Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/feed-rss2.php on line 8
Hukum Perlindungan Konsumen – Selaras Law Firm https://selaraslawfirm.com Selaras Law Firm Sat, 16 Apr 2022 02:41:44 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.3 https://selaraslawfirm.com/wp-content/uploads/2021/11/cropped-icon-32x32.png Hukum Perlindungan Konsumen – Selaras Law Firm https://selaraslawfirm.com 32 32 Perlindungan Konsumen Transaksi Jual Beli Online Dalam Hukum Pidana https://selaraslawfirm.com/perlindungan-konsumen-transaksi-jual-beli-online-dalam-hukum-pidana/ https://selaraslawfirm.com/perlindungan-konsumen-transaksi-jual-beli-online-dalam-hukum-pidana/#comments Sat, 16 Apr 2022 02:41:44 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=672 Oleh: Adine Alimah Maheswari.

Di pembahasan sebelumnya telah dibahas mengenai upaya hukum secara perdata yang dapat ditempuh oleh konsumen dalam mengatasi kasus penipuan dalam jual beli online.

Nah, pada pembahasan kali ini, kita akan membahas mengenai upaya hukum dalam segi hukum pidana terhadap perlindungan konsumen transaksi jual beli online.

Sobat pasti sudah tidak asing lagi bukan dengan hukum pidana?

Yupss, hukum pidana merupakan suatu peraturan yang berkaitan dengan suatu perbuatan tindak pidana. Penjatuhan hukuman dalam hukum pidana biasanya terdiri atas, hukuman pidana penjara, kurungan, dan denda.

Jadi, bagaimana sih upaya atau bentuk perlindungan dalam hukum pidana terhadap konsumen  pada transaksi jual beli online? Pasti sobat sudah penasaran bukan?

Yuk, langsung saja kita simak penjelasannya berikut ini!

Baca Juga: Tidak Kantongi Izin Usaha Kost: Sanksi Administratif Dan Pidana? Simak Penjelasannya!

Jenis-Jenis Penipuan Dalam Jual Beli Online

Akhir-akhir ini di Indonesia, aktivitas kegiatan jual beli online atau e-commerce semakin tumbuh dan berkembang sangat pesat.

Terlebih lagi, semenjak pandemi Covid-19 melanda Indonesia pada tahun 2020 silam. Peningkatan aktivitas e-commerce semakin meningkat secara signifikan.

Hal ini, dibuktikan menurut sumber laporan dari Technology-empowered Digital Trade in Asia Pacific dari Deloitte, yakni total besaran market e-commerce di Indonesia mencapai US$ 43,351 miliar pada 2021.

Selain itu, menurut data dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK) mencatat bahwa terdapat 88,1 persen pengguna internet di Indonesia yang menggunakan layanan e-commerce dalam membeli sejumlah produk.

Kemudian, menurut data survei dari We Are Social pada April 2021 lalu menunjukkan, bahwa Indonesia menduduki peringkat pertama dari segi penggunaan layanan e-commerce.

Berdasarkan data-data tersebut, dapat dibuktikan bahwa layanan e-commerce memang sedang sangat diminati oleh banyak masyarakat di Indonesia.

Akan tetapi, dibalik berbagai fasilitas kemudahan yang terdapat dalam transaksi jual beli online tersebut, terdapat juga berbagai persoalan kejahatan yang mengintai konsumen dalam aktivitas kegiatan perdagangan di e-commerce.

Hal ini, disebabkan karena kondisi antara penjual dan pembeli yang tidak bertemu secara langsung dalam melakukan transaksi, sehingga memungkinkan terjadinya berbagai tindak kriminal kejahatan di dalamnya.

Berikut ini, merupakan beberapa jenis-jenis bentuk penipuan dalam jual beli online terhadap konsumen, antara lain:

  1. Terdapat ketidaksesuaian barang atau produk yang diterima. Ketidaksesuaian ini dapat berupa jumlah barang yang tidak sesuai dengan pesanan, terdapat kerusakan, keterlambatan pengiriman, atau bahkan barang yang dikirimkan merupakan barang tiruan;
  2. Adanya pelaku usaha fiktif. Hal ini menimbulkan kesulitan untuk melakukan komplain karena nama, alamat, maupun kontak yang diberikan adalah fiktif;
  3.  Penjual mengirimkan bukti transfer barang palsu.

Kondisi tersebut dapat diperparah dengan kendala penegak hukum dalam mengungkap kejahatan penipuan dalam transaksi elektronik, kendala tersebut diantaranya:

  1. Terbatasnya personil tenaga ahli di kepolisian dalam mengungkap kasus tersebut;
  2.  Lemahnya pengawasan pemerintah dalam mencegah tindakan penipuan;
  3. Terjadinya kendala prosedural hukum dari pengaturan UU ITE.

Dengan demikian, upaya penegakan hukum penipuan dalam transaksi elektronik tidak dapat berjalan secara maksimal, sehingga menyebabkan banyak kerugian yang dialami oleh konsumen.

Baca Juga: Bisnis Kosmetik: Tidak Mengurus Perizinan Usaha Berujung Pidana? Simak Penjelasannya!

Penjatuhan Pidana Pada Penipuan Jual Beli Online

Pada transaksi jual beli online sulit untuk melakukan eksekusi ataupun tindakan nyata apabila terjadi sengketa maupun tindak pidana penipuan.

Pada dasarnya, sifat siber dalam transaksi secara elektronik memungkinkan setiap orang, baik penjual maupun pembeli untuk menyamar atau memalsukan identitas dalam setiap transaksi kegiatan perdagangan jual beli tersebut.

Meskipun demikian, baik pemerintah maupun penegak hukum tetap mengerahkan dan melakukan usaha yang terbaik untuk masyarakatnya. Salah satunya, yaitu dengan cara melindungi konsumen melalui upaya hukum pidana.

Menurut Pasal 378 KUHP dijelaskan bahwa:

“Barangsiapa dengan maksud untuk menguntungkan diri sendiri atau orang lain secara melawan hukum, dengan memakai nama palsu atau martabat palsu, dengan tipu muslihat, ataupun rangkaian kebohongan, menggerakkan orang lain untuk menyerahkan barang sesuatu kepadanya, atau supaya memberi hutang maupun menghapuskan piutang, diancam karena penipuan dengan pidana penjara paling lama 4 tahun”.

Kemudian, dalam Pasal 28 Ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik juga diatur mengenai aturan dalam hal penyebaran atau melakukan berita bohong sehingga menyebabkan kerugian terhadap konsumen dalam transaksi jual beli online, yakni:

“Setiap Orang dengan sengaja, dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik”.

Terhadap pelanggaran Pasal 28 ayat (1) Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik ini diancam pidana dalam Pasal 45A ayat (1) Undang-Undang No. 19 Tahun 2016, yaitu:

“Setiap Orang yang dengan sengaja dan tanpa hak menyebarkan berita bohong dan menyesatkan yang mengakibatkan kerugian konsumen dalam Transaksi Elektronik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 28 ayat (1) dipidana dengan pidana penjara paling lama 6 tahun dan/atau denda paling banyak Rp1 miliar”.

Nah, itulah penjelasan singkat mengenai “Perlindungan Konsumen Transaksi Jual Beli Online dalam Hukum Pidana”. Jika kamu memiliki permasalahan hukum dan membutuhkan konsultasi dengan pakar dan praktisi hukum terbaik di Indonesia, Selaras Law Firm solusinya!

Sumber:

Undang-Undang No. 11 Tahun 2008 tentang Transaksi dan Informasi Elektronik.

Undang-Undang No. 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik.

Tony Yuri Rahmanto. 2019. “Penegakan Hukum Terhadap Tindak Pidana Penipuan Berbasis Transaksi Elektronik.” Jurnal Penelitian Hukum Dejure. Vol. 19 No. 1.

LBH Pengayoman. Sanksi Pidana Bagi Pelaku Penipuan Jual Beli Online. Diakses pada laman. https://lbhpengayoman.unpar.ac.id/sanksi-pidana-bagi-pelak u-penipuan-jual-beli-online/#:~:text=%E2%80%9CSetiap%20Orang%20yang%20dengan%20sengaja,.000.000%2C00%20(satu%20miliar.  Diakses pada 8 Maret 2022.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

]]>
https://selaraslawfirm.com/perlindungan-konsumen-transaksi-jual-beli-online-dalam-hukum-pidana/feed/ 1
Tugas Dan Wewenang BPSK Menurut Undang-Undang https://selaraslawfirm.com/tugas-dan-wewenang-bpsk-menurut-undang-undang/ https://selaraslawfirm.com/tugas-dan-wewenang-bpsk-menurut-undang-undang/#comments Tue, 12 Apr 2022 13:21:30 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=657 Oleh: Chaira Machmudya Salsabila, S.H.

“Ada tiga jenis penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha dalam BPSK, yaitu konsiliasi, mediasi dan arbitrase.”

Sobat, BPSK atau Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen merupakan badan yang ditunjuk oleh Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen untuk menerima aduan dari konsumen terhadap pelaku usaha yang diduga melanggar aturan-aturan yang terdapat dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.

Menurut Pasal 52 Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen, BPSK memiliki tugas dan wewenang sebagaI berikut:

  1. Melaksanakan penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen dengan cara melalui mediasi atau arbitrase atau konsiliasi;
  2. Memberikan konsultasi perlindungan konsumen;
  3. Melakukan pengawasan terhadap pencantuman klausula baku;
  4. Melaporkan kepada penyidik umum apabila terjadi pelanggaran ketentuan dalam Undang-Undang Perlindungan Konsumen.
  5. Menerima pengaduan baik tertulis maupun tidak tertulis, dari konsumen tentang terjadinya pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  6. Melakukan penelitian dan pemeriksaan sengketa perlindungan konsumen;
  7. Memanggil pelaku usaha yang diduga telah melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  8. Memanggil dan menghadirkan saksi, saksi ahli dan/atau setiap orang yang dianggap mengetahui pelanggaran terhadap Undang-Undang itu;
  9. Meminta bantuan penyidik untuk menghadirkan pelaku usaha, saksi, saksi ahli, atau setiap orang sebagaimana dimaksud pada huruf (g) dan huruf (h) yang tidak bersedia memenuhi panggilan badan penyelesaian sengketa konsumen;
  10. Mendapatkan, meneliti dan/atau menilai surat, dokumen, atau alat bukti lain guna penyelidikan dan/atau pemeriksaan;
  11. Memutuskan dan menetapkan ada atau tidaknya kerugian di pihak konsumen;
  12. Memberitahukan putusan kepada pelaku usaha yang melakukan pelanggaran terhadap perlindungan konsumen;
  13. Menjatuhkan sanksi administratif kepada pelaku usaha yang melanggar ketentuan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. 

Baca Juga: Larangan Iklan Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen.

Kewenangan BPSK dalam menyelesaikan sengketa antara konsumen dan pelaku usaha diatur lebih lanjut dalam Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Menurut Keputusan ini, penyelesaian sengketa dalam BPSK dapat dilakukan melalui tiga cara, yaitu mediasi, konsiliasi, dan arbitrase. Ketiganya harus dilakukan berdasarkan persetujuan antara pelaku usaha dan konsumen. Menurut Pasal 4 dari Keputusan yang sama, ketiganya bukan merupakan proses penyelesaian sengketa yang sifatnya berjenjang, sehingga dapat dilakukan secara terpisah tanpa memperhatikan urutan tertentu.

Penyelesaian sengketa konsumen dengan cara konsiliasi dipimpin oleh perwakilan BPSK sebagai konsiliator pasif (Pasal 28 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001).

Dalam proses ini, konsiliator hanya bertugas dalam memanggil para pihak yang bersengketa, memanggil saksi dan ahli bila diperlukan, dan menyediakan forum bagi para pihak untuk berkonsiliasi. Konsiliator pasif hanya akan menjawab pertanyaan para pihak mengenai peraturan perundang-undangan di bidang perlindungan konsumen.

Persidangan dalam BPSK dengan cara mediasi dipimpin oleh seorang mediator yang akan secara aktif me-mediasi kedua belah pihak dengan memberikan nasehat, petunjuk, saran, dan upaya-upaya lain dalam rangka penyelesaian sengketa (Pasal 31 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001).

Konsumen dan pelaku usaha akan dipanggil untuk pertama kali oleh Majelis BPSK lalu para pihak bermediasi dengan masukan serta arahan dari mediator. Mediator akan menerima hasil mediasi tersebut dan lalu mengeluarkan ketentuan berdasarkan hasil mediasi tersebut (Pasal 31 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001).

Proses penyelesaian sengketa melalui arbitrase mengizinkan para pihak untuk memilih arbiter dari kalangan anggota BPSK yang berasal dari unsur pelaku usaha dan konsumen sebagai anggota Majelis (Pasal 32 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001). Setelah itu, para arbitor yang terpilih akan memilih arbiter ketiga dari anggota BPSK yang berasal dari unsur Pemerintah sebagai Ketua Majelis.

Proses arbitrase akan dibuka dengan upaya Ketua Majelis dalam mendamaikan kedua belah pihak terlebih dahulu (Pasal 34  Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001). Apabila gagal, barulah arbitrase dilanjutkan dengan pembacaan isi gugatan konsumen dan surat jawaban pelaku usaha.

Baca juga: Kewajiban Pelaku Usaha Salon Kecantikan Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen.

Hasil penyelesaian sengketa antara konsumen dengan pelaku usaha di BPSK dapat berupa perdamaian, gugatan ditolak, atau gugatan dikabulkan (Pasal 40 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001).

Pengabulan gugatan dapat berupa penjatuhan kewajiban kepada pelaku usaha untuk membayar ganti rugi yang telah ditetapkan sesuai dengan hasil penyelesaian sengketa, sesuai dengan Pasal 12 Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001, yang dapat berupa:

  1. Pengembalian uang
  2. Penggantian barang dan/atau jasa yang sejenis atau setara nilainya
  3. Perawatan kesehatan dan/atau pemberian santunan

Ketiganya dapat pula disertai dengan sanksi administratif yaitu ganti rugi senilai paling banyak Rp. 200.000.000,- (dua ratus juta rupiah).

Demikian penjelasan mengenai peran BPSK dalam penyelesaian sengketa antara konsumen dan pelaku usaha. Semoga artikel ini dapat bermanfaat bagi Sobat, khususnya para pelaku usaha yang membutuhkan wawasan mengenai peran BPSK dalam perlindungan konsumen.

Bagi pelaku usaha yang memiliki impian untuk memulai usaha, jangan lupa urus perizinannya dengan Selaras Law Firm sekarang juga!

Sumber:

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.

Keputusan Menteri Perindustrian dan Perdagangan Republik Indonesia Nomor 350/MPP/Kep/12/2001 tentang Pelaksanaan Tugas dan Wewenang Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

]]>
https://selaraslawfirm.com/tugas-dan-wewenang-bpsk-menurut-undang-undang/feed/ 3
Prosedur Pendaftaran Produk Kosmetik Di BPOM https://selaraslawfirm.com/prosedur-pendaftaran-produk-kosmetik-di-bpom/ https://selaraslawfirm.com/prosedur-pendaftaran-produk-kosmetik-di-bpom/#comments Thu, 31 Mar 2022 04:35:00 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=599 Oleh: Adine Alimah Maheswari.

Rani: Hai Linda, abis dari mana nih belanjaannya banyak banget?

Linda: Eh Rani, iya nih abis beli kosmetik terbaru hehehe.

Rani: Kosmetik apa tuh Lin?

Linda: Ini loo (sembari menunjukkan produk kosmetiknya kepada Rani).

Rani: Ohh, produk kosmetik ini kan lagi viral banget katanya mengandung bahan berbahaya loh Lin.

Linda: Ah masa sih Ran, ini katanya bagus banget kok harganya juga gak murah mana mungkin berbahaya.

Rani: Eitss barang mahal juga belum tentu aman loh Lin. Coba deh kamu liat produk kosmetik itu sudah terdaftar dan memiliki nomor BPOM belum?

Linda: (Langsung mengecek label kemasan di produk). Eh ya loh Ran gak ada nomor BPOM nya.

Rani: Tuh kann, lebih baik jangan kamu pakai deh takut berbahaya dan gak aman, nanti wajahnya jadi rusak lagi.

Gimana nih udah simak cerita antara Rani dan Linda di atas kan?

Kalian pasti gak mau kan tertipu produk kosmetik abal-abal seperti Linda yang belum terdaftar di BPOM?

Produk yang belum terdaftar di BPOM itu harus kita waspadai loh karena keamanan dari produk tersebut masih diragukan dan belum pasti.

So, penting banget nih buat mendaftarkan produk kosmetik di BPOM. Pasti sobat juga sudah penasaran bukan?Yuk, langsung saja kita simak penjelasannya berikut ini!

Baca Juga: Bisnis Kosmetik: Tidak Mengurus Perizinan Usaha Berujung Pidana? Simak Penjelasannya!

Apa Itu BPOM?

Badan Pengawas Obat dan Makanan atau BPOM adalah sebuah lembaga yang bertugas dalam mengawasi peredaran makanan dan obat-obatan di Indonesia.

Menurut Peraturan BPOM Nomor 22 Tahun 2020, Unit Pelaksana Teknis BPOM memiliki tugas teknis operasional di bidang pengawasan obat dan makanan di wilayah kerja masing-masing.

Tugas dari lembaga ini adalah untuk memastikan keamanan produk makanan dan obat-obatan yang sesuai dengan standar perizinan, agar tidak merugikan konsumen.

Selain itu, menurut Pasal 2 Peraturan Presiden Nomor 80 tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan, tugas utama BPOM adalah:

  1. BPOM memiliki tugas menyelenggarakan tugas pemerintah di bidang pengawasan obat dan makanan sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
  2. Obat dan makanan yang dimaksud pada ayat 1 terdiri atas obat, bahan obat, narkotika, psikotropika, zat adiktif, prekursor, obat tradisional, suplemen kesehatan, kosmetik dan pangan olahan.

Salah satu jenis obat-obatan juga dapat dimaksud suatu produk kosmetik. Kosmetik merupakan suatu produk yang sangat amat diminati oleh banyak kalangan di masyarakat khususnya wanita.

Dengan begitu, guna melindungi konsumen dan memastikan keamanan dari suatu produk kosmetik maka suatu produk kosmetik harus memiliki izin dari BPOM.

Persyaratan Pemohon Pengajuan BPOM Kosmetik

Syarat pemohon dalam melakukan pengajuan kepada BPOM juga menjadi suatu hal yang cukup penting.

Berikut ini, merupakan syarat pemohon yang dapat melakukan pengajuan BPOM kosmetik:

Permohonan notifikasi dapat diajukan oleh pemohon kepada Kepala BPOM. Kemudian, pemohon dapat mengajukan permohonan notifikasi, yaitu:

  1. Industri kosmetika yang berada di wilayah Indonesia yang telah memiliki izin produksi
  2. Importir kosmetika yang mempunyai Angka Pengenal Impor (API) dan surat penunjukkan keagenan dari produsen negara asal, dan/atau
  3. Usaha perorangan/badan usaha yang melakukan kontrak produksi dengan industri kosmetika yang telah memiliki izin produksi.

2. Selanjutnya, pemohon diatas harus memiliki Dokumen Informasi Produk (DIP) sebelum kosmetika di notifikasi. DIP tersebut berfungsi bagi pemohon guna pemeriksaan dan proses audit yang dilakukan oleh lembaga BPOM sewaktu-waktu.

3. Kemudian, produk kosmetik yang akan di notifikasi haruslah dibuat dengan menerapkan Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) dan memenuhi persyaratan teknis, meliputi keamanan, bahan, penandaan, dan klaim.

Baca Juga: Ingin Bisnis Produksi Kosmetik? Berikut Aturan Sertifikasi Terbarunya!

Persyaratan BPOM Untuk Produk Kosmetik Lokal

Berikut ini adalah syarat-syarat dokumen yang harus dipenuhi dalam proses pengajuan pendaftaran kepada BPOM, yakni:

  1. NPWP.
  2. Surat Izin Produksi Kosmetika, sesuai dengan jenis sediaan produk yang didaftarkan.
  3. Sertifikat Cara Pembuatan Kosmetika yang Baik (CPKB) atau surat pernyataan penerapan CPKB dan atau sertifikat Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB) dengan surat keterangan penggunaan fasilitas bersama, sesuai dengan jenis sediaan produk yang dinotifikasikan.
  4. Surat Perjanjian Kerjasama antara pemohon notifikasi dengan perusahaan pemberi lisensi (Produk Lisensi).

Cara Mendaftar Badan Usaha BPOM Kosmetik Secara Online

Selanjutnya, agar suatu produk kosmetik dapat memperoleh notifikasi kosmetik dari BPOM, maka pendaftar (baik badan usaha atau perorangan) diwajibkan untuk mendaftarkan Badan Usahanya terlebih dahulu.

Nah, berikut tahapan cara mendaftarkan Badan Usaha BPOM Kosmetik secara online, yaitu:

  1. Pemohon (pendaftar) mengisi form pendaftaran badan usaha.
  2. Pemohon mengupload atau mengunggah dokumen administrasi yang telah diisi.
  3. Data akan diperiksa oleh sistem. Hasilnya:
    1. Jika data dianggap lengkap dan valid, maka pendaftar dapat mendaftarkan produknya untuk memperoleh notifikasi BPOM.
    2. Jika data tidak lengkap atau tidak valid, maka akan dikembalikan ke pendaftar untuk dilengkapi dan proses akan diulang kembali ke langkah 1.

Prosedur Pendaftaran BPOM Notifikasi Kosmetik

Prosedur Pendaftaran BPOM Notifikasi kosmetik Merupakan salah satu proses yang tidak kalah penting dalam mendaftarkan produk kosmetik di BPOM. Berikut ini tahapan dalam pendaftaran BPOM Notifikasi kosmetik, antara lain:

  1. Melengkapi formulir notifikasi online di laman notifkos.pom.go.id.
  2. Menerima surat perintah bayar atau SPB melalui sistem.
  3. Melakukan pembayaran sesuai SPB yang sudah diperoleh.
  4. Memperoleh nomor ID produk.
  5. Verifikasi template dan formula.
  6. Nomor notifikasi diberikan dalam 14 hari kerja.

Nah, itulah penjelasan singkat mengenai “Prosedur Pendaftaran Produk Kosmetik di BPOM”. Jika kamu memiliki permasalahan hukum dan membutuhkan konsultasi dengan pakar dan praktisi hukum terbaik di Indonesia, Selaras Law Firm solusinya!

Sumber:

Peraturan Presiden Nomor 80 Tahun 2017 tentang Badan Pengawas Obat dan Makanan.

Peraturan Badan Pengawas Obat dan Makanan Nomor 22 Tahun 2020 tentang Organisasi dan Tata Kerja Unit Pelaksana Teknis Di Lingkungan Badan Pengawas Obat dan Makanan

Adev. Mengurus Izin BPOM Kosmetik? Ini Cara Daftar BPOM Kosmetik. https://adev.co.id/kosmetik/bpom/cara-daftar-bpom/. Diakses pada 3 Maret 2022.

Badan POM. Tahap Proses Pengajuan Notifikasi Kosmetik. https://bbpompadang.id/read-artikel?slug=tahap-proses-pengajuan-notifikasi-kosmetik. Diakses pada 3 Maret 2022.

Sumber Gambar:

unsplash.com

Editor: Siti Faridah, S.H.

]]>
https://selaraslawfirm.com/prosedur-pendaftaran-produk-kosmetik-di-bpom/feed/ 1
Larangan Iklan Dalam Perspektif Hukum Perlindungan Konsumen https://selaraslawfirm.com/larangan-iklan-dalam-perspektif-hukum-perlindungan-konsumen/ https://selaraslawfirm.com/larangan-iklan-dalam-perspektif-hukum-perlindungan-konsumen/#comments Mon, 21 Feb 2022 04:17:21 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=488 Oleh: Chaira Machmudya Salsabila, S.H.

Iklan merupakan cara bagi pelaku usaha untuk menyebarluaskan barang atau jasanya kepada masyarakat luas agar meningkatkan minat anggota masyarakat tersebut untuk membeli barang atau jasa yang dimaksud.

Iklan dapat muncul dalam berbagai bentuk, termasuk namun tidak terbatas pada visual, audio, dan audiovisual.

Nah, iklan sendiri memiliki banyak manfaat, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha. Bagi pelaku usaha, iklan bisa menjadi medium yang meningkatkan penjualan produk mereka apabila berhasil meningkatkan minat konsumen untuk membeli.

Bagi konsumen, iklan menjadi sarana yang penting untuk mendapatkan informasi seputar produk yang akan dikonsumsinya, sekaligus menjadi sarana untuk membandingkan produk yang satu dengan yang lainnya.

Pada intinya, iklan merupakan aspek yang penting dalam transaksi jual beli barang maupun jasa, baik bagi konsumen maupun pelaku usaha.

Karena alasan tersebut di atas, sangat penting agar hadirnya iklan diatur dengan dasar hukum dan peraturan yang tegas. Seringkali, iklan yang mengandung pernyataan-pernyataan yang tidak sesuai dengan kenyataannya malah menyesatkan calon konsumen, yang akhirnya mengabaikan aspek perlindungan konsumen.

Untuk menghindari hal ini, iklan juga diatur lho dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Dalam Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen, iklan diatur dalam Pasal 7, 8 serta 9 dalam Undang-Undang tersebut. Menurut Pasal 7, kewajiban pelaku usaha termasuk memberikan informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa serta memberi penjelasan penggunaan, perbaikan dan pemeliharaan.

Pasal 8 menegaskan bahwa pelaku usaha dilarang memperjual belikan barang atau jasa yang tidak sesuai dengan janji yang dinyatakan dalam label, etiket, keterangan, iklan atau promosi penjualan barang dan/atau jasa.

Baca juga: Seluk Beluk Prosedur Pembubaran Koperasi.

Pasal 9 lalu merincikan lebih jauh lagi terkait jenis-jenis iklan yang dilarang. Menurut pasal tersebut, pelaku usaha dilarang mengiklankan suatu barang atau jasa seolah-olah:

  1. barang tersebut telah memenuhi dan/atau memiliki potongan harga, harga khusus, standar mutu tertentu, gaya atau mode tertentu, karakteristik tertentu, sejarah atau guna tertentu;
  2. barang tersebut dalam keadaan baik dan/atau baru;
  3. barang dan/atau jasa tersebut telah mendapatkan dan/atau memiliki sponsor, persetujuan, perlengkapan tertentu, keuntungan tertentu, ciri-ciri kerja atau aksesori tertentu;
  4. barang dan/atau jasa tersebut dibuat oleh perusahaan yang mempunyai sponsor, persetujuan atau afiliasi;
  5. barang dan/atau jasa tersebut tersedia;
  6.  barang tersebut tidak mengandung cacat tersembunyi;
  7. barang tersebut merupakan kelengkapan dari barang tertentu;
  8. barang tersebut berasal dari daerah tertentu;
  9. secara langsung atau tidak langsung merendahkan barang dan/atau jasa lain;
  10. Menggunakan kata-kata yang berlebihan, seperti aman, tidak berbahaya, tidak mengandung risiko atau efek sampingan tanpa keterangan yang lengkap;
  11. Menawarkan sesuatu yang mengandung janji yang belum pasti.

Pasal 10 lalu menegaskan bahwa pelaku usaha dilarang membuat pernyataan-pernyataan menyesatkan dalam iklannya mengenai harga, kondisi, tanggungan, jaminan, hak atau ganti rugi, tawaran potongan harga, hadiah menarik yang ditawarkan, serta bahaya penggunaan barang dan/atau jasa.

Pasal 11 menyatakan bahwa iklan dilarang untuk:

  1. menyatakan seolah-olah produk yang diiklankan telah memenuhi standar mutu tertentu;
  2. menyatakan seolah-olah produk tidak mengandung cacat tersembunyi;
  3. Mengiklankan dengan maksud untuk menjual barang lain;
  4. Menaikkan harga atau tarif barang dan/atau jasa sebelum mengiklankan obral.

Menurut Pasal 12, iklan dilarang untuk menginformasikan bahwa produk memiliki harga khusus dalam waktu dan jumlah tertentu jika pelaku usaha tidak bermaksud untuk menjualnya dengan harga khusus dalam waktu dan jumlah tertentu tersebut.

Pasal 13 juga mengatakan bahwa pelaku usaha dilarang untuk mengiklankan suatu produk dengan cara menjanjikan hadiah berupa produk lain namun bermaksud untuk tidak memberikannya sebagaimana yang dijanjikan.

Baca juga: Kupas Tuntas Mengenai Persekutuan Perdata, Cek Ketentuan Lengkapnya Disini!

Untuk obat-obatan, suplemen, alat kesehatan dan jasa pelayanan kesehatan, iklan dilarang untuk menjanjikan pemberian hadiah berupa produk lain. Ini ditegaskan dalam Pasal 13.

Larangan-larangan mengenai iklan tertentu juga berlaku bagi pelaku usaha periklanan. Pelaku usaha periklanan, menurut Pasal 17, dilarang untuk memproduksi iklan yang menyesatkan dari segi kualitas dan kuantitas yang ditawarkan, harga produk, jaminan/garansi, dan sebagainya.

Pasal 20 juga menegaskan bahwa pelaku usaha periklanan bertanggung jawab atas iklan yang diproduksi dan segala akibat yang ditimbulkan oleh iklan tersebut.

Demikian hal-hal terkait iklan yang harus diperhatikan oleh pelaku usaha, khususnya dari sudut pandang hukum perlindungan konsumen. Selaras Law Firm membantu kamu yang memiliki permasalahan dibidang usaha, yuk konsultasikan permasalahan hukum kamu dengan konsultan hukum terbaik kami sekarang juga!

Sumber:

Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 Tentang Perlindungan Konsumen.

Sumber Gambar:

https://unsplash.com/

Editor: Siti Faridah, S.H.

]]>
https://selaraslawfirm.com/larangan-iklan-dalam-perspektif-hukum-perlindungan-konsumen/feed/ 2