Oleh: Adib Gusti Arigoh
Halo sobat Selaras!
Di era digitalisasi seperti sekarang perlahan semuanya akan menggunakan teknologi berbasis elektronik untuk menjalankan aktivitasnya. Begitupun di bidang hukum. Telah banyak muncul berbagai inovasi seperti persidangan dalam jaringan (Daring) yang tak mengharuskan para pihak hadir di satu tempat.
Lantas apakah sistem peradilan di Indonesia juga menginovasi ketentuan-ketentuan yang berkaitan persidangan lainnya?
Bagaimana kedudukan alat bukti berbasis elektronik seperti Screen Capture dalam proses pembuktian di zaman sekarang?
Yuk mari kita bahas!
Pengertian Alat Bukti
Alat bukti diartikan sebagai hal atau suatu benda yang digunakan dalam pembuktian dalam suatu perkara. Dengan kata lain, alat bukti adalah alat yang digunakan dari hak-pihak yang berpekara untuk meyakinkan hakim di persidangan. Nah, alat bukti ini menjadi indikator yang digunakan hakim dalam memutus perkara.
Berbicara soal Screen Capture termasuk kedalam alat bukti elektronik. Lalu mengapa Screen Capture dapat dikategorikan sebagai alat bukti elektronik?
Pengertian Screen Capture
Secara sederhana Screen Capture atau tangkapan layar merupakan hasil tangkapan pada layar media elektronik seperti gawai, komputer ataupun telivisi. Hasil tangkapan layar tersebut berupa gambar yang tersimpan dalam dokumen media elektronik.
Dari sudut pandang hukum, Screen Capture dikategorikan sebagai informasi elektronik karena ia termasuk gambar yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.
Hal tersebut telah memasuki rumusan Pasal 1 angka 1 Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Elektronik (“UU ITE Perubahan Pertama”) yang dimaksud dengan informasi elektronik adalah:
“1. Informasi Elektronik adalah satu atau sekumpulan data elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, peta, rancangan, foto, electronic data interchange (EDI), surat elektronik (electronic mail), telegram, teleks, telecopy atau sejenisnya, huruf, tanda, angka, Kode Akses, simbol, atau perforasi yang telah diolah yang memiliki arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Hasil dari Screen Capture yang berupa gambar tersebut disimpan dalam media elektronik dalam bentuk dokumen elektronik.
Hal ini bermakna bahwa hasil informasi elektronik (Screen capture) akan otomatis tersimpan dalam dokumen elektronik sebagaimana yang dijelaskan dalam Ditinjau dari rumusan Pasal 1 angka 4 UU ITE Perubahan Pertama mengartikan dokumen elektronik sebagai berikut:
“Dokumen Elektronik adalah setiap Informasi Elektronik yang dibuat, diteruskan, dikirimkan, diterima, atau disimpan dalam bentuk analog, digital, elektromagnetik, optikal, atau sejenisnya, yang dapat dilihat, ditampilkan, dan/atau didengar melalui Komputer atau SIstem Elektronik, termasuk tetapi tidak terbatas pada tulisan, suara, gambar, perta, rancangan, foto atau sejenisnya, hurf, tanda, angka, Kode Akses, simbol atau perforasi yang memiliki makna atau arti atau dapat dipahami oleh orang yang mampu memahaminya.”
Screen Capture sebagai Alat Bukti Elektronik
Telah diketahui bahwasanya Screen Capture termasuk ke dalam informasi elektronik yang disimpan kedalam dokumen elektronik. Maka dari itu, Screen Capture dikategorikan sebagai alat bukti elektronik yang sah.
Hal ini dapat dilihat dalam Pasal 5 ayat (1) Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi Elektronik (“UU ITE”) yang berbunyi:
“(1) Informasi Elektronik dan/atau Dokumen Elektronik dan/atau hasil cetakannya merupakan alat bukti hukum yang sah.”
Namun perlu digaris bawahi, selain tergolong informasi dan/atau dokumen elektronik, bahwasanya terdapat beberapa ketentuan yang wajib dipenuhi agar Screen Capture dapat dijadikan alat bukti elektronik yang sah, apa saja itu?
Ketentuan Alat Bukti Elektronik Yang Aah
> Berasal Sistem Elektronik yang sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan
Hal ini bermakna bahwa bukti elektronik diperoleh dengan cara yang sah sesuai dengan hukum (Lihat Pasal 5 ayat (3) UU ITE).
Seperti halnya tidak dengan cara yang melanggar melawan hukum, sebagai contoh adalah intersepsi atau penyadapan (Kecuali dipinta oleh aparat penegak hukum sebagaimana yang disebutkan dalam Pasal 31 UU ITE).
> Kecuali Undang-Undang Menentukan lain.
Suatu informasi elektronik dan.atau dokumen elektronik tidak dapat digunakan sebagai alat bukti elektronik yang sah apabila:
- Dalam bentuk surat yang menurut Undang-Undang harus dibuat dalam bentuk tertulis (Lihat Pasal 5 ayat (4) huruf a UU ITE).
- Dokumen berserta surat yang harus dibuat dalam bentuk akta notaris atau pejabat pembuat akta seperti surat tanah dan akta diatas tangan lainnya. (Lihat Pasal 5 ayat (4) huruf b UU ITE).
- Dapat diakses, ditampilkan, dijamin keaslian serta keutuhannya, dan dapat dipertanggungjawabkan (Lihat Pasal 6 UU ITE).
Berikut penjelasan mengenai Screen Capture sebagai alat bukti elektronik. Artikel hukum menarik lainya dapat kalian kunjungi website kami di Selaras Law Firm. We do things professionally!
Sumber:
Undang-Undang Nomor 19 Tahun 2016 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 Tentang Informasi Dan Elektronik.
Subekti, 1978, Hukum Pembuktian, Pradayna Paramitha, Jakarta.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.