Oleh: M Ilham Akbar Lemmy, S.H.
“Tujuan perkawinan adalah membentuk keluarga yang bahagia dan kekal. Untuk itu suami istri perlu saling membantu dan melengkapi, agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadiannya, membantu dan mencapai kesejahteraan spiritual dan materiil.”
Hallo Sobat Selaras Law Firm! Kembali lagi dengan kami yang akan selalu memberikan informasi edukasi hukum. Kali ini kita akan membahas seputar Kekerasan Dalam Rumah Tanga (KDRT) sampai tuntas.
Pada dasarnya sobat Selaras yang melangsungkan ikatan perkawinan mempunyai tujuan yang ingin diraih yakni berupa kebahagiaan lahir maupun batin.
Tetapi Kekerasan dalam rumah tangga menjadi salah satu masalah yang pada akhirnya diperhatikan oleh pemerintah. Hal ini tercermin dari diundangkan UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga dalam upaya pemerintah mencegah kekerasan dalam rumah tangga
Definisi Kekerasan Dalam Rumah Tangga
Menurut Pasal 1 Angka 1 UU No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang berbunyi:
“Kekerasan dalam Rumah Tangga adalah setiap perbuatan terhadap seseorang terutama perempuan, yang berakibat timbulnya kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, seksual, psikologis, dan/atau penelantaran rumah tangga termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan kemerdekaan secara melawan hukum dalam lingkup rumah tangga”.
Jenis-Jenis Tindakan KDRT
Dalam Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga (“UU-PKDRT”). Undang-undang ini, selain mengatur hal ihwal pencegahan dan perlindungan serta pemulihan terhadap korban kekerasan dalam rumah tangga, juga mengatur secara spesifik kekerasan yang terjadi dalam rumah tangga dengan unsur-unsur tindak pidana yang berbeda dengan tindak pidana penganiayaan yang diatur dalam KUHP.
Baca Juga: Laporan Palsu, Terancam Tindak Pidana!
Pada Pasal 5 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 menyebutkan jenis-jenis KDRT yang diatur dalam Undang-Undang, yang berbunyi sebagai berikut:
“Setiap orang dilarang melakukan kekerasan dalam rumah tangga terhadap orang dalam lingkup rumah tangganya, dengan cara:
a. Kekerasan fisik;
b. Kekerasan psikis;
c. Kekerasan seksual; atau
d. Penelantaran rumah tangga.”
1. Kekerasan Fisik
Penjelasan kekerasan fisik pada huruf a Pasal 5 diatas dijelaskan pada Pasal 6 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 menyebutkan jenis-jenis KDRT yang berbunyi sebagai berikut:
“Kekerasan fisik sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a adalah perbuatan yang mengakibatkan rasa sakit, jatuh sakit, atau luka berat”.
2. Kekerasan Psikis
Penjelasan kekerasan psikis diatur dalam Pasal 7 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 menyebutkan jenis-jenis KDRT, yang berbunyi sebagai berikut:
“Kekerasan psikis sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b adalah perbuatan yang mengakibatkan ketakutan, hilangnya rasa percaya diri, hilangnya kemampuan untuk bertindak, rasa tidak berdaya, dan/atau penderitaan psikis berat pada seseorang”.
3. Kekerasan Seksual
Kekerasan seksual diatur pada Pasal 8 Undang-Undang No. 23 Tahun 2004 menyebutkan jenis-jenis KDRT, yang berbunyi:
“Kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf c meliputi:
a. pemaksaan hubungan seksual yang dilakukan terhadap orang yang menetap dalam lingkup rumah tangga tersebut;
b. pemaksaan hubungan seksual terhadap salah seorang dalam lingkup rumah tangganya dengan orang lain untuk tujuan komersial dan/atau tujuan tertentu
Pada kekerasan seksual sendiri dipertegas dengan lahirnya Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2022 tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual (“UU TPKS”). Dalam Pasal 4 ayat (2) huruf h UU TPKS bahwa kekerasan seksual dalam lingkup rumah tangga termasuk tindak pidana kekerasan seksual.
Menurut Pasal 4 ayat (1) UU TPKS tindak pidana kekerasan seksual terdiri atas:
a. pelecehan seksual nonfisik;
b. pelecehan seksual fisik;
c. pemaksaan kontrasepsi;
d. pemaksaan sterilisasi;
e. pemaksaan perkawinan;
f. penyiksaan seksual;
g. eksploitasi seksual;
h. perbudakan seksual; dan
i. kekerasan seksual berbasis elektronik.
Apabila kekerasan seksualnya dilakukan dalam lingkup keluarga maka sanksi pidananya ditambah 1/3, hal teresebut diatur pada Pasal 15 ayat (1) huruf a UU TPKS.
4. Penelantaran Rumah Tangga
Dan terakhir penjelasan penelantaran rumah tangga menurut UU-PKDRT diatur pada Pasal 9 yang berbunyi sebagai berikut:
“(1) Setiap orang dilarang menelantarkan orang dalam lingkup rumah tangganya, padahal menurut hukum yang berlaku baginya atau karena persetujuan atau perjanjian ia wajib memberikan kehidupan, perawatan, atau pemeliharaan kepada orang tersebut”.
“(2) Penelantaran sebagaimana dimaksud pada ayat (1) juga berlaku bagi setiap orang yang mengakibatkan ketergantungan ekonomi dengan cara membatasi dan/atau melarang untuk bekerja yang layak di dalam atau di luar rumah sehingga korban berada di bawah kendali orang tersebut”.
Sanksi Pidana Pelaku KDRT
Mengenai sanksi Kekerasan Dalam Rumah Tangga yang di jelaskan pada Pasal 5 sampai Pasal 9 UU-PKDRT, disebutkan pada Pasal 44 sampai dengan 49 UU-PKDRT diantaranya:
1. Kekerasan Fisik
Sanksi pidana kekerasan fisik diatur pada Pasal 44 UU-PKDRT, yang berbunyi: “Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan fisik dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 5 (lima) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00 (lima belas juta rupiah)”.
Pada ayat 2 apabila mengakibatkan korban mendapat jatuh sakit atau luka berat, dipidana dengan pidana penjara paling lama 10 (sepuluh) tahun atau denda paling banyak Rp 30.000.000,00
Pada ayat 3 mengakibatkan matinya korban, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun atau denda paling banyak Rp 45.000.000,00
Dan pada ayat 4 “sebagaimana dimaksud pada ayat (1) dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 5.000.000,00
2. Kekerasan Psikis
Sanksi pidana kekerasan psikis diatur dalam pasal 45 UU-PKDRT yang berbunyi Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan psikis dalam lingkup rumah tangga sebagaimana dimaksud dalam Pasal 5 huruf b dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 9.000.000,00
Pada ayat 2 pada pokoknya berbunyi: “dilakukan oleh suami terhadap isteri atau sebaliknya yang tidak menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau mata pencaharian atau kegiatan sehari-hari, dipidana dengan pidana penjara paling lama 4 (empat) bulan atau denda paling banyak Rp 3.000.000,00”
3. Kekerasan Seksual
Dijelaskan sanksi pidananya pada Pasal 46 UU-PKDRT yang pada pokoknya berbunyi: Setiap orang yang melakukan perbuatan kekerasan seksual sebagaimana dimaksud dalam Pasal 8 huruf a dipidana dengan pidana penjara paling lama 12 (dua belas) tahun atau denda paling banyak Rp 36.000.000,00
4. Penelantaran Rumah Tangga
Mengenai Penelantaran Pasal 49 UU-PKDRT menjelaskan sanksi pidana penelantaran rumah tangga yang pada pokoknya berbunyi: Dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun atau denda paling banyak Rp 15.000.000,00
Demikian pembahasan terkait “Kekerasan Dalam Rumah Tangga, Bisa di Jerat Sanksi Pidana!” Jika sobat Selaras Law Firm ingin konsultasi atau membuat membutuhkan pendampingan hukum bisa langsung saja hubungi kami.
Nantikan artikel menarik yang dapat menambah pengetahuan sobat Selaras Law Firm selanjutnya!
Sumber:
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 23 Tahun 2004 Tentang Penghapusan Kekerasan Dalam Rumah Tangga.
Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 12 Tahun 2022 Tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.