Oleh: Fatimatul Uluwiyah, S.H.
Penutupan perusahaan tidak selalu diakibatkan oleh adanya pailit maupun kebangkrutan, selain itu banyak sekali permasalahan lain yang menjadi sebab ditutupnya sebuah perusahaan.
Seperti halnya berkaitan dengan masalah administratif berupa legalitas perusahaan, tidak sedikit pula perusahaan yang izinnya bermasalah, sehingga mengharuskan perusahaan ditutup secara paksa karena dianggap ilegal, dan meresahkan masyarakat.
Selain itu, tahukah kalian, ternyata sebuah perusahaan atau badan hukum juga dapat dikenai hukuman secara pidana seperti kasus korupsi.
Sebagai akibat dari sanksi pidana yang dikenakan bagi badan hukum ini, terdapat beberapa perusahaan yang akhirnya memilih menutup aktivitasnya karena beberapa faktor yang timbul.
Kira-kira bagaimana bisa sebuah perusahaan dapat dikenai sanksi pidana korupsi, yuk simak penjelasan singkat berikut!
Perusahaan Sebagai Subjek Hukum Pidana
Salah satu kejahatan yang dapat dilakukan oleh korporasi adalah tindak pidana korupsi. Hal ini dilakukan untuk mendapatkan kemudahan, keuntungan, dan laba yang lebih besar, sehingga dapat mengefisienkan biaya atau modal yang dikeluarkan oleh korporasi, baik itu modal tenaga kerja, waktu, tempat dan dana.
Tujuan akhirnya adalah korporasi baik itu sekumpulan atau perorangan akan mendapatkan penghasilan lebih dari biasanya.
Menurut Sri Soedewi Masjchoen, badan hukum adalah kumpulan orang-orang yang bersama-sama bertujuan untuk mendirikan suatu badan, yaitu berwujud himpunan dan harta kekayaan yang disendirikan untuk tujuan tertentu dan dikenal dengan yayasan.
Kemudian E. Utrecht, badan hukum adalah badan yang menurut hukum berkuasa (berwenang) menjadi pendukung hak yang tidak berjiwa atau bukan manusia.
Dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) memang tidak dikenal bahwa badan hukum termasuk dalam subjek hukum pidana, seiring perkembangan yang ada dalam masyarakat, ternyata badan hukum (rechtspersoon) dapat juga dipidana dengan pidana berupa (reele execute) harta kekayaannya.
Sekalipun dalam Pasal 59 dan 169 KUHP ada ketentuan yang menentukan suatu perkumpulan sebagai subjek hukum yang dapat dikenai pidana, tetapi pasal tersebut ternyata tertuju kepada manusianya, yaitu siapa yang ikut dalam perkumpulan yang dimaksudkan untuk dipidana.
Jadi, sekarang ini hanya undang-undang di luar KUHP saja yang membuat ketentuan tentang dapat dipidananya korporasi atau badan hukum, yaitu salah satunya diatur dalam Pasal 20 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor).
Dalam rumusan pasal subjek hukum yang digunakan adalah “setiap orang” (tidak ada kata korporasi) seperti yang diatur dalam Pasal 2 ayat (1) namun dalam Pasal 1 angka 3 dijelaskan bahwa yang dimaksud setiap orang adalah orang perseorangan termasuk korporasi.
Pasal 1 angka 1 dijelaskan bahwa Korporasi yaitu kumpulan orang dan atau kekayaan yang terorganisasi baik yang merupakan badan hukum maupun bukan badan hukum. Berarti korporasi baik sebagai badan hukum maupun bukan badan hukum dianggap mampu melakukan tindak pidana dan dapat dipertanggungjawabkan dalam hukum pidana (corporate criminal responsibility).
Baca juga: perlindungan-hukum-bagi-perusahaan-pailit-di-masa-pandemi.
Pertanggungjawaban Pidana Badan Hukum Dalam Hukum Pidana
Bentuk rumusan pertanggungjawaban pidana korporasi yang dianut oleh UU Nomor 31 Tahun 1999 yang telah diubah dengan UU Nomor 20 Tahun 2001 dapat dirumuskan sebagai:
- Various liability atau pertanggungjawaban pengganti atau diwakilkan. Artinya orang bisa bertanggung jawab atas perbuatan yang dilakukan oleh orang lain.
- Strict liability atau pertanggungjawaban pidana ketat atau pertanggungjawaban pidana tanpa kesalahan.
Sepanjang mengenai proses dalam sistem peradilan pidana, UU Tipikor telah mengatur tentang tindak pidana yang dilakukan oleh korporasi, yang dinyatakan dalam Pasal 20, yaitu :
- Dalam hal tindak pidana korupsi dilakukan oleh atau atas nama korporasi, maka tuntutan dan penjatuhan pidana dapat dilakukan terhadap korporasi dan atau pengurusnya.
- Tindak pidana korupsi dilakukan oleh korporasi apabila tindak pidana tersebut dilakukan oleh orang-orang, baik berdasarkan hubungan kerja maupun berdasarkan hubungan lain, bertindak dalam lingkungan korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
- Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap suatu korporasi, maka korporasi tersebut diwakili oleh pengurus.
- Pengurus yang mewakili korporasi sebagaimana di maksud dalam ayat (3) dapat diwakili oleh orang lain.
- Hakim dapat memerintahkan supaya pengurus korporasi tersebut di bawa ke sidang pengadilan.
- Dalam hal tuntutan pidana dilakukan terhadap korporasi, maka pengadilan untuk menghadap dan penyerahan surat pengadilan tersebut disampaikan kepada pengurus di tempat tinggal pengurus atau di tempat pengurus berkantor.
- Pidana pokok yang dapat dijatuhkan terhadap korporsi hanya pidana denda, dengan ketentuan maksimum pidana ditambah 1/3 (satu pertiga).
Disamping pidana pokok tersebut, juga diatur pidana tambahan terhadap Korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 18 Ayat (1) huruf a dan c yang menentukan, bahwa korporasi dapat dikenakan penindakan berupa perampasan barang.
Perampasan tersebut dapat berupa barang bergerak yang berwujud atau yang tidak berwujud atau barang tidak bergerak yang digunakan untuk atau yang diperoleh dari tindak pidana korupsi, termasuk perusahaan milik terpidana dimana tindak pidana korupsi dilakukan, begitu pula dari barang yang menggantikan barang-barang tersebut.
Selain itu, dapat dilakukan penutupan seluruh atau sebagian perusahaan untuk waktu paling lama 1 (satu) tahun.
Dalam Pasal 20 ayat (2) menyebutkan bahwa korporasi yang melakukan tindak pidana korupsi apabila tindak pidana korupsi tersebut dilakukan oleh orang yang berdasarkan hubungan kerja maupun hubungan lain bertindak dalam lingkungan korporasi yang baik sendiri-sendiri maupun bersama-sama.
Baca juga: Perbedaan Pertanggungjawaban Firma dengan Persekutuan Perdata.
Korupsi yang dilakukan oleh badan hukum pada umumnya terjadi untuk mencapai keuntungan ekonomis dengan membujuk para pejabat untuk memberikan berbagai bentuk perlakuan khusus/istimewa.
Antara lain, seperti memberi kontrak, mempercepat/memperlancar izin, dan membuat pengecualian-pengecualian atau menutup mata terhadap pelanggaran-pelanggaran peraturan yang dilakukan oleh badan hukum.
Badan hukum dapat dikenakan sanksi pidana atas perbuatannya yang melanggar ketentuan dalam hukum pidana dengan pemberian sanksi berupa pidana pokok berupa denda serta pidana tambahan seperti halnya penyitaan aset yang timbul dari keuntungan adanya korupsi.
Demikianlah penjelasan mengenai Perusahaan Sebagai Subjek Tindak Pidana Korupsi Berakibat Pada Penutupan Perusahaan, semoga bermanfaat dan jangan lupa selalu update pengetahuan seputar hukum lainnya melalui website Selaras Law Firm!
Sumber:
Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 Tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi.
Drajad, Ahmad. 2015. “Penerapan Sanksi Pidana Terhadap Korporasi Sebagai Subjek Tindak Pidana Korupsi”. Mahkamah Agung Republik Indonesia Pengadilan Negeri Medan Kelas I A Khusus. Diakses melalui https://www.pn-medankota.go.id/v3/index.php?option=com_content&view=article&id=383:drajad1&catid=101:kumpulan-artikel&Itemid=101 pada 14 Maret 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.