Oleh: Dian Dwi Kusuma Astuti, S.H.
Tanah merupakan hal yang sangat penting bagi kehidupan manusia, karena sejak lahir sampai mati kita memerlukan tanah. Apalagi tersedianya tanah sangatlah terbatas sedangkan permintaan tanah semakin meningkat sesuai dengan laju pertambahan penduduk. banyak faktor penyebab ketersediaan tanah semakin menipis, faktor kelalaian manusia dalam mengesampingkan pelestarian tanah lah yang berdampak besar bagi ketersediaan tanah.
Kebutuhan tanah yang semakin meningkat dapat dipengaruhi oleh adanya Badan Hukum Asing di Indonesia, hadirnya Badan Hukum Asing di Indonesia bertujuan untuk melakukan investasi, menjadi konsultan pembangunan dan sebagai duta atau perwakilan negara asing di Indonesia. Tingginya permintaan tanah bagi Badan Hukum Asing di Indonesia tentunya memunculkan persoalan yaitu bagaimana kedudukan Badan Hukum Asing dalam pemilikan tanah di Indonesia.
Pengertian Badan Hukum
Menurut ahli hukum R.Subekti badan hukum diartikan sebagai:
“Badan hukum adalah suatu badan atau perkumpulan yang dapat memiliki hak-hak dan melakukan perbuatan seperti seorang manusia, serta memiliki kekayaan sendiri, dapat digugat atau menggugat di depan hakim.”
Berdasarkan dari pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa, badan hukum adalah sesuatu yang dianggap sama dengan manusia, sehingga dapat melakukan perjanjian, memiliki kekayaan, melakukan gugatan, dapat digugat. Perbedaannya dengan manusia adalah badan hukum tidak dapat melakukan perkawinan dan tidak dapat dipenjara. Tetapi badan hukumdapat dikenai hukuman denda atau administrasi.
Untuk dapat dikatakan sebagai Badan Hukum harus memenuhi beberapa unsur yaitu:
- Harus ada harta kekayaan terpisah dari kekayaan pribadi anggotanya.
- Harus ada kepentingan yang diakui dan dilindungi oleh hukum, dan kepentingan yang dilindungi itu harus bukan kepentingan satu orang atau beberapa orang saja.
- Meskipun kepentingan itu tidak terletak pada orang-orang tertentu, namun kepentingan itu harus stabil, artinya tak terikat pada suatu waktu yang pendek saja, tetapi untuk jangka waktu yang panjang.
- Harus dapat ditunjukkan suatu harta kekayaan yang tersendiri.
- Mempunyai tujuan tertentu.
- Mempunyai kepentingan sendiri.
- Adanya organisasi yang teratur.
Pembagian Badan Hukum di Indonesia
Pembagian badan hukum di Indonesia dapat digolongkan menurut macam-macamnya,
jenisnya dan sifatnya yaitu:
1. Menurut macam-macamnya.
Menurut landasan hukum di Indonesia, dikenal dua macam badan hukum yaitu (1) badan hukum orisinil (murni/asli), yaitu negara, dan (2) badan hukum yang tidak orisinil (tidak murni) yaitu badan-badan hukum yang berwujud sebagai perkumpulan berdasarkan ketentuan pasal 1653 KUHPerdata.
2. Menurut Jenisnya.
Pembagian badan hukum menurut jenisnya terbagi menjadi dua, yaitu (1) badan hukum publik, yaitu badan hukum yang diadakan dan diakui oleh kekuasaan umum atau pemerintahan, contohnya adalah negara termasuk didalamnya kotapraja atau pemerintah propinsi dan pemerintah kota dan kabupaten, Bank Indonesia dan lain-lain, (2) badan hukum perdata, yaitu badan-badan hukum yang terjadi atau didirikan atas pernyataan kehendak dari orang-perorangan, contohnya adalah Perseroan Terbatas, Koperasi dan Yayasan.
3. Menurut sifatnya
Pembagian menurut sifatnya terbagi menjadi dua, yaitu (1) Korporasi (corporatie) dan (2) Yayasan (stichting).
Kedudukan Badan Hukum Asing Dalam Undang-Undang Pokok Agraria Dan Hubungannya Dengan Pemilikan Tanah.
Pada dasarnya badan hukum Indonesia yang berbentuk Perseroan didirikan oleh warga negara Indonesia atau badan hukum Indonesia. Namun, kepada warga negara asing atau badan hukum asing diberikan kesempatan untuk mendirikan badan hukum Indonesia yang berbentuk perseroan sepanjang undang-undang yang mengatur bidang perseroan tersebut memungkinkan, atau pendirian perseroan tersebut diatur dengan undang-undang tersendiri.
Badan Hukum Asing adalah merupakan salah satu subyek hukum yang sah di Indonesia, sehingga badan hukum asing diperkenankan untuk mendirikan Perseroan di Indonesia. Kedudukan badan hukum asing dalam pemilikan tanah di Indonesia adalah dengan menjadi pemegang hak pakai dan hak sewa. Hubungan hukum antara Badan Hukum Asing serta perbuatan hukumnya terkait dengan tanah telah diatur dalam Undang-Undang No. 5 tahun 1960 tentang Peraturan Dasar Pokok-Pokok Agraria (“UUPA”)
Pada pasal 42 huruf D dalam UUPA yaitu bahwa Badan Hukum Asing yang mempunyai perwakilan di Indonesia boleh menjadi pemegang hak atas tanah yaitu dengan hak pakai, pelanggaran terhadap ketentuan pokok itu disertai akibat hukumnya diatur dalam pasal 26 ayat (2) UUPA yang berbunyi: “Hubungan hukum antara badan hukum asing dengan tanah dalam bentuk hak pakai sebagaimana dimuat dalam pasal 42 UUPA telah dibuat aturan pelaksanaannya, yaitu dengan terbitnya Peraturan Pemerintah No. 40 tahun 1996 tentang Hak Guna Usaha, Hak Guna Bangunan dan Hak Pakai Atas Tanah.”
Dalam rangka memberikan kepastian hukum pemilikan rumah tempat tinggal atau hunian untuk orang asing, pemerintah menerbitkan Peraturan Pemerintah No. 41 Tahun 1996 tentang Pemilikan Rumah Tempat Tinggal Atau Hunian Oleh Orang Asing Yang Berkedudukan Di Indonesia. Secara garis besar Peraturan Pemerintah No. 41 tahun 1996 memuat ketentuan sebagai berikut :
- Pada prinsipnya, orang asing yang berkedudukan di Indonesia diperkenankan memiliki satu rumah tempat tinggal, bisa berupa rumah yang berdiri sendiri atau satuan rumah susun yang dibangun di atas tanah hak pakai.
- Rumah yang berdiri sendiri dapat dibangun di atas tanah hak pakai atas tanah Negara atau hak pakai yang berasal dari tanah hak milik yang diberikan oleh pemegang hak milik dengan akta PPAT.
- Perjanjian pemberian hak pakai di atas hak milik wajib dicatat dalam buku tanah dan sertifikat hak milik yang bersangkutan. Jangka waktu Hak pakai di atas hak milik sesuai kesepakatan dalam perjanjian, tetapi tidak boleh lebih lama dari 25 tahun. Jangka waktu hak pakai tersebut tidak dapat diperpanjang, tetapi dapat diperbaharui untuk jangka waktu 20 tahun, atas dasar kesepakatan yang dituangkan dalam perjanjian yang baru, dengan catatan bahwa orang asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia. dituangkan dalam perjanjian yang baru, dengan catatan bahwa orang asing tersebut masih berkedudukan di Indonesia.
- Bila orang asing yang memiliki rumah yang dibangun di atas hak pakai tanah Negara, atau berdasarkan perjanjian dengan pemegang hak tidak berkedudukan lagi di Indonesia, dalam jangka waktu 1 tahun wajib melepaskan atau mengalihkan atas rumah dan tanahnya kepada pihak lain yang memenuhi syarat.
- Bila dalam jangka waktu tersebut hak atas tanah belum dilepaskan, atau dialihkan kepada pihak lain yang memenuhi syarat, maka terhadap rumah yang dibangun di atas hak pakai tanah Negara, rumah beserta tanah yang dikuasai oleh WNA dilelang, bila rumah tersebut dibangun di atas hak pakai atas tanah hak milik, maka rumah tersebut menjadi milik pemegang hak milik.
Demikian pembahsan artikel mengenai “Kedudukan Badan Hukum Asing Dalam Kepemilikan Tanah Di Indonesia”, apabila sobat Selaras Law Firm ingin mengetahui informasi tersebut lebih lanjut, bisa menghubungi kami hanya di Selaras Law Firm!
Sumber:
Chidir Ali, 2005, Badan Hukum, Bandung: Alumni.
Edy Ruchiyat, 1999, Politik Pertanahan Nasional Sampai Orde Reformasi, Bandung: Alumni.
Sumber Gambar:
unsplash.com
Editor: Siti Faridah, S.H.