Oleh : Anisa Fernanda
Halo sobat Selaras Law Firm?
Bagaimana kabarnya? Semoga sehat dan harus selalu bersemangat ya sobat.
Sedikit flashback yuk! Mungkin dari kita masih ada yang ingat dengan kejadian di tahun 2009 yang dialami oleh nenek Minah.
Majelis Hakim Pengadilan Negeri Purwokerto menjatuhkan hukuman penjara dengan masa percobaan 3 bulan dan biaya perkara atas perbuatannya mencuri 3 buah Kakao.
Hukuman yang dikenakan memang sudah sesuai rumusan peraturan perundang-undangan.
Namun apakah sudah sesuai dengan ideologi bangsa? Mengingat keadilan merupakan hak setiap warga negara termasuk pelaku kejahatan.
Perkembangan masyarakat mendorong pembaharuan Hukum kearah yang lebih mengedepankan keadilan bagi seluruh pihak (korban, pelaku, dan masyarakat).
Pengesahan RKUHP pada tanggal 6 Desember 2022 menjadi tonggak sejarah dalam hukum di Indonesia yang telah lama menggunakan hukum warisan peninggalan kolonial Belanda.
Salah satu pembaharuannya adalah adanya konsep pemaafan hakim (rechterlijke pardon) yang menjadi jawaban atas permasalahan hukum seperti pada kasus Minah yang sebenarnya bisa diselesaikan tanpa pengenaan sanksi pidana sepanjang memenuhi ketentuan.
Lalu bagaimana pengaturannya?
Agar tidak menerka-nerka lagi. Yuk simak pembahasannya!
Baca Juga: Restorative Justice dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Ringan
Pengertian Pemaafan Hakim (Rechterlijke Pardon)
Pemaafan Hakim (Rechterlijke Pardon) merupakan suatu konsep yang memberikan kewenangan kepada hakim untuk memberikan pemanfaatan atau pengampunan kepada pelaku tindak pidana meskipun telah terbukti bersalah dengan syarat-syarat tertentu.
Syarat Pemberian Pemaafan Hakim (Rechterlijke Pardon)
Pasal 54 ayat (2) KUHP baru menyebutkan bahwasanya yang menjadi dasar pertimbangan untuk tidak dijatuhkannya pidana adalah sebagai berikut:
- Ringannya perbuatan
- Keadaan pribadi pelaku
- Keadaan pada waktu dilakukan tindak pidana
- Dengan mempertimbangkan segi keadilan dan kemanusiaan
Sehingga seseorang yang melakukan tindak pidana dan telah memenuhi persyaratan tersebut mempunyai kesempatan untuk memperoleh penghapusan pidana yang semestinya dijalankan.
Baca Juga: Hukum Waris menurut Kompilasi Hukum Islam.
Asas-asas Pemberian Pemaafan Hakim (Rechterlijke Pardon)
Menurut Barda Nawawi Arief asas “rechterlijk pardon” mengandung pokok pikiran sebagai berikut :
- Mencegah absolutisme pemidanaan dengan menyediakan “klep atau katup pengaman”
- Bentuk koreksi judisial terhadap asas legalitas
- Implementasi atau integrasi dari nilai “hikmah kebijaksanaan” dalam Pancasila
- Implementasi “tujuan pemidanaan” dalam syarat pemidanaan
Namun dalam memberikan maaf “rechterlijk pardon” harus diimbangi dengan asas “culpa in causa” atau asas “actio Iibera in causa“.
Asas tersebut memberi kewenangan kepada hakim untuk tetap mempertanggung-jawabkan tindak pidana si pelaku patut dipersalahkan (dicela) walaupun ada alasan penghapus pidana.
Kewenangan hakim untuk memaafkan (tidak memidana) diimbangi dengan kewenangan untuk tetap memidana sekalipun ada alasan penghapus pidana.
Selaras dengan bunyi pasal 56 KUHP, dimana seseorang yang telah sengaja menyebabkan keadaan yang dapat menjadi alasan peniadaan pidana maka harus tetap mempertanggungjawabkan perbuatannya.
Perbandingan Pengaturan Pemberian Pemaafan Hakim (Rechterlijke Pardon) di Negara Lain
1. Negara Portugal
Di Negara Portugal terdapat perlakuan pemaafan apabila memenuhi beberapa persyaratan, yakni :
- Delik yang diancam pidana penjara selama maksimum 6 bulan atau denda tidak lebih dari 120 denda harian
- Sifat melawan hukumnya perbuatan dan kesalahan si pelaku sangat kecil.
- Kerusakan/kerugian telah diperbaiki, apabila ganti rugi belum dilaksanakan maka ditunda selama 1 tahun
- Alasan pencegahan tidak menghalangi dispensasi pidana ini
2. Negara Belanda
Syarat diperolehnya rechterlijk pardon di Negara Belanda yakni apabila pidana yang dilakukan pelaku tergolong ringan, pelaku bersikap sopan di pengadilan, dan suatu delik yang dilakukan ada unsur kekhilafan pada keadaan-keadaan tertentu
3. Negara Perancis
Negara ini memiliki Lembaga Pemaafan Hakim dibawah naungan Lembaga Yudisial.
Baca juga: Waris menurut Hukum Perdata.
Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa sejatinya Indonesia telah berupaya melakukan pembaharuan hukum yang sesuai dengan nilai-nilai bangsa. Pengesahan RKUHP menjadi wujud nyata dalam menyeimbangan kepastian hukum dan keadilan bagi seluruh pihak (korban, pelaku, masyarakat).
Konsep pemaafan hakim (rechterlijk pardon) yang termuat dalam pengaturan KUHP baru pada dasarnya telah diterapkan di beberapa Negara seperti Portugal, Belanda, dan Prancis. Sedangkan di Indonesia untuk memperoleh pemaafan hakim harus memenuhi beberapa persyaratan dan pengenaannya harus mempertimbangkan beberapa asas. Dengan adanya konsep ini memungkinkan seseorang yang seharusnya dikenakan sanksi pidana terbebas dari tanggung jawabnya sepanjang memenuhi persyaratan.
Sekian pembahasan terkait “Pelaku Tindak Pidana Tidak Dikenakan Sanksi Pidana: Kok Bisa?”. Semoga tulisan ini bisa bermanfaat bagi Sobat Selaras Law Firm ya!
Apabila Sobat Selaras Law Firm ingin bertanya seputar konsep pemaafan hakim atau berkonsultasi hukum bisa segera menghubungi kami di Selaras Law Firm ya!
Yuk jangan lupa baca juga artikel menarik lainnya hanya di Selaras Law Firm!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Marisi Hasibuan, Sahat, Kebijakan Formulasi Rechterlijke Pardon dalam Pembaharuan Hukum Pidana, Jurnal Hukum Progresif, 9(2), 111-122
Sumber Gambar:
www.pexels.com
Editor: Bambang Sukoco, S.H.