Oleh: Zainurohmah
Halo, Sobat Selaras Law Firm!
Misal nih sudah janjian mau nonton ke bioskop bareng atau mau ngetrip bareng eh tiba-tiba batalin janji secara sepihak. Sobat selaras pernah nggak sih dijanjiin sama teman/pacar tapi malah yang janji yang mengingkari janjinya sendiri?
Nah, kalau seperti itu kasusnya kita bisa nggak sih menuntut pembuat janji untuk memenuhi janjinya? Yuk kita bahas!
Definisi Perikatan
Meskipun perikatan diatur dalam Buku III KUHPerdata tetapi dalam KUHPerdata tidak mendefinisikan apa yang dimaksud dengan perikatan itu sendiri.
Mariam Darus Badrulzaman, mendefinisikan perikatan sebagai hubungan (hukum) yang terjadi di antara dua orang atau lebih yang terletak dalam lapangan harta kekayaan dimana pihak yang satu berhak atas prestasi dan pihak lainnya wajib memenuhi prestasi itu.
Subekti mendefinisikan perikatan sebagai suatu hubungan hukum dalam lapangan hukum kekayaan antara dua orang atau lebih atau dua pihak, yang mana pihak yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari pihak lain dan pihak yang lain berkewajiban untuk memenuhi tuntutan itu.
Menurut Hofmann, Perikatan atau ”Verbintenis” adalah suatu hubungan hukum antara sejumlah terbatas subjek-subjek hukum, sehubungan dengan itu, seseorang mengikatkan dirinya untuk bersikap menurut cara-cara tertentu terhadap pihak yang lain, yang berhak atas sikap yang demikian itu.
Menurut Pitlo, perikatan adalah suatu hubungan hukum yang bersifat harta kekayaan antara dua orang atau lebih, atas dasar mana pihak yang satu berhak (kreditur) dan pihak lain berkewajiban (debitur) atas sesuatu prestasi.
Baca juga: Cryptocurrency Di Indonesia: Hubungan Para Pihak Dalam Transaksi Aset Crypto!
Unsur-Unsur Perikatan
Dari beberapa pengertian di atas, maka dapat disimpulkan bahwa ada empat unsur dalam perikatan, yaitu:
1. Hubungan hukum (legal relationship)
Hubungan hukum berbeda dengan hubungan yang ada dalam pergaulan hidup. Hubungan hukum ialah hubungan yang diatur oleh hukum sehingga ada satu pihak yang dilekatkan “hak” dan “kewajiban” pada pihak lainnya. Dalam hubungan hukum, apabila ada pihak yang tidak melaksanakan kewajibannya maka pihak tersebut dapat dituntut pemenuhannya.
2. Kekayaan (patrimonial)
Kekayaan, yang dimaksud dengan kriteria perikatan adalah ukuran-ukuran yang dipergunakan terhadap sesuatu hubungan hukum, sehingga hubungan hukum itu dapat disebut suatu perikatan.
Untuk menentukan apakah suatu hubungan itu merupakan perikatan, sekalipun hubungan itu tidak dapat dinilai dengan uang, akan tetapi masyarakat atau rasa keadilan menghendaki agar suatu hubungan hukum itu diberi akibat hukum pada hubungan tadi sebagai suatu perikatan. Jadi, biasanya kekayaan disini dapat dinilai dengan uang tetapi ciri nilai uang bukanlah unsur yang mutlak kekayaan dalam perikatan.
3. Pihak-pihak (parties)
Pihak-pihak atau disebut sebagai subyek perikatan adalah bahwa hubungan hukum harus terjadi antara dua orang atau lebih. Pihak yang berhak atas prestasi atau pihak yang aktif adalah pihak kreditur atau yang memiliki piutang (hak), sedangkan pihak yang wajib memenuhi prestasi adalah pihak pasif yaitu debitur atau yang memiliki utang (kewajiban).
4. Objek hukum (performance)
Objek hukum dari perikatan adalah prestasi. Jadi, prestasi adalah apa yang harus dipenuhi oleh debitur dan merupakan hak dari kreditur. Menurut Pasal 1234 KUHPerdata, ada tiga wujud prestasi yaitu memberikan sesuatu, berbuat sesuatu, dan tidak berbuat sesuatu.
Baca juga: Tindakan Pengawasan Bagi Pelaku Usaha: Inspeksi Lapangan Rutin Dilakukan!
Sumber Perikatan
Dalam Pasal 1233 KUHPerdata, dijelaskan bahwa perikatan dapat dilahirkan karena perjanjian maupun undang-undang.
Terkait perjanjian diatur dalam Pasal 1313-1341 KUHPerdata. Contoh perikatan yang lahir karena perjanjian misalnya perikatan dapat lahir karena ada subjek hukum yang melakukan perjanjian jual beli dan perjanjian pinjam meminjam.
Kemudian, dalam Pasal 1352 KUHperdata dijelaskan bahwa perikatan yang lahir dari undang-undang adalah perikatan yang bersumber dari undang-undang saja, dan perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia. Perikatan yang bersumber dari undang-undang sebagai akibat perbuatan manusia ini dibagi lagi menjadi dua, yaitu perbuatan yang menurut hukum (halal) dan perbuatan yang melanggar hukum.
Contoh perikatan yang lahir dari undang-undang saja, misalnya kewajiban yang timbul dalam hubungan antar tetangga (625 KUHPerdata) dan kewajiban alimentasi di antara keluarga (Pasal 104 KUHperdata).
Contoh perikatan yang lahir karena perbuatan manusia yang halal misalnya, perbuatan mewakili orang lain (zaakwaarneming) sebagaimana diatur dalam Pasal 1354-1358 KUHPerdata dan pembayaran hutang yang tidak diwajibkan (/onverschuldigde betaling) sebagaimana diatur dalam Pasal 1359 KUHPerdata.
Contoh perikatan yang lahir karena perbuatan manusia yang melanggar hukum misalnya wanprestasi sebagaimana diatur dalam Pasal 1354-1358 KUHPerdata
Jadi, perjanjian merupakan bagian dari perikatan ya Sobat Selaras Law Firm. Perikatan sendiri ada empat unsur seperti yang dijelaskan sebelumnya. Salah satu unsur perikatan yaitu hubungan hukum. Agar suatu hubungan bisa bisa dikatakan sebagai hukum maka harus ada hukum yang mengatur tentang hubungan tersebut.
Jadi pertanyaannya, apakah dalam hubungan dengan teman/pacar ada hukum yang mengaturnya?
Dalam peraturan perundang-undangan Indonesia tidak ada yang mengatur tentang hubungan orang dengan teman/pacar. Jadi, apabila teman/pacar mengingkari janjinya maka secara hukum kita tidak dapat menuntut teman/pacar untuk memenuhi janjinya.
Mungkin bisa saja dilakukan perjanjian teman/pacar sehingga hubungan bisa menjadi hubungan hukum. Akan tetapi, apakah harus seribet itu hanya sekedar untuk kepentingan sesaat? Mengingat dalam membuat perjanjian ada syarat-syarat yang perlu untuk dipenuhi.
Meskipun jawabannya kembali kepada para pihak tetapi sebenernya kurang efisien dan efektif apabila hanya sekedar mau nonton ke bioskop bareng atau mau ngetrip bareng atau kesenangan lainnya dengan teman/pacar harus membuat perjanjian terlebih dahulu.
Baca juga: Perjanjian Tanpa Meterai, Apakah Sah?
Demikian penjelasan terkait “Pembatalan Janji Sepihak oleh Pacar, Apakah Bisa Dilakukan Penuntutan?” apabila Sobat Selaras Law Firm ingin mengetahui lebih lanjut terkait perikatan bisa langsung hubungi kami di SelarasLawFirm sekarang juga ya!
Nantikan artikel menarik selanjutnya Sobat Selaras Law Firm!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Busro, A. (2017). Hukum Perikatan Berdasar Buku III KUH Perdata (2nd ed.). Pohon Cahaya.
Subekti. (2017). Pokok-Pokok Hukum Perdata. Jakarta: PT Intermasa.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.