Oleh: Dian Dwi Kusuma Astuti,S.H
Secara umum Hak Kekayaan Intelektual (“HKI”) dapat dipahami sebagai hak yang dimiliki seorang individu atas hasil karya intelektualnya termasuk untuk menikmati manfaat nilai ekonomis dan sosial atas karya tersebut.
HKI merupakan hasil dari proses kreasi atau olah pikir manusia yang menghasilkan sebuah inovasi yang memiliki manfaat dan memiliki nilai ekonomi dan sosial yang memberikan hak-hak khusus kepada penciptanya. Dengan demikian HKI mencegah pihak lain untuk menikmati keuntungan secara tanpa hak.
Hak kepemilikan atas HKI dapat dimiliki oleh orang perorangan maupun badan hukum dilihat dari siapa yang menghasilkan karya dari HKI tersebut. HKI yang dimilki oleh orang perorangan secara otomatis menjadi harta kekayaan pribadi dari orang yang namanya tercantum dalam sertifikat HKI yang bersangkutan.
Sedangkan HKI yang dimiliki oleh badan hukum harta kekayaannya digunakan untuk kepentingan negara. HKI yang dimiliki pada saat terjadinya ikatan perkawinan secara otomatis akan menjadi harta bersama, selama tidak terdapat perjanjian pra nikah diantara keduanya. Atas dasar tersebut, tidak jarang hal itu menjadi sengketa saat terjadinya perceraian.
Hak Merek Dalam Hukum Kekayaan Intelektual
Merek adalah identitas suatu barang dan/atau jasa yang menjadi pembeda antara barang dan/atau jasa sejenis. Merek yang baik dapat menyampaikan makna tambahan tentang jaminan kualitas produk yang memiliki keunikan yang khas, menggambarkan sesuatu mengenai manfaat produk bagi pemakainya, mudah diucapkan, dikenali dan diingat, dan tidak mengandung arti yang buruk di Negara dan bahasa lain, serta dapat menyesuaikan diri (adaptable) dengan produk-produk baru yang mungkin ditambahkan ke dalam lini produk.
Merek adalah identitas sebuah produk. Tanpa merek, sebuah produk akan masuk dalam kategori komoditas.
Merek merupakan asset perusahaan yang tak terlihat, tetapi sangat bernilai. Ada enam makna yang bisa disampaikan melalui suatu merek yaitu:
- Atribut, Sebuah merek menyampaikan atribut-atribut tertentu.
- Manfaat, Merek bukanlah sekumpulan atribut, karena yang dibeli konsumen adalah manfaat bukan atribut.
- Nilai-nilai, Merek menyetakan nilai-nilai produsennya.
- Budaya, Mereka mungkin mencerminkan budaya tertentu.
- Kepribadian, Merek dapat memproyeksikan kepribadian tertentu.
- Pemakai, Merek memberi kesan mengenai jenis konsumen yang membeli atau menggunakan produknya.
Undang-Undang No. 20 Tahun 2016 tentang Merek dan Indikasi Geografis dalam Pasal 3 terdapat penegasan yang jelas, hak atas merek sebagai hak khusus, hanya dapat diberikan negara kepada seseorang apabila merek yang bersangkutan sudah terdaftar.
Selama merek belum terdaftar, tidak mendapat perlindungan dari negara,oleh karena itu, bagi pemilik merek yang ingin diakui dan dilindungi haknya atas merek yang dipunyai dan dipergunakan dalam perdagangan, wajib melakukan pendaftaran terhadap merek. Hanya pendaftar pertama yang memperoleh kedudukan dan perlindungan atas hak eksklusif.
Kepemilikan Hak Merek Sebagai Harta Bersama Dalam Kasus Perceraian
Pelindungan Hak Merek dalam HKI terjadi apabila Hak Merek tersebut didaftarkan dan mendapatkan perlindungan atas nama yang tercantum dalam sertifikat merek tersebut. Dalam hal perlindungan hak merek tersebut adapun yang mendapatkan hak perlindungan adalah seseorang atau badan hukum yang namanya tercantum dalam sertifikat merek.
Lalu bagaimana apabila Hak Merek tersebut menjadi objek sengketa sebagai harta bersama dalam kasus perceraian? Yuk simak contoh kasusnya berikut ini!
Contoh Kasus:
Terdapat suatu perusahaan X dibidang produksi bahan pakan ternak hewan di Jawa Tengah yang dikelola oleh sepasang suami isteri, suami tersebut dalam perusahaan berperan sebagai direktur perusahaan dan sang istri berperan sebagai pengelola dan bendahara perusahaan. Perusahaan tersebut mengalami kemajuan yang menyebabkan mulai banyaknya perusahaan-perusahaan produksi bahan pakan ternak hewan serupa mulai berdiri di sekitar perusahaan X tersebut.
Perusahaan berniat untuk mendaftarkan merek produk bahan pakan ternak hewan agar perusahaan mendapatkan perlindungan dari merek yang dimilikinya.
Dalam pendaftaran merek tersebut didaftarkan atas nama suami sebagai direktur perusahaan dan bukan terdaftar atas nama perusahaan. Pada perjalanannya terjadi perceraian antara suami dan istri tersebut dan mengakibatkan merek tersebut menjadi harta bersama diantara keduanya.
Pengadilan Agama mengesahkan perceraian mereka namun tidak ada tindak lanjut mengenai pembagian atas merek yang terdaftar atas nama mantan suami tersebut. Pada akhirnya pihak istri tidak mendapatkan hak apapun dari merek yang dirintisnya tersebut. Merek tersebut masih digunakan oleh Perusahaan X dengan tidak memberikan hak ekonomi kepada mantan istri dari pemegang mereknya.
Analisis Kasus:
Dalam konteks harta bersama merek tersebut juga merupakan hak dari istri. Pasal 119 KUHPerdata menyebutkan bahwa sejak berlangsungnya perkawinan seluruh harta yang diperoleh suami istri menjadi harta bersama, kecuali ada perjanjian yang menentukan lain.
Namun terdapat beberapa hal yang tidak termasuk harta bersama suami istri yakni terhadap harta atau barang-barang tertentu yang diperoleh suami atau istri dengan cuma-cuma (omniet) karena pewarian secara testamentair secara legal atau hadiah. Perolehan sementara itu tidak dimasukkan dalam kategori harta gono-gini atau harta bersama.
HKI sebagai benda tak berwujud (immateriil) tentu memerlukan penanganan yang berbeda dengan benda berwujud dimana nilai HKI tidak dapat langsung ditentukan, sebagai harta bersama, nilai HKI dapat ditentukan dari pendapatan materil yang diperoleh dari kepemilikan HKI dalam masa perkawinan. Sedangkan kepemilikan HKI tersebut masih bisa memperoleh pendapatan sampai hak atas HKI tersebut berakhir.
Dalam kasus Perusahaan X, mantan istri seharusnya mendapatkan hak ekonomi dari merek yang didaftarkan. Adapun nilai tersebut tidak hanya terbatas pada pendapatan yang diperoleh dari penggunaan merek tersebut selama masa perkawinan.
Tetapi mantan istri juga berhak terhadap pendapatan yang diperoleh dari pemakaian merek setelah perkawinan berakhir sampai dengan hak atas merek tersebut habis masa berlakunya. Hal tersebut meningat merek tersebut didaftarkan pada masa perkawinan, yang menyebabkan merek menjadi harta bersama dan keuntungan yang didaptakan dari penggunaan merek tersebut masih akan terus berjalan meskipun perkwinan sudah dinyatakan berakhir.
Menurut peraturan perundangundangan yang berlaku di Indonesia, terbentuknya harta bersama dalam perkawinan di dasarkan pada waktu perolehan harta tersebut sejak terikat dalam tali perkawinan.
Pembagian harta bersama dapat dilakukan bersamaan dengan gugatan atau permohonan cerai ataupun setelah putusan pengadilan. Dalam Pasal 97 KHI ditetapkan bahwa pembagian harta bersama adalah dibagi sama rata selama tidak diperjanjikan lain.
Demikian pembahsan mengenai “Merek Sebagai Harta Bersama Dalam Kasus Perceraian”, apabila sobat memerlukan penjelasan lebih lanjut dapat menghubungi kami hanya di Selaras Law Firm, kami menyedikan jasa konsultasi hukum hingga pendampingan hukum. Yuk hubungi kami sekarang juga!!
Sumber:
Mahadi, 1981, Hak Milik dalam sistem Hukum Perdata Nasional, Jakarta: BPHN.
Venantia Sri Hadiarianti, 2010, Memahami Hak Kekayaan Intelektual, Jakarta: Universitas Atmajaya.
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.