Oleh: M Ilham Akbar Lemmy, S.H.
Hallo Sobat Selaras Law Firm!
Kembali lagi dengan kami yang akan selalu memberikan informasi edukasi hukum, kali ini kita akan membahas terkait hak tanggungan dalam hukum positif Indonesia.
Penasaran yaaa? Yuk simak pembahasan dibawah!
Definisi Hak Tanggungan
Pada Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan atas Tanah Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah (“UUHT”) mendefinisikan Hak Tanggungan adalah hak jaminan yang dibebankan pada hak atas tanah sebagaimana dimaksud dalam UUPA, berikut atau tidak berikut benda lain nya yang satu kesatuan dengan tanah itu, untuk pelunasan utang.
Hak Tanggungan memberikan perlindungan dan kedudukan yang istimewa kepada Kreditur (“orang atau badan usaha yang meminjamkan utang”) tertentu dari Kreditur lainnya terhadap hak atas tanah yang dijaminkan dengan catatan apabila Debitur (“orang atau badan usaha yang menerima pinjaman uang”) melanggar janji.
Kreditur pemegang Hak Tanggungan dapat menjual barang agunan melalui pelelangan umum untuk pelunasan utang Debitur, sehingga keistimewaan ini disukai pihak bank sebagai Kreditur karena dapat dengan mudah melakukan pengeksekusian terhadap objek jaminan, apabila Debitur wanprestasi.
Dengan arti kata lain, bahwa Hak Tanggungan merupakan salah satu jenis hak kebendaan yang bersifat terbatas, yang hanya memberikan kewenangan kepada pemegang haknya untuk memperoleh pelunasan piutangnya secara mendahulu dari Kreditur-Kreditur lainnya.
Baca Juga: Hak-Hak Atas Tanah sebelum Dan Sesudah Lahirnya UUPA
Dasar Hukum Hak Tanggungan
Sebelum lahirnya UUHT, jaminan atas tanah dikenal dengan sebutan Hipotik sebagai diatur dalam Buku Kedua BAB XXI Pasal 1162 sampai dengan 1232 KUHPerdata dan Creditverband sebagaimana diatur dalam Statsblad Tahun 1908 Nomor 542.
Dengan diberlakukannya UUHT maka ketentuan tentang Hipotik atas tanah dan ketentuan Creditverband dinyatakan tidak berlaku lagi, penegasan terhadap hal tersebut dapat dilihat pada Pasal 57 UUPA. Sejak itu pula, UUHT merupakan satu-satunya lembaga hak jaminan atas tanah dalam Hukum Tanah Nasional yang tertulis.
Saat ini Hak Tanggungan diatur dalam beberapa aturan, yaitu:
- UUPA khususnya Pasal 25, 33, 39 mengenai Hak Milik, Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan sebagai objek Hak Tanggungan dan Pasal 51.
- Undang-Undang No. 4 Thn 1996 Tentang Hak Tanggungan Atas Tanah Beserta Benda-benda Yang Berkaitan Dengan Tanah (UUHT).
- PP No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah.
- Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 Tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, Dan Sertifikat Hak Tanggungan.
- Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.
- Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran Hak Tanggungan Jo. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik.
Tahapan Pembebanan Hak Tanggungan
Secara garis besar tahap pembebanan Hak Tanggungan terdiri atas 2 (dua) tahapan yaitu:
1. Tahap Pemberian Hak Tanggungan
Tahap ini dimulai dari pembuatan Akta Pembebanan Hak Tanggungan (“APHT”) oleh Pejabat Pembuat Akta Tanah (“PPAT”) dengan didahului penandatanganan perjanjian kredit yang dijaminkan oleh Debitur kepada Kreditur.
APHT berisikan hal-hal yang sifatnya wajib dicantumkan dan yang tidak wajib dicantumkan. Untuk isi akta yang bersifat wajib maka menjadi syarat sahnya APHT.
Jika tidak dicantumkan secara lengkap mengakibatkan APHT batal demi hukum. Ketentuan tersebut dimaksudkan untuk memenuhi asas spesialisasi dari Hak Tanggungan, baik mengenai subyek, obyek maupun utang yang dijamin.
2. Tahap Pendaftaran Hak Tanggungan
Pada tahap ini pelaksanaannya berada pada Kantor Pertanahan setempat. Pendaftaran Hak Tanggungan juga sekaligus merupakan saat lahirnya Hak Tanggungan yang dibebankan.
Sebab salah satu dari objek pendaftaran tanah adalah Hak Tanggungan, sebagaimana disebutkan Pasal 9 Peraturan Pemerintah Nomor 24 Tahun 1997 tentang Peraturan Pendaftaran Tanah. Pasal 13 ayat (1) UUHT menyatakan bahwa pemberian Hak Tanggungan wajib didaftarkan pada Kantor Pertanahan.
Hal tersebut karena penandatanganan APHT di hadapan PPAT baru memenuhi syarat spesialitas dari Hak Tanggungan saja. tetapi belum memenuhi syarat publisitas.
Untuk memenuhi syarat publisitas maka pemberian Hak Tanggungan yang dimuat dalam APHT harus didaftarkan pada Kantor Pertanahan setempat.
Baca Juga: Penyelesaian Sengketa Perdata Tidak Harus Ke Pengadilan, Ada Cara Lain!
Pendaftaran Hak Tanggungan dilakukan oleh Kantor Pertanahan dengan membuatkan buku tanah hak atas tanah yang menjadi obyek Hak Tanggungan serta menyalin catatan tersebut pada Sertifikat hak atas tanah yang bersangkutan.
Hak Tanggungan dikatakan ada sejak tanggal buku tanah Hak Tanggungan yaitu tanggal hari ketujuh setelah penerimaan secara lengkap surat-surat yang diperlukan bagi pendaftaran dan jika hari ketujuh itu jatuh pada hari libur, buku tanah yang bersangkutan diberi bertanggal hari kerja berikutnya.
Sebagai tanda adanya bukti Hak Tanggungan, Kantor Pertanahan menerbitkan Sertifikat Hak Tanggungan.
Demikian pembahasan terkait “Hak Tanggungan Atas Tanah Menurut Hukum Positif” Jika sobat Selaras Law Firm ingin konsultasi atau membutuhkan pendampingan hukum bisa langsung saja hubungi kami.
Nantikan artikel menarik yang dapat menambah pengetahuan sobat Selaras Law Firm selanjutnya!
Sumber:
Undang-Undang No. 5 Tahun 1960 Tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria.
Undang-Undang Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Hak Tanggungan Beserta Benda-Benda yang Berkaitan Dengan Tanah.
Undang-Undang Nomor 23 tahun 1847 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Staatsblad Tahun 1908 Nomor 542.
Peraturan Pemerintah No. 24 Tahun 1997 Tentang Pendaftaran tanah.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 3 Tahun 1996 Tentang Bentuk Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan, Akta Pemberian Hak Tanggungan, Buku Tanah Hak Tanggungan, Dan Sertifikat Hak Tanggungan.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 4 Tahun 1996 Tentang Penetapan Batas Waktu Penggunaan Surat Kuasa Membebankan Hak Tanggungan Untuk Menjamin Pelunasan Kredit-Kredit Tertentu.
Peraturan Menteri Negara Agraria/ Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 5 Tahun 1996 Tentang Pendaftaran Hak Tanggungan Jo. Peraturan Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional Nomor 9 Tahun 2019 tentang Pelayanan Hak Tanggungan Terintegrasi Secara Elektronik.
Sumber Gambar:
www.pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.