Oleh: Bambang Sukoco, S.H.
Pemerintah bersama Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah bersepakat untuk menaikkan tarif Pajak Pertambahan Nilai.
Kesepakatan ini dibuat melalui Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP), yang akan menaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022.
Pemberlakuan kebijakan tersebut menimbulkan polemik di tengah masyarakat. Terdapat pro dan kontra terhadap kebijakan penaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai.
Untuk ulasannya yuk ikuti terus hanya di Blog Selaras Law Firm!
Pengertian Pajak Pertambahan Nilai
Pajak Pertambahan Nilai (“PPN”) adalah pajak yang dikenakan pada setiap transaksi jual beli barang atau jasa yang terjadi pada wajib pajak orang pribadi atau badan usaha yang mendapat status pengusaha kena pajak. PPN disebut juga dengan Value Added Tax (VAT) atau Goods and Services Tax (GST).
Selanjutnya PPN dikenakan atas:
- Penyerahan barang kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
- Impor barang kena pajak;
- Penyerahan jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha;
- Pemanfaatan barang kena pajak tidak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
- Pemanfaatan jasa kena pajak dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean;
- Ekspor barang kena pajak berwujud oleh pengusaha kena pajak;
- Ekspor barang kena pajak tidak berwujud oleh pengusaha kena pajak; dan
- Ekspor jasa kena pajak oleh pengusaha kena pajak.
Baca Juga: Mengenal Nomor Pokok Wajib Pajak Di Indonesia Serta Peraturan Barunya.
Objek PPN
Subjek PPN adalah Pengusaha Kena Pajak (PKP), baik orang pribadi maupun badan, yang melakukan penyerahan Barang Kena Pajak (BKP) dan/atau Jasa Kena Pajak (JKP), yang dikenakan pajak berdasarkan Undang-Undang Pajak Pertambahan Nilai. Objek PPN meliputi:
- Penyerahan barang kena pajak atau jasa kena pajak di dalam daerah pabean yang dilakukan oleh pengusaha.
- Impor BKP atau pemanfaatan JKP/BKP tak berwujud dari luar daerah pabean di dalam daerah pabean.
- Ekspor BKP atau JKP.
- Kegiatan membangun sendiri yang dilakukan tidak dalam kegiatan usaha atau pekerjaan oleh orang pribadi atau badan.
- Penyerahan aktiva oleh PKP yang menurut tujuan semula aktiva tersebut tidak untuk diperjualbelikan, sepanjang PPN yang dibayar pada saat perolehannya dapat dikreditkan.
Selanjutnya jenis barang yang tidak dikenai PPN seperti, makanan dan minuman tertentu, uang dan emas batangan, jasa kesenian dan hiburan, jasa perhotelan, jasa yang disediakan pemerintah, jasa penyediaan tempat parkir, dan jasa boga atau katering.
Mengenai jenis jasa yang tidak dikenai PPN seperti:
a. Jasa pelayanan kesehatan medis;
b. Jasa pelayanan sosial;
c. Jasa pengiriman surat dengan perangko;
d. Jasa keuangan;
e. Jasa asuransi;
f. Jasa keagamaan;
g. Jasa Pendidikan;
h. Jasa kesenian dan hiburan;
i. Jasa penyiaran yang tidak bersifat iklan;
j. Jasa angkutan umum di darat dan di air serta jasa angkutan udara dalam negeri yang menjadi bagian yang tidak terpisahkan dari jasa angkutan udara luar negeri;
k. Jasa tenaga kerja.
Baca Juga: Wajib Pajak Badan Persiapkan Untuk SPT Tahunan Badan.
Pro Kontra Kenaikan Tarif PPN
Pemerintah melalui Undang-Undang Harmonisasi Peraturan Perpajakan (HPP) akan menaikan tarif PPN dari 10% menjadi 11% mulai 1 April 2022. Kenaikan tarif PPN akan dilakukan secara bertahap. Nantinya, pada tahun 2025 tarif PPN akan menjadi 12% dengan mempertimbangkan aspek sosial dan aspek ekonomi.
Kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menimbulkan pro kontra di tengah masyarakat. Asosiasi Persatuan Pusat Belanja Indonesia (APPBI) contohnya meminta pemerintah untuk menunda pelaksanaan kenaikan tarif PPN sampai keadaan ekonomi Indonesia kembali normal.
Hal ini didasari dengan pertimbangan dari segi konsumen, kenaikan PPN akan memicu kenaikan harga produk dan barang-barang di pusat perbelanjaan sehingga memberatkan para konsumen terutama di tengah kondisi pandemi Covid-19 dan menjelang ramadhan bagi umat muslim.
Selain APPBI terdapat Badan Anggaran (Banggar) DPR, yang meminta untuk menunda kenaikan tarif PPN. Khususnya untuk PPN barang komoditas impor yang dikhawatirkan akan menambah beban rakyat.
Berbeda pandangan, dari kalangan pengusaha yaitu Kamar Dagang Indonesia (Kadin) mendukung rencana tersebut untuk dilakukan. Harapan kenaikan PPN akan membantu pemerintah meningkatkan penerimaan negara.
Itulah penjelasan singkat mengenai “Kenaikan Tarif PPN April” untuk mengetahui lebih lanjut mengenai isu hukum terbaru, keep up to date di Selaras law Firm ya! Kalian juga bisa mengkonsultasikan masalah hukum kalian dengan mengakses website kami di laman Selaras law Firm.
Sumber:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2021 tentang Harmonisasi Peraturan Perpajakan.
Direktorat Jenderal Pajak, 2013. “Pajak Pertambahan Nilai”. Kementerian Keuangan.
Detikfinance. “Pengusaha Dukung PPN Naik Jadi 11%, Ini Alasannya”. Diakses pada laman. https://finance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-5984559 /pengusaha-dukung-ppn-naik-jadi-11-ini-alasannya. Diakses pada tanggal 16 Maret 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.