Oleh: Zainurohmah
Sebuah kutipan yang menarik tentang perkawinan dari Surabhi Suhendra yaitu: “A happy marriage is about three things: memories of togetherness, forgiveness of mistakes and a promise to never give up on each other”.
Kutipan di atas sangat sesuai dengan makna dari perkawinan itu sendiri.
Menurut Pasal 1 Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa.
Dari pengertian di atas kita tahu ya Sobat Selaras kalo tujuan perkawinan itu sangatlah mulia. Bahkan banyak orang yang mengibaratkan perkawinan sebagai ibadah seumur hidup. Oleh karenanya sebelum melakukan perkawinan penting sekali untuk memilih dan menelusuri lebih jauh tentang pasangan kita nanti.
Akan tetapi, tidak dipungkiri bahwa banyak hal yang terjadi diluar kuasa kita. Meskipun sudah berusaha semaksimal mungkin untuk memilih pasangan yang terbaik tetapi tidak sedikit juga pasangan yang berujung perceraian.
Baca juga: Jenis-Jenis Kekayaan Intelektual.
Perceraian yang sah secara hukum, hanya perceraian yang dilakukan didepan Sidang Pengadilan setelah Pengadilan yang bersangkutan berusaha dan tidak berhasil mendamaikan kedua belah pihak. Mengapa bisa terjadi perceraian pasti ada alasan yang mendasarinya.
Eh tapi sebenernya, alasan buat cerai itu ga bisa loh seenak sendiri karena alasan diperbolehkannya perceraian sudah ditentukan oleh negara. Apa aja nih alasannya?
Menurut Penjelasan Pasal 39 Ayat (2) Undang-Undang Perkawinan No. 1 Tahun 1974, untuk melakukan perceraian harus ada cukup alasan, bahwa antara suami isteri itu tidak akan dapat hidup rukun sebagai suami isteri. Adapun alasan-alasan yang dapat dijadikan dasar untuk melakukan perceraian yaitu sebagai berikut:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan yang lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak yang lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemauannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan terhadap pihak yang lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit yang mengakibatkan tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami/isteri.
- Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah-tangga.
Baca juga: Perbedaan Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum
Selanjutnya, menurut Pasal 116 Kompilasi Hukum Islam, perceraian juga dapat terjadi karena alasan atau alasan-alasan dibawah ini:
- Salah satu pihak berbuat zina atau menjadi pemabuk, pemadat, penjudi dan lain sebagainya yang sukar disembuhkan.
- Salah satu pihak meninggalkan pihak lain selama 2 (dua) tahun berturut-turut tanpa izin pihak lain dan tanpa alasan yang sah atau karena hal lain diluar kemampuannya.
- Salah satu pihak mendapat hukuman penjara 5 (lima) tahun atau hukuman yang lebih berat setelah perkawinan berlangsung.
- Salah satu pihak melakukan kekejaman atau penganiayaan berat yang membahayakan pihak lain.
- Salah satu pihak mendapat cacat badan atau penyakit dengan akibat tidak dapat menjalankan kewajibannya sebagai suami atau isteri.
- Antara suami dan isteri terus menerus terjadi perselisihan dan pertengkaran dan tidak ada harapan akan hidup rukun lagi dalam rumah tangga.
- Suami melanggar taklik talak.
- Peralihan agama atau murtad yang menyebabkan terjadinya ketidak rukunan dalam rumah tangga.
Bagi calon pasangan suami istri yang beragama Islam dapat mengadakan perjanjian perkawinan dalam bentuk taklik talak dan perjanjian lain yang tidak bertentangan dengan hukum Islam.
Baca juga: Seputar Pembebasan Bersyarat
Taklik-talak ialah perjanjian yang diucapkan calon mempelai pria setelah akad nikah yang dicantumkan dalam Akta Nikah berupa janji talak yang digantungkan kepada suatu keadaan tertentu yang mungkin terjadi dimasa yang akan datang.
Isi dari taklik talak itu tergantung para pihak yang membuatnya, yang terpenting isinya tidak bertentangan dengan hukum Islam. Kemudian, apabila di masa mendatang keadaan yang diisyaratkan dalam taklik talak terjadi, talak tidak otomatis jatuh tetapi isteri harus mengajukan persoalannya ke pengadilan Agama terlebih dahulu.
Contohnya, dalam taklik talak bisa berisi sebagai berikut.
- Melakukan perselingkuhan
- Meninggalkan istri selama 3 (tiga) tahun berturut-turut dan tidak menafkahinya
- Melakukan kekerasan verbal maupun nonverbal kepada istri
Apabila di masa mendatang suami melakukan perbuatan sebagaimana tercantum dalam taklik talak di atas, maka istri secara sah menurut hukum bisa menggugat cerai suaminya karena telah melanggar taklik talak.
Demikian ulasan seputar “Alasan-Alasan Perceraian yang Sah Menurut Undang-Undang” apabila Sobat Selaras mau tahu lebih detail tentang perkawinan yuk langsung saja menghubungi kami di Selaras Law Firm sekarang juga ya!
Nantikan artikel menarik selanjutnya!
Sumber:
Kompilasi Hukum Islam.
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.