Oleh: Erma Regita Sari, S.H.
Setelah sebelumnya kita pernah membahas tentang masa depan crypto di Indonesia, kali ini kita akan membahas lebih lanjut lagi nih tentang pengaturan hukumnya. Terlebih dengan kemajuan teknologi yang ada, perkembangan cryptocurrency semakin meningkat.
Teknologi informasi memiliki kedudukan yang penting bagi kemajuan suatu bangsa. Perkembangan di bidang teknologi informasi dan komunikasi saat ini tidak hanya di negara maju saja, namun juga merebak di negara berkembang, termasuk wilayah nusantara.
Salah satu bukti nyata perkembangan teknologi yaitu pergeseran cara transaksi dalam berbisnis ke arah digital, hal ini dapat menjadi peluang bisnis yang menjanjikan bagi siapa saja.
Dunia kini sedang bergerak menuju arah baru, dimana tidak lagi menggunakan uang fisik namun dalam transaksinya menggunakan digital currency atau virtual currency yang dilindungi oleh kriptografi (cryptocurrency).
Mata uang yang dibentuk dengan menggunakan kriptografi yang rumit tidak mudah digandakan atau berpindah dari pihak satu ke pihak lain, karena pihak yang bersangkutanlah yang dapat mengaksesnya. Saat ini terdapat sejumlah cryptocurrency yang sudah mulai banyak dan dapat digunakan dalam berbagai transaksi.
Dengan banyaknya transaksi yang mulai menggunakan cryptocurrency, bagaimana sih pengaturan hukum cryptocurrency itu sendiri di Indonesia? Kira-kira aman nggak sih kalau kita transaksi menggunakan cryptocurrency? Nah, sobat Selaras Law Firm yuk langsung saja kita mulai pembahasannya!
Pengaturan Hukum Perdagangan Cryptocurrency
Seperti mata uang pada umumnya, cryptocurrency dapat digunakan sebagai mata uang normal layaknya Dolar Amerika Serikat atau mata uang lainnya.
Namun terdapat perbedaan besar antara cryptocurrency dan mata uang normal, yaitu mata uang crypto belum diatur atau teregulasi oleh bank manapun hingga saat ini, termasuk Bank Indonesia sebagai bank sentral nasional.
Menurut Surat Menko Perekonomian Nomor S-302/M.EKON/09/2018, aset cryptocurrency tetap dilarang sebagai alat pembayaran. Namun cryptocurrency dapat digunakan sebagai alat investasi yang dimasukkan sebagai komoditi yang dapat diperdagangkan di bursa berjangka.
Di Indonesia, perdagangan cryptocurrency sudah disetujui dan diawasi oleh Badan Pengawas Perdagangan Berjangka Komoditi (“Bappebti”).
Kepastian Hukum Dalam Transaksi Cryptocurrency
Dalam pelaksanaannya, pembayaran dengan cryptocurrency diserahkan kembali kepada masing-masing pelaku usaha perdagangan luar negeri dengan melakukan perjanjian dengan konsumen dalam bentuk kesepakatan tertulis.
Cryptocurrency pada dasarnya sudah tidak dapat dikatakan sebagai mata uang serta sebagai alat pembayaran sesuai dengan Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang, namun saat ini masih berpeluang untuk diperdagangkan dan investasi.
Dijelaskan dalam Pasal 21 dan Pasal 22 Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang bahwa yang wajib digunakan dalam setiap lalu lintas pembayaran yaitu Rupiah.
Setiap transaksi perdagangan internasional, simpanan di bank dalam bentuk valuta asing, serta transaksi pembiayaan internasional, haruslah menggunakan Rupiah. Dapat disimpulkan bahwa tidak ada yang layak digunakan sebagai alat tukar atau pembayaran dalam transaksi apapun di Indonesia selain Rupiah.
Akan tetapi, dalam penggunaan cryptocurrency saat ini masih menunggu Surat Keputusan Badan Pengawas Berjangka Komoditi (“Bappebti”) untuk ditetapkan dan diterbitkan sebagai dasar hukum penggunaan cryptocurrency sebagai komoditas.
Bappebti sebenarnya telah menetapkan cryptocurrency atau mata uang virtual termasuk Bitcoin sebagai subjek komoditas yang diperdagangkan melalui bursa berjangka, dimana kebijakan tersebut ditetapkan melalui Keputusan Kepala Bappebti sejak bulan Mei 2018. Namun hingga saat ini Surat Keputusan tersebut masih menunggu proses pengundangan dari Kementerian Hukum dan HAM.
Sehingga dengan adanya surat keputusan tersebut, maka cryptocurrency termasuk Bitcoin telah ditetapkan sebagai aset digital yang dapat diperdagangkan di bursa. Aset perdagangan tersebut dapat diperdagangkan baik untuk kontrak berjangka maupun kontrak fisik dalam bursa.
Setelah menetapkan cryptocurrency sebagai subjek komoditi yang diperdagangkan di bursa berjangka, Bappebti akan membuat peraturan lebih lanjut tentang penetapan cryptocurrency sebagai komoditi, seperti soal perusahaan exchanger, wallet, dan mining.
Peraturan lebih lanjut tersebut tentu nantinya akan melibatkan berbagai kementerian dan lembaga seperti Bank Indonesia (“BI”) dan Otoritas Jasa Keuangan (“OJK”). Selain itu, terkait perpajakannya pun akan diatur melalui Direktorat Jenderal Pajak karena cryptocurrency adalah aset dan dapat dikenakan pajak keuntungan modal setiap kali Bitcoin dibeli, dijual, atau diperdagangkan.
Adanya keterlibatan banyak pihak tersebut dikarenakan penetapan cryptocurrency sebagai komoditas perdagangan di bursa berjangka harus mendapatkan pertimbangan serta persetujuan dari kementerian dan lembaga yang berkaitan dengan perdagangan di bursa berjangka dan pengenaan pajaknya.
Para pelaku usaha mengusulkan agar perdagangan cryptocurrency dikenakan pajak final seperti halnya perdagangan di bursa pasar modal.
Peraturan lebih lanjut tersebut nantinya juga mengatur tentang upaya pencegahan pencucian uang dan pendanaan terorisme atau kejahatan lainnya yang dapat terjadi melalui cryptocurrency.
Oke sekian ya pembahasan tentang Pengaturan Hukum Cryptocurrency Di Indonesia. Semoga bermanfaat dan menambah pengetahuan sobat Selaras Law Firm semua ya! Jangan lupa untuk terus kunjungi blog Selaras Law Firm buat dapetin insight-insight bermanfaat dari kita!
Buat kalian yang memiliki pertanyaan seputar hukum, bisnis, maupun investasi langsung aja yuk konsultasikan ke Kontak – Selaras Law Firm!
Sumber:
Undang-Undang Nomor 7 Tahun 2011 tentang Mata Uang.
Habiburrahman, Muhammad., dkk. 2022. Perlindungan Hukum Bagi Pengguna Transaksi Cryptocurrency Di Indonesia. Jurnal Education and Development Institut Pendidikan Tapanuli, Vol. 10 No. 2.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.