Oleh: Zainurohmah
Halo, Sobat Selaras!
Membahas tentang hubungan manusia memang tidak akan ada habisnya, termasuk didalamnya pembahasan terkait perkawinan. Menjadi semakin menarik untuk dibahas karena adanya kasus perkawinan beda agama. Sampai sekarang, masih banyak pro dan kontra terhadapnya.
Lalu bagaimana sebenarnya hukum mengatur perkawinan beda agama?
Pengaturan Perkawinan Beda Agama dalam UU Perkawinan
Perihal perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (“UU Perkawinan”).
Dalam Pasal 2 Ayat (1) UU tersebut dijelaskan bahwa perkawinan adalah sah, apabila dilakukan menurut hukum masing-masing agamanya dan kepercayaannya itu.
Baca juga: Sistem Penjara Vs Sistem Pemasyarakatan? Yuk Kenali Perbedaannya!
Perkawinan yang Dilarang
Selanjutnya, dalam Pasal 8 UU Perkawinan dijelaskan bahwa ada perkawinan yang dilarang, yaitu perkawinan yang terjadi antara dua orang yang:
- Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus kebawah ataupun keatas.
- Berhubungan darah dalam garis keturunan menyamping yaitu antara saudara, antara seorang dengan saudara orang tua dan antara seorang dengan saudara neneknya.
- Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri menantu dan ibu/bapak tiri.
- Berhubungan susuan, yaitu orang tua susuan, anak susuan, saudara susuan dan bibi/paman susuan.
- Berhubungan saudara dengan istri atau sebagai bibi atau kemenakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri lebih dari seorang.
- Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku, dilarang kawin.
Berdasarkan penjelasan Pasal 2 dan Pasal 8 huruf f UU Perkawinan sebagaimana dijelaskan di atas, dapat disimpulkan bahwa bagaimana pengaturan hukum terkait perkawinan beda agama oleh UU Perkawinan dikembalikan kepada pengaturan masing-masing agama. Untuk itu, terkait bagaimana penentuan sah atau tidaknya suatu perkawinan juga disesuaikan dengan ketentuan agama dan kepercayaan yang dianutnya.
Hal tersebut bisa dipahami karena memang agama yang dianut di Indonesia cukup beragam dan setiap agama memiliki aturan tersendiri dalam hukum perkawinannya.
Baca juga: Seputar Pembebasan Bersyarat.
Pengaturan Perkawinan Beda Agama Menurut UU Perkawinan
Dalam Pasal 57 UU No. 1 Tahun 1974 disebutkan bahwa:
“Yang dimaksud dengan perkawinan campuran dalam Undang-undang ini ialah perkawinan antara dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, karena perbedaan kewarganegaraan dan salah satu pihak berkewarganegaraan Indonesia.”
Seperti telah dijelaskan sebelumnya, bahwa dalam UU Perkawinan tidak ada pengaturan perkawinan beda agama secara jelas dan tegas. Karena tidak adanya pengaturan tersebut, maka berdasarkan Pasal 66 UU Perkawinan pengaturan perkawinan beda agama merujuk pada Pasal 57 UU Perkawinan terkait perkawinan campuran.
Argumentasi yang mendasarinya yaitu bahwa perkawinan campuran menitikberatkan pada dua orang yang di Indonesia tunduk pada hukum yang berlainan, itu berarti Pasal 57 yang mengatur perkawinan antara dua orang yang berbeda kewarganegaraan juga mengatur dua orang yang berbeda agama.
Pencatatan Perkawinan Beda Agama Menurut UU Administrasi Kependudukan
Selanjutnya, dalam Pasal 35 dan 36 Nomor 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan (“UU Administrasi Kependudukan”) dijelaskan bahwa:
Pasal 35
Pencatatan perkawinan sebagaimana dimaksud dalam Pasal 34 berlaku pula bagi:
a. Perkawinan yang ditetapkan oleh Pengadilan; dan
b. Perkawinan Warga Negara Asing yang dilakukan di Indonesia atas permintaan Warga Negara Asing yang bersangkutan.
Pasal 36
Dalam hal perkawinan tidak dapat dibuktikan dengan Akta Perkawinan, pencatatan perkawinan dilakukan setelah adanya penetapan pengadilan.
Pasal 35 dan 36 di atas memang tidak menyebutkan secara eksplisit tentang perkawinan beda agama. Akan tetapi, berdasarkan pasal tersebut apabila pelaporan perkawinan beda agama ditolak oleh Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil maka dapat mengajukan permohonan ke pengadilan. Hal tersebut dapat terjadi karena dengan adanya penetapan pengadilan yang mengizinkan perkawinan beda agama maka Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil harus melakukan pencatatan perkawinan.
Baca juga: Keadaan Memaksa Dalam Hukum Perikatan.
Pengaturan Perkawinan dalam UU Administrasi Kependudukan vs UU Perkawinan
Dari penjelasan di atas, kesimpulannya yaitu bahwa sampai sekarang tidak ada aturan yang mengatur secara jelas dan tegas terkait perkawinan beda agama. Tidak diaturnya perkawinan beda agama dalam peraturan perundang-undangan di Indonesia bisa dipahami karena perkawinan beda agama sesungguhnya tidak dikehendaki pelaksanaannya.
Memang berdasarkan UU Administrasi Kependudukan pencatatan perkawinan beda agama bisa dilakukan dengan syarat ada putusan pengadilan yang mengizinkan.
Akan tetapi, harus diingat pula bahwasanya hukum agama merupakan dasar yang menentukan sah atau tidaknya suatu perkawinan sehingga pencatatan atas perkawinan itu dilandaskan adanya perkawinan sah menurut agama yang dianut. Sedangkan, dalam hukum beberapa agama di Indonesia tidak menganjurkan adanya perkawinan beda agama bagi penganutnya.
Terlepas dari berbagai ketentuan di atas, ada beberapa putusan pengadilan yang mengizinkan perkawinan beda agama.
Sekian pembahasan mengenai “Hukum Perkawinan Beda Agama di Indonesia, Simak Penjelasan Lengkapnya!” apabila Sobat Selaras ada pertanyaan terkait perkawinan atau ingin berkonsultasi seputar hukum, yuk langsung menghubungi kami di Selaras Law Firm ya!
Nantikan artikel menarik selanjutnya juga!
Sumber:
Undang-Undang No. 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
Undang-Undang No. 23 Tahun 2006 tentang Administrasi Kependudukan.
Lukito, R. (2008). Hukum Sakral dan Hukum Sekuler. Jakarta: Alvabet.
Baihaqi, M. A. (2022). Pencatatan Perkawinan Beda Agama di Indonesia. Diakses melalui laman https://badilag.mahkamahagung.go.id/artikel/publikasi/artikel/pencatatan-perkawinan-beda-agama-di-indonesia pada tanggal 27 Oktober 2022.
Pujianti, Sri. (2022). Perkawinan Beda Agama Mudaratnya Lebih Besar. Diakses melalui laman https://www.mkri.id/index.php?page=web.Berita&id=18422 pada tanggal 28 Oktober 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.