Halo Sobat Selaras!
“Tidak semua orang yang berada di dalam satu tempat kejadian perkara kejahatan itu berarti turut serta, harus ada meeting of mind”
– Ahli Pidana Muhammad Arif Setiawan (Universitas Islam Indonesia).
Tidak semua terdakwa dalam kasus pidana merupakan pelaku utama dalam peristiwa tindak pidana. Yukkk simak artikel berikut untuk mengetahui peran-peran yang terdapat dalam sebuah peristiwa tindak pidana!
Pasal 55 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP)
Baca Juga: Obstruction of Justice dalam Proses Hukum di Indonesia.
Menurut R. Soesilo, turut melakukan dalam arti kata bersama-sama melakukan. Sedikit-dikitnya harus ada dua orang, ialah orang yang melakukan (pleger) dan orang yang turut melakukan (medepleger) peristiwa pidana.
Jadi, kedua orang tersebut harus melakukan perbuatan pelaksanaannya (melaksanakan elemen dari tindak pidana) dan adanya kerjasama yang erat antara mereka yang dilandasi niat untuk mewujudkan terjadinya tindak pidana, tidak boleh hanya melakukan persiapan maupun setelah kejadiannya (bukan bersifat menolong).
Pasal 56 KUHP:
Dipidana sebagai pembantu kejahatan:
Menurut R. Soesilo, bahwa orang yang membantu melakukan jika ia sengaja memberikan bantuan tersebut, pada waktu atau sebelum (bukan sesudahnya) kejahatan itu dilakukan. Dalam perbuatan membantu melakukan ini sifatnya menolong, sehingga bukan orang yang melaksanakan elemen dari tindak pidana.
Turut serta dalam tindak pidana yaitu terjadi kerjasama antara pelaku dengan tujuan untuk melakukan tindak pidana. Sedangkan membantu melakukan berarti orang yang membantu tersebut hanya membantu pelaku agar bisa mencapai tujuan pelaku tanpa ada tujuan sendiri.
Terdapat 2 (dua) syarat bagi adanya turut melakukan tindak pidana, yaitu:
Artinya, adanya kehendak si pelaku untuk benar-benar turut melakukan tindak pidana dan pelaku memiliki kepentingan atau tujuan sendiri untuk terjadinya tindak pidana tersebut. Jadi, turut serta dalam tindak pidana dengan orang yang membantu melakukan tindak pidana sama-sama menjadi pelaku dari tindak pidana tersebut.
Sedangkan, bagi yang membantu melakukan tersebut harus memiliki unsur kesengajaan. Baik yang dilakukan pada saat kejadian atau sebelum kejadian tersebut. Sedangkan jika dilakukan dalam waktu setelah kejadian pidana, maka bisa dinyatakan sebagai sekongkol.
Baca Juga: Diversi dalam Sistem Peradilan Pidana Anak.
Dalam penjelasan pasal 56 KUHP ini dikatakan bahwa elemen sengaja harus ada. Niat untuk melakukan kejahatan harus muncul dari orang yang diberi bantuan, kesempatan, daya upaya, atau keterangan itu. Orang yang membantu melakukan hanyalah untuk membantu pelaku utama mencapai tujuannya, tanpa memiliki tujuan sendiri. Jika niatnya itu timbul dari orang yang memberi bantuan sendiri, maka orang itu bersalah karena berbuat “membujuk melakukan” (uitlokking).
Sehingga untuk seseorang yang tidak sengaja membantu tindak pidana karena tidak mengetahui adanya kejahatan tersebut, maka tidak dihukum atau tidak termasuk seseorang yang turut serta dalam tindak pidana.
Turut melakukan dan membantu melakukan yang juga diatur dalam Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana yang telah mendapatkan persetujuan bersama antara Presiden dan DPR yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan.
Pasal 20 Undang-Undang (UU) No. 1 Tahun 2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana
Setiap orang dipidana sebagai pelaku tindak pidana jika:
Penjelasan Pasal 20 huruf d Undang-Undang No. 1 Tahun 2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana, menggerakkan orang lain supaya melakukan tindak pidana juga termasuk membujuk, menganjurkan, memancing, atau memikat orang lain dengan cara tertentu.
Pasal 21
1. Setiap Orang dipidana sebagai pembantu Tindak Pidana jika dengan sengaja:
2. Ketentuan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) tidak berlaku untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana yang hanya diancam dengan pidana denda paling banyak kategori II.
3. Pidana untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana paling banyak 2/3 (dua per tiga) dari maksimum ancaman pidana pokok untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
4. Pembantuan melakukan Tindak Pidana yang diancam dengan pidana mati atau pidana penjara seumur hidup, dipidana dengan pidana penjara paling lama 15 (lima belas) tahun.
5. Pidana tambahan untuk pembantuan melakukan Tindak Pidana sama dengan pidana tambahan untuk Tindak Pidana yang bersangkutan.
Sobat Selaras, untuk menghindari keikutsertaan dalam sebuah peristiwa pidana bisa berkonsultasi dengan tim kami di Selaras Law Firm!
Dasar Hukum
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana.
Undang-Undang (UU) Nomor 1 Tahun 2023 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (yang mulai berlaku 3 tahun terhitung sejak tanggal diundangkan).
Sumber:
Prodjodikoro, Wirjono. 2003. Asas-Asas Hukum Pidana di Indonesia. PT Refika Aditama.
Soesilo. 1991. Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) Serta Komentar – Komentarnya Lengkap Pasal Demi Pasal. Politeia.
Sumber Gambar: pexels.com
Editor: Bambang Sukoco, S.H.
]]>