Oleh: Marcelia Puspa Andini
Hallo, Sobat Selaras!
Tentu Sobat Selaras sudah tahu bahwasanya dalam persidangan perkara pidana terdapat saksi yang mana saksi tersebut nantinya akan memberikan keterangan guna kepentingan penyidikan, penuntutan dan peradilan dari suatu perkara pidana, bukan?
Dalam Pasal 1 Angka 27 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Pidana (“KUHAP”) tertulis bahwa:
“Keterangan saksi adalah salah satu alat bukti dalam perkara pidana yang berupa keterangan dari saksi mengenai suatu peristiwa pidana yang ia dengar sendiri, ia lihat sendiri dan ia alami sendiri dengan menyebut alasan dari pengetahuannya itu.”
Keterangan saksi merupakan salah satu alat bukti yang sangat penting dalam proses pembuktian pada tahap pemeriksaan. Oleh karena itu, dalam Pasal 160 Angka 3 KUHAP dijelaskan bahwa seorang saksi wajib disumpah atau berjanji terlebih dahulu sebelum atau setelah memberikan keterangannya di persidangan.
Lantas bagaimana apabila keterangan dan sumpah yang diberikan oleh seorang saksi tersebut palsu? Apakah saksi tersebut dapat di pidana? Yukkk simak penjelasan dalam artikel berikut ini untuk menemukan jawabannya!
Pasal Keterangan Palsu
Memberikan keterangan palsu saat menjadi saksi di persidangan dapat diancam dengan sanksi pidana keterangan palsu sebagaimana telah diatur dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (“KUHP”) yang masih berlaku saat ini dan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang KUHP (“UU KUHP”) yang berlaku 3 tahun sejak diundangkan.
Dalam Pasal 242 Ayat (1) KUHP tertulis bahwa:
“Barangsiapa dalam keadaan di mana undang-undang menentukan supaya memberi keterangan di atas sumpah atau mengadakan akibat hukum kepada keterangan yang demikian, dengan sengaja memberi keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan ataupun tulisan, secara pribadi maupun oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu, diancam dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.”
Apabila keterangan palsu berdasar pasal tersebut diberikan dalam perkara pidana dan merugikan terdakwa atau tersangka yang bersalah maka dapat diancam dengan pidana penjara paling lama 9 tahun.
Sedangkan pengaturan mengenai keterangan palsu dalam Pasal 291 Ayat (1) UU KUHP tertulis bahwa:
“Setiap orang yang berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan harus memberikan keterangan di atas sumpah atau keterangan tersebut menimbulkan akibat hukum, memberikan keterangan palsu di atas sumpah, baik dengan lisan maupun tulisan, yang dilakukan sendiri atau oleh kuasanya yang khusus ditunjuk untuk itu yang diberikan dalam pemeriksaan perkara dalam proses peradilan, dipidana dengan pidana penjara paling lama 7 tahun.”
Jika perbuatan sebagaimana dimaksud dalam pasal tersebut dapat merugikan tersangka, terdakwa atau pihak lawan, maka pidananya ditambah 1/3.
Unsur-Unsur Pasal Keterangan Palsu
Menurut R Soesilo, berikut adalah unsur-unsur yang harus terpenuhi terlebih dahulu agar seorang saksi yang memberikan keterangan dapat dihukum:
- Keterangan itu harus di atas sumpah;
- Keterangan itu harus diwajibkan menurut undang-undang atau menurut peraturan yang menentukan akibat hukum pada keterangan itu;
- Keterangan itu harus palsu (tidak benar) dan kepalsuan ini diketahui oleh pemberi keterangan;
- Supaya dapat dihukum, pembuat harus mengetahui bahwa ia memberikan suatu keterangan dengan sadar bertentangan dengan kenyataan dan bahwa ia memberikan keterangan palsu ini di atas sumpah;
- Jika pembuat menyangka bahwa keterangannya itu sesuai dengan kebenaran akan tetapi akhirnya keterangan tersebut tidak benar atau dengan kata lain ia tidak mengenal sesungguhnya mana yang benar, maka ia tidak dapat dihukum.
- Sebelum saksi dituntut melakukan tindak pidana memberikan keterangan palsu, hakim terlebih dahulu memperingatkan saksi dengan sungguh-sungguh kepadanya supaya memberikan keterangan yang sebenarnya dan mengemukakan ancaman pidana yang dapat dikenakan kepadanya apabila ia tetap memberikan keterangan palsu sesuai dengan Pasal 174 KUHAP.
- Apabila saksi tetap pada keterangannya itu, hakim ketua sidang karena jabatannya atau atas permintaan penuntut umum atau terdakwa dapat memberi perintah supaya saksi itu ditahan dan untuk selanjutnya dituntut perkara dengan dakwaan sumpah palsu.
Baca juga: Pengenaan Pidana Atas Kasus Perselingkuhan Antara Suami dan Ibu Mertua.
Dalam praktik, hakim berhak menilai keterangan saksi sebagai salah satu alat bukti. Akan tetapi secara teknis saat seorang hakim memiliki keyakinan bahwa saksi berbohong, maka hakim ketua akan menangguhkan sidang untuk bermusyawarah dengan para hakim anggota. Jika musyawarah mencapai kesepakatan, maka majelis hakim akan mengeluarkan penetapan.
Dengan kata lain tidak diperlukan adanya suatu laporan pidana terlebih dahulu sebelum majelis hakim mengeluarkan penetapan untuk menahan saksi yang diduga bersumpah palsu. Tentunya dengan ketentuan, hakim sebelumnya harus memperingatkan saksi untuk memberikan keterangan yang benar dan mengingatkan adanya saksi pidana.
Jadi ketegasan hakim sangat diperlukan dalam menegakkan tujuan hukum acara pidana yaitu mencari kebenaran yang sesungguhnya dari keterangan saksi yang diduga memberikan keterangan palsu di bawah sumpah.
Sebaliknya, jika saksi yang diduga memberikan keterangan palsu merasa bahwa keterangan yang diberikannya adalah benar atau tidak palsu namun tetap diproses maka soal bersalah atau tidak bersalahnya itu adalah bergantung dari proses pembuktian perkara di pengadilan sesuai dengan asas praduga tak bersalah.
Nahh itu dia pembahasan mengenai “Hukum Memberikan Keterangan dan Sumpah Palsu di Persidangan”. Apabila Sobat Selaras ingin mengetahui hal-hal seputar hukum lainnya, Sobat Selaras dapat menghubungi kami atau baca artikel-artikel menarik kami lainnya di Selaras Law Firm ya!
Dasar Hukum:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Undang-Undang Nomor 8 Tahun 1981 tentang Hukum Acara Pidana
Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2023 tentang Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Sumber:
Soesilo. 1991. “Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar-Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal”. Bogor: Politeia.
Sumber Gambar: istockphoto.com
Editor: Bambang Sukoco, S.H.