“Paten adalah hak eksklusif yang diberikan oleh negara kepada inventor atas hasil invensinya di bidang teknologi untuk melaksanakan sendiri invensi tersebut atau memberikan persetujuan kepada pihak lain untuk melaksanakannya.”
– Pasal 1 ayat (1) UU Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten (UU Paten).
Berdasarkan uraian dari artikel sebelumnya, diketahui bahwa Paten merupakan hak eksklusif yang diberikan negara kepada inventor atau hasil invensinya untuk memperoleh manfaat atas hasil temuannya dan melarang orang lain untuk membuat, melisensikan, atau mengimpor paten, kecuali atas persetujuannya.
Dari uraian diatas dapat dipahami bahwa seorang inventor sebagai pemegang paten dalam mendayagunakan paten miliknya memiliki berbagai opsi yang salah satunya adalah melalui lisensi.
Lisensi adalah izin berupa perjanjian tertulis yang diberikan oleh pemegang paten kepada penerima lisensi guna menggunakan paten tersebut dalam jangka waktu dan syarat tertentu (Pasal 1 ayat (11) UU Paten).
Berdasarkan Pasal 76 ayat (1) UU Paten, pemegang paten berhak memberikan Lisensi kepada pihak lain berdasarkan perjanjian lisensi baik eksklusif maupun non-eksklusif.
Berbeda dengan jenis hak kekayaan intelektual lainnya, pada Paten terdapat lisensi yang bersifat opsional dan wajib.
Hal ini disebabkan oleh urgensi dan manfaat yang diberikan atas Paten tersebut guna menunjang kehidupan dan/atau kepentingan umum.
Mengenai bentuk lisensi biasa mungkin sobat sudah sangat familiar bahkan dari semua jenis hak kekayaan intelektual (HKI) mempunyai jenis lisensi ini.
Tapi, apakah kalian mengetahui mengenai Lisensi Wajib Paten?
Baca juga: Indikasi Geografis: Mengenal Indikasi Geografis Melalui Kopi Toraja.
Yup, Berbeda dengan lisensi biasa yang bersifat opsional, dalam Pasal 82 ayat (1) UU Paten).
pada lisensi wajib merupakan lisensi untuk melaksanakan paten yang dilaksanakan atas dasar Keputusan Menteri.
Perihal Lisensi Wajib atau sering disebut Lisensi Paksa, juga diatur baik dalam Paris Convention maupun dalam TRIPs Agreement.
Paris Convention menggunakan istilah Compulsory License untuk Lisensi Wajib yang pengaturannya tercantum dalam Pasal 5A Paris Convention.
Sementara itu TRIPs Agreement menggunakan istilah Other use without the authorization of the right holder yang diatur dalam pasal 31 TRIPs Agreement.
Secara umum dapat dikemukakan perbedaan antara Lisensi pada umumnya (Lisensi Sukarela) dengan Lisensi Wajib adalah sebagai berikut :
Permohonan dan pemberian lisensi wajib diatur pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 30 Tahun 2019 tentang Tata Cara Pemberian Lisensi-wajib Paten (Permenkumham 30/2019) dan perubahannya pada Peraturan Menteri Hukum dan HAM Nomor 14 Tahun 2021 (Permenkumham 14/2021).
Baca juga: Indikasi Geografis: Aspek Pelanggaran Indikasi Geografis.
Lisensi-wajib merupakan Lisensi untuk melaksanakan Paten yang diberikan berdasarkan Keputusan Menteri. Lisensi-wajib tidak perlu diperoleh oleh semua pemegang paten. Justrulisensi-wajib hanya bisa diperoleh oleh pihak-pihak yang:
Pemeriksaan atas permohonan Lisensi-wajib dilakukan oleh tim ahli yang bersifat ad-hoc yang dibentuk oleh Menteri sesuai dengan bidang Paten yang diajukan Lisensi-wajib.
Dalam melakukan pemeriksaan, tim ahli memanggil pemegang Paten untuk didengar pendapatnya.
Pemegang Paten wajib menyampaikan pendapat dalam jangka waktu paling lama 30 (tiga puluh) hari sejak tanggal pemberitahuan. Jika Pemegang Paten tidak menyampaikan pendapatnya dalam jangka waktu, Pemegang Paten dianggap menyetujui pemberian Lisensi-wajib.
Melihat Pasal 84 UUPaten, Lisensi-wajib sebagaimana hanya akan diberikan oleh Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia jika:
Demikian uraian mengenai Lisensi Wajib Paten ini. Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai seluk beluk Lisensi Wajib Paten dan isu hukum lainnya, kamu bisa menggunakan jasa kami dengan mengakses laman Selaras Law Firm sekarang juga!
Sumber:
Indonesia. (2016). Undang-Undang Nomor 13 Tahun 2016 tentang Paten. Jakarta: Menteri Hukum dan Hak Asasi Manusia
Ni Ketut Supasti,dll. 2017. Buku Ajar: Hak Kekayaan Intelektual. Yogyakarta: Deepublish.
Sumber Gambar:
pexels.com
Editor: Siti Faridah, S.H.
]]>