Oleh: Hesti Zahrona Nurul Rohmah, S.H.
Badan usaha untuk menyelenggarakan proses bisnis terdiri dari berbagai macam jenis, mulai dari Perseroan Terbatas, CV, dan Firma. Dalam memilih jenis badan usaha, tentu harus disesuaikan dengan kepentingan pendirian dan karakteristik badan usaha.
Nah, sobat sudah pasti familiar dengan persekutuan firma bukan?
Secara harfiah, firma berasal terjemahan vennootschap onder firma. Sedangkan, secara substansial, pengertian firma dapat ditemukan dalam Pasal 16 KUHD, yakni persekutuan yang diadakan untuk menjalankan suatu perusahaan dengan nama bersama.
Salah satu yang membedakan firma dengan persekutuan lainnya adalah setiap sekutu dalam firma dapat melakukan perikatan atau hubungan hukum dengan pihak ketiga untuk dan atas nama perseroan. Lebih lanjut, ketentuan mengenai hak dan tanggung jawab anggota dalam firma adalah sebagai berikut:
- Setiap anggota berhak untuk melakukan pengumuman dan bertindak keluar atas nama firma
- Perjanjian yang dibuat oleh seorang anggota, juga mengikat anggota-anggota lainnya.
- Segala sesuatu yang diperoleh oleh seorang anggota menjadi harta firma.
- Tiap-tiap anggota tanggung-menanggung bertanggung jawab untuk seluruhnya atas perikatan firma yang disebut dengan tanggung jawab solider (tanggung renteng).
Setelah mengetahui tanggung jawab tersebut, maka pada artikel kali ini Sobat akan diajak untuk menambah wawasan tentang “Apa alasan yang mendasari pembubaran firma dan bagaimana prosedurnya?”
Dasar Hukum Pembubaran Firma
Pembubaran firma diatur dalam Pasal 1646 – Pasal 1652 KUHPerdata. Adapun Pasal 1646 KUHPerdata menjelaskan tentang alasan berakhirnya firma, yakni sebagai berikut:
- Telah berakhirnya jangka waktu firma sesuai yang telah ditentukan dalam akta pendirian.
- Adanya pengunduran diri atau pemberhentian sekutunya.
- Musnahnya barang atau telah selesainya usaha yang dijalankan persekutuan firma.
- Adanya kehendak dari seorang atau beberapa orang sekutu.
- Salah seorang sekutu meninggal dunia atau berada di bawah pengampunan atau dinyatakan pailit.
Untuk berakhirnya firma yang disebabkan oleh meninggalnya salah satu sekutu, maka dapat dikesampingkan dalam hal sebelumnya telah disepakati oleh para sekutu bahwa meninggalnya salah seorang sekutu tidak berpengaruh terhadap kelangsungan firma.
Hal ini sesuai dengan asas “pacta sunt servanda” bahwa perjanjian para pihak berlaku sebagai undang-undang dan asas “freedom of contract”, yang memiliki makna bahwa para pihak bebas menyepakati apapun. Sehingga, yang menjadi keberlakuan utama adalah perjanjian tersebut dan KUHPerdata menjadi bersifat pelengkap.
Selain itu, berlaku pula aturan khusus yang terdapat dalam Pasal 31 – Pasal 35 KUHD. Apabila pembubaran tersebut berkaitan dengan pihak ketiga, maka berlaku ketentuan Pasal 31 ayat (1) KUHD:
“Pembubaran suatu persekutuan dengan firma yang terjadi sebelum waktu yang ditentukan dalam perjanjian atau sebagai akibat pengunduran diri atau pemberhentian, begitu juga perpanjangan waktu akibat lampaunya waktu yang ditentukan, dan pengubahan pengubahan dalam perjanjian semula yang penting bagi pihak ketiga, semua itu harus dilakukan dengan akta otentik, didaftarkan dan diumumkan dalam Tambahan Berita Negara Republik Indonesia.”
Namun, tentu saja kita tidak boleh meninggalkan asas lex specialis derogat legi generalis, bahwa hukum yang bersifat khusus mengesampingkan hukum yang bersifat umum.
Pembubaran firma juga diatur secara khusus berdasarkan Permenkumham No. 17 Tahun 2018 tentang Pendaftaran Persekutuan Komanditer, Persekutuan Firma, dan Persekutuan Perdata, yaitu pembubaran dilakukan dalam hal:
- berakhirnya jangka waktu perjanjian;
- musnahnya barang yang dipergunakan untuk tujuan CV, Firma, dan Persekutuan Perdata atau tujuan CV, Firma, dan Persekutuan Perdata telah tercapai;
- karena kehendak para sekutu; atau
- alasan lain sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan
Apabila ditelisik lebih lanjut, ketentuan tersebut memiliki substansi yang hampir sama dengan ketentuan pembubaran firma dalam KUHPerdata.
Namun, dalam Permenkumham a quo mengandung ketentuan open policy dan tidak ditentukan secara rigid, terbukti pada Poin 4 yang memungkinkan adanya alasan lain. Sehingga, tergantung pada perkembangan peraturan perundang-undangan.
Selanjutnya, pembubaran firma yang diatur dalam Pasal 31 – 35 KUHD, dapat dijelaskan sebagai berikut:
- Perubahan harus dinyatakan dengan akta
- Perubahan akta harus didaftarkan kepada Panitera Pengadilan Negeri; 3. Perubahan akta harus diumumkan dalam berita negara;
- Perubahan akta yang tidak diumumkan akan mengikat pihak ketiga; 5. Pemberesan oleh persero adalah pihak lain yang disepakati atau yang ditunjuk oleh Pengadilan.
Untuk prosedurnya, dapat dilihat secara detail dalam website yang disediakan oleh Kementerian Hukum dan HAM disini!
Demikianlah alasan bubarnya sebuah firma dan tata caranya. Untuk sobat yang memiliki kesulitan terkait prosedur pembubaran sebuah firma dan bagaimana proses hukumnya, Selaras Law Firm solusinya! Kami menyediakan jasa layanan pembubaran firma yang efektif dan efisien!
Sumber:
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
Kitab Undang-Undang Hukum Dagang.
Rizha Claudilla Putri, “Bentuk Hukum Perusahaan Persekutuan di Indonesia dan Perbandingannya di Malaysia”, Jurnal Cepalo Universitas Lampung, Volume 4, Nomor 1, 2020, hlm. 23.
Johannes Ibrahim, 2006, Hukum Organisasi Perusahaan (Pola Kemitraan dan Badan Hukum), Bandung: PT Refika Aditama, hlm. 36.
Ngertihukum.id, “Tata Cara Melakukan Pembubaran Firma”, https://ngertihukum.id/tata-cara-melakukan-pembubaran-firma/, diakses pada 27 Oktober 2021.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.