Dalam konteks hukum perdata terdapat dua bentuk perbuatan, yaitu wanprestasi dan Perbuatan Melawan Hukum (PMH). Sepintas, kita bisa melihat persamaan dan perbedaanya dengan gampang. Baik perbuatan melawan hukum dan wanprestasi, sama-sama dapat diajukan tuntutan ganti rugi.
Ternyata diantara keduanya memiliki perbedaan mendasar yang perlu sobat Selaras. Yuk simak pembahasan dibawah agar tidak keliru lagi kedepannya!
Secara umum, wanprestasi dapat dimaknai sebagai tidak menepati janji. Menurut Kamus Hukum, wanprestasi berarti kelalaian, kealpaan, cidera janji, tidak menepati kewajibannya dalam perjanjian.
Dalam perspektif ahli, menurut Prof. Subekti, Wanprestasi terjadi jika salah satu pihak dalam perjanjian tidak melaksanakan perjanjian, melaksanakan apa yang dijanjikan tapi tidak sebagaimana mestinya, melaksanakan apa yang dijanjikan tetapi terlambat dilakukan, serta melakukan sesuatu yang menurut perjanjian tidak boleh dilakukan.
Adapun yang dimaksud wanprestasi adalah suatu keadaan yang dikarenakan kelalaian atau kesalahannya, debitur tidak dapat memenuhi prestasi seperti yang telah ditentukan dalam perjanjian dan bukan dalam keadaan memaksa adapun yang menyatakan bahwa wanprestasi adalah tidak memenuhi atau lalai melaksanakan kewajiban sebagaimana yang ditentukan dalam perjanjian yang dibuat antara kreditur dengan debitur.
Ketentuan wanprestasi sendiri dapat ditemukan di dalam Pasal 1234 KUHPerdata yang isinya sebagai berikut:
Penggantian biaya, kerugian dan bunga karena tak dipenuhinya suatu perikatan mulai diwajibkan, bila debitur, walaupun telah dinyatakan lalai, tetap lalai untuk memenuhi perikatan itu, atau jika sesuatu yang harus diberikan atau dilakukannya hanya dapat diberikan atau dilakukannya dalam waktu yang melampaui waktu yang telah ditentukan.
Secara umum wanprestasi dapat berupa:
Bentuk wanprestasi yang dilakukan yaitu melanggar tenggang waktu yang disepakati dalam kontrak pengadaan barang/jasa. Menurut Khairandy, wanprestasi adalah “tidak terlaksananya prestasi atau kewajiban sebagaimana mestinya yang dibebankan oleh kontrak terhadap para pihak”. Bentuk wanprestasi dapat berupa:
Contohnya: Adit memiliki usaha café kemudian terkena dampak covid sehingga memerlukan dana untuk terus bertahan, Akhirnya adit berhutang kepada Budi sebesar Rp. 50.000.000. Setelah berbulan bulan sampai melewati batas waktu yang sudah ditentukan dalam perjanjian ternyata adit tidak membayar hutangnya kepada budi.
Sementara pada Perbuatan Melawan Hukum (“PMH”) diatur pada Pasal 1365 KUHPerdata, yang isinya adalah sebagai berikut:
Tiap perbuatan yang melanggar hukum dan membawa kerugian kepada orang lain, mewajibkan orang yang menimbulkan kerugian itu karena kesalahannya untuk menggantikan kerugian tersebut.
Berdasarkan hal-hal di atas, dapat dipahami unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum sebagai berikut :
Menurut Munir Fuady, Perbuatan Melawan Hukum adalah sebagai suatu kumpulan dari prinsip-prinsip hukum yang bertujuan untuk mengontrol atau mengatur perilaku bahaya, untuk memberikan tanggung jawab atas suatu kerugian yang terbit dari interaksi sosial, dan untuk menyediakan ganti rugi terhadap korban dengan suatu gugatan yang tepat.
Hubungan kausal antara perbuatan yang dilakukan dengan kerugian yang terjadi juga merupakan syarat dari suatu perbuatan melawan hukum. Untuk hubungan sebab akibat ada 2 (dua) macam teori, yaitu teori hubungan faktual dan teori penyebab kira-kira. Hubungan sebab akibat secara faktual (causation in fact) hanyalah merupakan masalah “fakta” atau apa yang secara faktual telah terjadi.
Setiap penyebab yang menyebabkan timbulnya kerugian dapat merupakan penyebab secara faktual, asalkan kerugian (hasilnya) tidak akan pernah terdapat tanpa penyebabnya.
Dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum, sebab akibat jenis ini sering disebut dengan hukum mengenai “but for” atau “sine qua non”. Selanjutnya, agar lebih praktis dan agar tercapainya elemen kepastian hukum dan hukum yang lebih adil, maka diciptakanlah konsep “sebab kira-kira” (proximate cause).
Proximate cause merupakan bagian yang paling membingungkan dan paling banyak pertentangan pendapat dalam hukum tentang perbuatan melawan hukum. Kadang-kadang, untuk penyebab jenis ini disebut juga dengan istilah legal cause atau dengan berbagai penyebutan lainnya.
Dilihat dari timbulnya hak menuntut, hak menuntut ganti rugi dalam wanprestasi muncul dari Pasal 1243 KUHper, yang pada prinsipnya membutuhkan pernyataan lalai (somasi), sementara Hak menuntut ganti rugi dalam PMH tidak perlu peringatan lalai. Kapan saja terjadi PMH, pihak yang merasa dirugikan berhak langsung menuntut ganti rugi.
Dilihat dari pembuktian gugatan bahwa Perbuatan Melawan Hukum, pihak penggugat harus membuktikan semua unsur-unsur Perbuatan Melawan Hukum selain harus mampu membuktikan adanya kesalahan yang diperbuat debitur. Sedangkan dalam gugatan Wanprestasi, penggugat cukup menunjukkan adanya Wanprestasi atau adanya perjanjian yang dilanggar.
Dalam gugatan perbuatan melawan hukum, penggugat dapat menuntut pengembalian pada keadaan semula (restitutio in integrum). Namun, tuntutan tersebut tidak diajukan apabila gugatan yang diajukan dasarnya adalah Wanprestasi.
Nah demikian pembahasan mengenai “Perbedaan Wanprestasi Dan Perbuatan Melawan Hukum” apabila sobat Selaras Law Firm ingin menyusun gugatan perdata bisa langsung menghubungi kami di Selaras Law Firm. Nantikan artikel menarik yang dapat menambah pengetahuan sobat selanjutnya!
Sumber:
Undang-Undang No. 23 tahun 1847 Tentang Kitab Undang-Undang Hukum Perdata.
STAI AL-Azhar Gowa “Wanprestasi, Force Majeure, Dan Perbuatan Melawan Hukum” https://webcache.googleusercontent.com/search?q=cache:uE0ZVPwsuhoJ:https://osf.io/w96b5/download&cd=18&hl=id&ct=clnk&gl=id Pada tanggal 28 September 2022.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.
]]>