasi.
4. Putusan Pailit Dibatalkan Oleh Tingkat Pengadilan Yang Lebih Tinggi
Sebagaimana telah diatur dalam Pasal 196 ayat (1) Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 Tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang bahwa Terhadap putusan pengadilan, kurator atau setiap kreditur dapat mengajukan permohonan kasasi.
Selain dapat diajukan upaya hukum kasasi, putusan pailit juga dapat diajukan upaya hukum peninjaun kembali. Upaya ini dapat diajukan apabila ada pihak yang belum puas dengan hasil putusan hukum Pengadilan sebelumnya.
5. Pencabutan Atas Anjuran Hakim Pengawas
Hakim pengawas bertugas bersama-sama dengan kurator untuk melakukan pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Dalam hal pencabutan pailit atas anjuran hakim pengawas, sebagaimana dimaksud pada Pasal 66 Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang yang menyebutkan bahwa pengadilan wajib mendengar pendapat dari hakim pengawas, sebelum mengambil putusan mengenai pengurusan dan pemberesan harta pailit.
Pengadilan Niaga atas anjuran dari Hakim pengawas dapat mencabut kepailitan dengan memperhatikan keadaan harta pailit. Keadaan ini terjadi bila harta pailit tidak cukup untuk membayar biaya kepailitan.
Setelah semua putusan Hakim Pengadilan dan Hakim Pengawas disetujui oleh semua pihak, berakhirnya kepailitan akan dianggap sah dan seluruh tanggungannya dianggap lunas.
Dapat disimpulkan menurut penjelasan diatas, bahwa Penyebab Berakhirnya Kepailitan menurut Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang terdapat 5 alternatif, yang pertama perdamaian, apabila perdamaian tidak dapat ditempuh maka insolvensi dapat ditempuh sebagai alternatif dalam pemberesan harta pailit, selain itu dapat melalui rehabilitasi.
Selain itu, Penyebab Berakhirnya Kepailitan dapat terjadi karena adanya pembatalan Putusan Pailit dari Pengadilan yang lebih Tinggi, kemudian pencabutan status pailit atas anjuran dari Hakim Pengawas.
Baca juga: Penutupan Perusahaan: Sebab-Sebab Pembubaran Perseroan.
Bagi anda yang memiliki usaha, mencegah terjadinya pailit merupakan tugas anda, apabila terdapat keluhan seputar permasalahan hukum dalam usaha anda, segera konsultasikan dengan penasehat hukum terbaik hanya di Selaras Law Firm!
Sumber:
Undang-Undang Nomor 37 Tahun 2004 tentang Kepailitan dan Penundaan Kewajiban Pembayaran Utang.
Hanif, Rifqani Nur Fauziah. 2021. “Sebab-Sebab Berakhirnya Kepailitan”. Artikel DJKN. Kementerian Keuangan Republik Indonesia. Diakses melalui https://www.djkn.kemenkeu.go.id/artikel/baca/13930/Sebab-sebab-Berakhirnya-Kepailitan.html#:~:text=Kepailitan%20dapat%20berakhir%20dengan%20cara,telah%20menerima%20pembayaran%20utang%20seluruhnya pada 25 Maret 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.