Oleh: Anies Mahanani, S.H
Halo Sobat Selaras!
“Kamu dapat hidup tanpa kebaikan, tetapi kamu tidak dapat hidup tanpa keadilan.”
– Merna Arini
Pada awal tahun 2023 ini, masyarakat Indonesia dikejutkan dengan berita kasus pemerkosaan gadis 15 Tahun oleh 6 pemuda di Brebes yang berakhir dengan damai. Kasus tersebut tidak dibawa ke jalur hukum setelah dimediasi oleh Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) dengan diberi uang kompensasi dengan perjanjian tertulis bahwa tidak akan membawa kasus pemerkosaan ini ke jalur hukum.
Perdamaian ini biasa disebut juga dengan restorative justice. Lalu, apakah kasus kekerasan seksual anak di bawah umur dapat diselesaikan di luar pengadilan dengan restorative justice? Simak artikel berikut untuk lebih jelasnya!
Pengertian Restorative Justice
Prinsip restorative justice merupakan salah satu prinsip penegakan hukum dalam penyelesaian perkara dengan instrumen pemulihan dan alternatif penyelesaian hukum melalui proses dialog dan mediasi. Dalam hal ini merupakan suatu tanggapan kepada pelaku kejahatan untuk memulihkan kerugian dan memudahkan perdamaian antara para pihak.
Baca Juga: Restorative Justice Dalam Menyelesaikan Tindak Pidana Ringan.
Dialog dan mediasi dalam keadilan restorative melibatkan beberapa pihak diantaranya pelaku, korban, keluarga pelaku atau korban, dan pihak-pihak lainnya yang terkait. Secara umum, tujuan penyelesaian hukum tersebut guna menciptakan kesepakatan atas penyelesaian perkara pidana. Selain itu, tujuan lain dari restorative justice adalah untuk mendapatkan putusan hukum yang adil dan seimbang bagi pihak korban maupun pelaku.
Batas Umur Anak di Bawah Umur Berdasar Sistem Peradilan Pidana Anak
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak (UU No. 35/2014) menerangkan yang dimaksud Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun, termasuk anak yang masih dalam kandungan.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak (UU SPPA) menerangkan bahwa Anak yang Berkonflik dengan Hukum yang selanjutnya disebut Anak adalah anak yang telah berumur 12 (dua belas) tahun, tetapi belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang diduga melakukan tindak pidana.
Sedangkan, anak yang Menjadi Korban Tindak Pidana yang selanjutnya disebut Anak Korban adalah anak yang belum berumur 18 (delapan belas) tahun yang mengalami penderitaan fisik, mental, dan/atau kerugian ekonomi yang disebabkan oleh tindak pidana.
Kronologi Kasus
Gadis berusia 15 tahun di Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes, Jawa Tengah menjadi korban pemerkosaan oleh 6 pemuda tetangganya sendiri memilih berdamai. Peristiwa itu terjadi sekitar akhir Desember 2022.
Awalnya korban dijemput dua orang menggunakan sepeda motor. Kemudian remaja ini dibawa ke sebuah rumah kosong dan dicekoki minuman keras. Selanjutnya, perempuan ini diperkosa secara bergiliran oleh enam orang pelaku yang merupakan tetangganya.
Para pelaku merupakan warga Kecamatan Tanjung, Kabupaten Brebes. Lima di antaranya masih berusia anak di bawah umur berstatus pelajar dan satu orang dewasa berinisial AI (19) dengan status pekerjaan wiraswasta. Sedangkan, Korban ini masih di bawah umur yaitu usianya baru 15 tahun dan masih usia SMP.
Tak lama setelah kejadian pada Desember 2022 lalu, pihak keluarga korban dan keluarga para pelaku dimediasi oleh sekelompok anggota lembaga swadaya masyarakat (LSM). Mediasi digelar di rumah seorang kepala desa di Kecamatan Tanjung. Dalam surat kesepakatan itu, pihak korban dan pelaku memilih berdamai. Pihak keluarga korban pun menerima uang kompensasi dari para pelaku dan keluarga pelaku bersedia bertanggung jawab jika akhirnya korban hamil.
Uang tersebut sebagai kompensasi kepada keluarga korban untuk biaya sekolah korban. Namun korban menerima uang tersebut separuh dari yang telah disepakati oleh sekelompok LSM dan keluarga korban. Keluarga korban akhirnya tidak melanjutkan kasus itu ke ranah kepolisian setelah adanya perjanjian damai tertulis. Dalam surat kesepakatan itu juga, keluarga korban bersedia dituntut jika melanjutkan kasus ini ke jalur hukum.
Kasus perkosaan ini membuat sekelompok warga di Brebes akhirnya melapor ke polisi. Polisi telah menangkap enam pelaku pemerkosaan tersebut. Polres Brebes juga telah berjanji akan menyelidiki kasus pemerkosaan anak ini meski kedua belah pihak sepakat damai. Polisi menyebut kasus ini bukan delik aduan.
Analisa Hukum
Kasus kekerasan seksual dianggap sebuah aib oleh kebanyakan masyarakat. Dalam hal ini terkadang korban dipojokkan dengan alasan memakai pakaian yang terbuka dan memperlihatkan bagian tubuhnya sehingga mengundang nafsu kaum adam. Dari pandangan tersebut, kekerasan seksual dianggap masalah personal yang bisa diselesaikan secara kekeluargaan.
Baca Juga: Mengenal Justice Collaborator dalam Hukum Pidana Di Indonesia.
Kasus kekerasan seksual membawa dampak lebih besar bagi korban seperti hamil lalu melahirkan. Hal ini yang seringkali dianggap sebagai aib. Sehingga sebisa mungkin keluarga akan berusaha menutupi kasusnya dengan cara berdamai, atau mengawinkan korban dengan pelaku.
Penerapan penyelesaian perkara menggunakan pendekatan metode restorative justice pada kasus kekerasan seksual hanya menambah trauma korban. Restorative justice dapat dilakukan untuk kasus kekerasan seksual namun dengan syarat dan ketentuan berlaku.
Dalam Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 (UU TPKS) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual telah mengatur terkait perkara kekerasan seksual tidak dapat diselesaikan diluar pengadilan. Dalam pasal 23 menyatakan “Perkara Tindak Pidana Kekerasan Seksual tidak dapat dilakukan penyelesaian di luar proses peradilan, kecuali terhadap pelaku Anak sebagaimana diatur dalam Undang-Undang.”
Implementasi UU TPKS tidak hanya sekedar memberi jaminan terhadap penanganan kasus kekerasan seksual, lebih dari itu berfungsi dalam hal pencegahan, perlindungan, dan pemulihan untuk korban. Hadirnya UU TPKS harus dihormati, bahwa penyelesaian perkara pidana kekerasan seksual harus dilakukan dengan jalur pengadilan.
Dalam kasus yang terjadi pada pelaku anak pun, penerapan diversi hanya dilakukan pada tindak pidana yang ancamannya di bawah 7 tahun dan bukan pengulangan, sebagaimana diatur dalam UU SPPA. Sedangkan tindak pidana dalam kasus ini adalah perkosaan dengan ancaman pidana 12 tahun.
Sobat Selaras, jika sedang mengalami suatu peristiwa pidana, silahkan menghubungi tim Selaras Law Firm untuk berkonsultasi. Untuk menambah literasi hukum, yuk simak artikel lain di Selaras Law Firm!
Dasar Hukum:
Undang-Undang No. 35 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak.
Undang-Undang No. 11 Tahun 2012 tentang Sistem Peradilan Pidana Anak.
Undang-Undang No. 12 Tahun 2022 (UU No. 12/2022) tentang Tindak Pidana Kekerasan Seksual.
Sumber:
Aryo Putranto Saptohutomo, “Restorative Justice: Pengertian dan Penerapannya Dalam Hukum di Indonesia”, diakses pada https://nasional.kompas.com/read/2022/02/15/12443411/restorative-justice-pengertian-dan-penerapannya-dalam-hukum-di-indonesia.
Khairina, “Fakta Kasus Pemerkosaan Gadis 15 Tahun di Brebes Berakhir Damai, Keluarga Takut Lapor Polisi”, diakses pada: https://regional.kompas.com/read/2023/01/17/121503278/fakta-kasus-pemerkosaan-gadis-15-tahun-di-brebes-berakhir-damai-keluarga?page=all (pukul 20.12 pada 09/02/2023).
Sumber Gambar: pexels.com
Editor: Bambang Sukoco, S.H.