Warning: Cannot modify header information - headers already sent by (output started at /home/slf/public_html/index.php:1) in /home/slf/public_html/wp-includes/feed-rss2.php on line 8
Undang-Undang Perkawinan – Selaras Law Firm https://selaraslawfirm.com Selaras Law Firm Thu, 26 Jan 2023 11:52:39 +0000 en-US hourly 1 https://wordpress.org/?v=6.5.2 https://selaraslawfirm.com/wp-content/uploads/2021/11/cropped-icon-32x32.png Undang-Undang Perkawinan – Selaras Law Firm https://selaraslawfirm.com 32 32 Mengenal Lebih Dekat Dispensasi Perkawinan Anak di Bawah Umur https://selaraslawfirm.com/mengenal-lebih-dekat-dispensasi-perkawinan-anak-di-bawah-umur/ Thu, 26 Jan 2023 11:52:39 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=1565 Oleh: Marcelia Puspa Andini

Hallo, Sobat Selaras!

Beberapa hari belakangan ini sedang ramai diperbincangkan mengenai adanya ratusan anak di Ponorogo Jawa Timur yang mengajukan dispensasi kawin atau menikah usia dini ke Pengadilan Agama setempat.

Tercatat ada 198 (seratus sembilan puluh delapan) permohonan dispensasi kawin yang diajukan ke Pengadilan Agama Kabupaten Ponorogo sepanjang tahun 2022.

Alasan dari anak tersebut mengajukan dispensasi kawin selain enggan meneruskan sekolah ialah karena kebanyakan dari mereka telah hamil di luar perkawinan yang sah.

Berbicara mengenai dispensasi kawin pada kasus di atas, memangnya apa sih yang dimaksud dengan dispensasi kawin dan apa yang menjadi alasan untuk dapat diberikannya dispensasi kawin?

Yuk, simak penjelasan berikut ini agar Sobat Selaras dapat mengetahui jawabannya!

Definisi Perkawinan

Sebelum membahas mengenai dispensasi kawin, Sobat Selaras harus tahu terlebih dahulu mengenai perkawinan.

Dalam Pasal 1 Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan), tertulis bahwa:

Perkawinan ialah ikatan lahir bathin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami isteri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Mahaesa”.

Baca juga: Perbedaan Pengadilan Dan Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa.

Batas Usia Minimal Perkawinan

Dalam UU Perkawinan, terdapat syarat-syarat perkawinan yang mana salah satu syaratnya ialah syarat usia perkawinan.

Dalam syarat usia perkawinan, batas usia minimal perkawinan sebelum adanya perubahan berdasarkan pasal 7 ayat (1) UU Perkawinan yaitu 19 (sembilan belas) tahun untuk pihak pria dan 16 (enam belas) tahun untuk pihak wanita.

Kemudian, setelah diubahnya UU Perkawinan tersebut maka terdapat pula perubahan mengenai batas usia minimal perkawinan.

Batas usia minimal perkawinan berdasarkan Pasal 7 Ayat (1) UU Perkawinan setelah adanya perubahan ialah menjadi 19 (sembilan belas) tahun untuk kedua belah pihak, baik itu pihak wanita maupun pihak pria.

Apabila pihak wanita dan pihak pria telah memenuhi syarat usia perkawinan tersebut diatas, maka perkawinan sudah dapat dilaksanakan sebagaimana mestinya. 

Kemudian yang menjadi pertanyaan, apakah pihak yang belum memenuhi syarat usia perkawinan dapat melaksanakan perkawinan?

Dalam Pasal 7 ayat (2) UU Perkawinan, kita dapat melihat bahwasanya apabila terjadi penyimpangan terhadap ketentuan umur, maka orang tua baik itu orang tua pihak pria maupun orang tua pihak wanita dapat meminta dispensasi kawin ke pengadilan.

Berdasarkan penjelasan dari pasal tersebut diatas, maka dapat disimpulkan bahwa perkawinan tetap dapat dilaksanakan bagi mereka yang belum memenuhi syarat usia perkawinan apabila pengadilan telah memberikan dispensasi kawin sesuai peraturan perundang-undangan kepada mereka.

Lantas, apa sih dispensasi kawin itu?

Baca juga: Pengakuan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia.

Dispensasi Kawin

Secara singkat, yang dimaksud dengan dispensasi kawin ialah pemberian izin kawin oleh pengadilan kepada calon suami atau calon isteri yang belum berusia 19 tahun untuk dapat melangsungkan perkawinan.

Di dalam Pasal 7 Ayat (2) UU Perkawinan telah tertuliskan bahwasanya dispensasi kawin dapat diberikan atas alasan mendesak. 

Maksud dari alasan mendesak dalam UU tersebut ialah keadaan dimana tidak ada pilihan lain dan keadaan yang mana dengan sangat terpaksa perkawinan tersebut harus dilangsungkan.

Alasan mendesak tidak bisa hanya sekadar klaim, alasan mendesak juga haruslah dibuktikan dengan adanya bukti-bukti pendukung yang cukup.

Dalam UU Perkawinan, bukti-bukti pendukung yang cukup ialah surat keterangan yang membuktikan bahwa usia mempelai masih di bawah ketentuan undang-undang dan surat keterangan dari tenaga kesehatan yang mendukung pernyataan orang tua bahwa perkawinan tersebut sangat mendesak untuk dilaksanakan.

Selanjutnya, dalam Pasal 7 Ayat (2) UU Perkawinan juga tertuliskan bahwasanya permohonan dispensasi kawin dapat diajukan oleh orang tua dari pihak pria dan/atau orang tua dari pihak wanita. 

Selain itu, kemungkinan dispensasi kawin juga dapat diajukan oleh:

  1. Jika orang tua bercerai, maka dispensasi kawin dapat tetap diajukan oleh kedua orang tua atau salah satu orang tua yang memiliki kuasa asuh terhadap anak berdasar putusan pengadilan;
  2. Jika salah satu orang tua meninggal dunia atau tidak diketahui alamatnya, dispensasi kawin dapat diajukan oleh salah satu orang tua;
  3. Jika kedua orang tua meninggal dunia atau dicabut kekuasaannya atau tidak diketahui keberadaannya, maka dispensasi kawin dapat diajukan oleh wali anak; atau
  4. Jika orang tua/wali berhalangan, maka dispensasi kawin dapat diajukan oleh kuasa orang tua/wali.

Sekian penjelasan mengenai “Mengenal Lebih Dekat Dispensasi Perkawinan Anak di Bawah Umur”. Apabila Sobat Selaras ingin mengetahui lebih banyak lagi tentang hukum, maka Sobat Selaras bisa menghubungi kami di Selaras Law Firm. Jangan lupa juga untuk nantikan artikel-artikel menarik selanjutnya ya!

Dasar Hukum

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan.

Sumber:

Kompas TV Jember, 2023, “Hamil Duluan, Ratusan Anak Ajukan Nikah Dini ke PA Ponorogo”, diakses di https://www.kompas.tv/article/366720/hamil-duluan-ratusan-anak-ajukan-nikah-dini-ke-pa-ponorogo pada 12 Januari 2023 pukul 11.31 WIB.

Hamidi, 2019, “Dispensasi Kawin Menurut Perma Nomor 5 Tahun 2019”, diakses di https://pa-palangkaraya.go.id/dispensasi-kawin-menurut-perma-nomor-5-tahun-2019/ pada 12 Januari 2023 pukul 12.06 WIB.

Sumber Gambar: pexels.com

Editor: Bambang Sukoco, S.H.

]]>
Pengenaan Pidana atas Kasus Perselingkuhan antara Suami dan Ibu Mertua https://selaraslawfirm.com/pengenaan-pidana-atas-kasus-perselingkuhan-antara-suami-dan-ibu-mertua/ Wed, 18 Jan 2023 03:52:31 +0000 https://selaraslawfirm.com/?p=1545 Oleh: Marcelia Puspa Andini

Halo, Sobat Selaras!

Akhir-akhir ini, media sedang dihebohkan dengan berita mengenai kasus perselingkuhan.

Tentu Sobat Selaras sudah tahu kasus tersebut, bukan?

Kasus perselingkuhan yang sedang viral ini berbeda dengan kasus perselingkuhan lainnya.

Pada kasus ini, perselingkuhan terjadi antara seorang suami dengan ibu mertuanya.

Tentu tidak terbayang betapa sakitnya menjadi istri yang mengetahui bahwa suaminya telah berselingkuh dengan ibu kandungnya sendiri.

Melihat dari kasus diatas, apakah suami dan ibu kandung dari seorang istri tersebut dapat dijerat dengan pidana? 

Agar Sobat Selaras tahu jawabannya, yuk simak penjelasan berikut ini!

Baca juga: Perbedaan Pengadilan Dan Arbitrase Dalam Penyelesaian Sengketa.

Pengertian Perkawinan

Di Indonesia, hukum perkawinan telah diatur dalam Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan (UU Perkawinan).

Berdasarkan Pasal 1 UU Perkawinan tersebut, yang dimaksud dengan perkawinan ialah ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Dalam pengertian tersebut, terlihat adanya tujuan dari perkawinan ialah untuk membentuk keluarga yang bahagia dan kekal berdasarkan Ketuhanan Yang Maha Esa.

Akan tetapi, tidak semua perkawinan yang dilakukan dapat mencapai apa yang menjadi tujuan tersebut. 

Salah satu faktor yang menyebabkan tidak tercapainya tujuan tersebut ialah adanya perselingkuhan yang dilakukan baik oleh suami, istri maupun oleh keduanya.

Berbicara mengenai perselingkuhan yang dilakukan oleh orang yang sudah menikah, apakah orang tersebut dapat dijerat pidana?

Agar Sobat Selaras tahu jawabannya, yuk simak penjelasan di bawah ini!

Pengenaan Pidana pada Pelaku Perselingkuhan

Membahas mengenai pengenaan pidana terhadap pelaku perselingkuhan, dalam Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sendiri telah mengatur hal tersebut.

Dalam Pasal 284 ayat (1) KUHP dijelaskan bahwasanya dapat diancam pidana penjara paling lama 9 (sembilan) bulan, bagi:

1. Laki-laki yang sudah beristeri kemudian berbuat zina sedangkan diketahuinya bahwa Pasal 27 Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) berlaku padanya. Pasal 27 KUHPer tertuliskan bahwa:

Pada waktu yang sama, seorang lelaki hanya boleh terikat perkawinan dengan satu orang perempuan saja dan seorang perempuan hanya dengan satu orang lelaki saja”.

2. Perempuan yang telah menikah kemudian berbuat zina.

Kemudian, dalam Pasal (2) KUHP dijelaskan bahwasanya proses penuntutan atau pelaporan tindak pidana zina seperti dalam Pasal 284 ayat (1) tersebut hanya dapat dilakukan atas pengaduan suami atau istri yang diselingkuhi.

Hal tersebut dikarenakan tindak pidana dalam Pasal 284 KUHP tersebut termasuk dalam delik aduan (klacht delict) yang bersifat absolut.

Itu artinya, penuntutan tidak dapat dilakukan apabila tidak ada pengaduan dari pihak suami atau pihak istri yang dirugikan dan atau yang dipermalukan. 

Baca juga: Pengakuan Putusan Arbitrase Asing di Indonesia.

Kemudian, terkhusus untuk kasus perzinaan ini sendiri hanya akan diproses oleh pihak kepolisian jika terdapat bukti yang cukup bahwa perselingkuhan tersebut telah terjadi.

Selain adanya bukti yang cukup, kasus perzinaan tersebut dapat diproses jika kasus tersebut disertai dengan adanya gugatan perceraian dari pihak suami atau isteri yang dirugikan dan atau yang dipermalukan pada saat itu juga.

Artinya, tanpa adanya gugatan cerai, maka kasus perzinaan tidaklah dapat dilanjutkan ke pengadilan walaupun peristiwa perzinaan tersebut bisa dibuktikan benar-benar terjadi.

Selain itu, perlu juga diingat bahwasannya laporan pidana zina tidak akan dapat diproses lebih lanjut oleh kepolisian apabila yang melaporkan kasus tersebut bukanlah pasangan resmi atau pihak pasangan yang dirugikan dan atau yang dipermalukan.

Bahkan, untuk kasus perzinaan mengenai pelaporannya pun oleh hukum dibatasi hanya dalam jangka waktu 6 (enam) bulan sejak peristiwa tersebut diketahui atau dalam jangka waktu 9 (sembilan) bulan jika pengadu berada di luar negeri. 

Baca juga: Perbedaan Perlindungan Hukum Antara Tanaman Dengan Tanaman Baru, Yuk Simak Penjelasan Lengkapnya!

Sekian penjelasan mengenai “Pengenaan Pidana atas Kasus Perselingkuhan antara Suami dan Ibu mertua”. Apabila Sobat Selaras ingin mengetahui lebih lanjut mengenai pelaporan dan pemidanaan atas tindak pidana perzinaan yang terjadi atas perselingkuhan, Sobat Selaras bisa menghubungi kami di Selaras Law Firm. Jangan lupa untuk nantikan artikel menarik selanjutnya ya!

Sumber:

Kitab Undang-Undang Hukum Perdata

Kitab Undang-Undang Hukum Pidana

Undang-Undang Nomor 16 Tahun 2019 Tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 Tentang Perkawinan

Rintan Puspitasari, 2022, “Viral Kisah Suami Selingkuh dengan Ibu Mertua, Ini Kronologinya”, diakses di (https://www.google.com/amp/s/amp.kompas.com/hype/read/2022/12/29/121812766/viral-kisah-suami-selingkuh-dengan-ibu-mertua-ini-kronologinya).

Sumber Gambar: istockphoto.com

Editor: Bambang Sukoco, S.H.

]]>